Mobil melambat, sebelum berhenti perlahan di halaman sebuah gereja kecil di pinggir kota Grenada. Gereja itu dikelilingi oleh pohon-pohon cemara yang melambai pelan diterpa angin. Bangunannya tidak megah, tetapi memancarkan pesona klasik yang mengundang kedamaian.
Dinding gereja Saint Anna terbuat dari batu alam berwarna kelabu pucat, dengan jendela-jendela lengkung berhias kaca patri. Menara loncengnya menjulang sederhana, seperti penjaga setia yang mencatat setiap janji suci yang pernah terucap.
Pintu kayu besar terbuka, dan di sana berdiri seorang pria muda bersetelan hitam elegan. Pembawaannya memancarkan ketenangan profesional.
“Selamat datang, Nona Anaby,” sapanya sambil membungkuk hormat. “Saya Samuel, asisten pribadi Tuan Michael. Beliau sudah menanti di altar.”
Samuel menyerahkan buket bunga yang terdiri dari rangkaian ‘forget-me-nots’ berwarna biru pucat, dipadu dengan gardenia putih yang mekar sempurna—lambang cinta sejati dan kesetiaan abadi.
Anaby menerima buket itu den