Dini mengerutkan alis sambil mengunyah jagung bakarnya yang mulai dingin. Aroma asap arang yang menguar dari kedai di tepi pantai membuat perutnya kembali bergemuruh, meskipun tangannya sudah memegang setengah potongan jagung bakar yang tersisa. Matanya menatap kosong ke depan, ke arah laut yang tenang dengan ombak kecil yang menggulung perlahan.
"Mas, aku baru ingat. Kita belum telpon Bu Ima. Kasihan, dia sendirian di rumah," katanya tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka.
Dilan, yang sedang menggoyang-goyangkan gelas es kelapa di tangannya hingga terdengar suara es yang beradu dengan dinding gelas, hanya terkekeh pelan. "Sudah aman, kok. Nggak perlu khawatir. Bu Ima nggak bakal takut di sana."
Dini mengangkat wajah, menatap suaminya dengan rasa ingin tahu. Alisnya yang tipis sedikit berkerut, menambah ekspresi herannya. "Lho, kok bisa yakin? Kenapa?"
"Ada yang nemenin," jawab Dilan sambil memamerkan senyum kecil, ekspresi wajahnya seperti menyimpan rahasia yang sengaja ingin