Anaby berjalan menghampiri Prof. Hansel yang berdiri dengan punggung tegap di tepi teras. Hembusan angin sepoi memainkan ujung jas pria paruh baya itu.
Langkah Michael terdengar menyusul dari belakang, tetapi mata Anaby tak lepas dari sosok yang telah ia perjuangkan agar kembali ke dunia pendidikan.
“Profesor, apakah Anda sudah siap berangkat?” sapa Anaby, suaranya mengandung semangat sekaligus penghormatan.
Prof. Hansel menghela napas, sorot matanya menerawang jauh sebelum kembali menatap wajah perempuan muda di hadapannya.
“Saya akan melihat keramaian lagi, dan itu… bukan hal yang mudah,” ucapnya, jujur dan terbuka. “Tapi, saya akan mencoba mengatasinya.”
“Kalau begitu biarkan saya menemani Anda sebagai seorang putri. Tentu saja, bila Anda bersedia menerima saya,” tawar Anaby penuh ketulusan.
Tatapan Prof. Hansel melunak, ada haru yang tak sempat diucapkan. “Saya tidak keberatan,” jawabnya singkat.
Tanpa membuang waktu lebih lama, Anaby meraih lengan pria itu. Menggandengnya lembut