Aku mengamati ekspresi di wajahnya saat mengatakan hal itu, dan di matanya sudah tak lagi ada nyala hidup. Apa tadi aku hanya salah lihat? Ya, sepertinya begitu, mengingat aku mungkin terlalu berharap bisa menjadi salah satu hal, yang membuatnya ingin terus tetap hidup.
"Kau mau mengajakku ke mana lagi?" Lelaki ini langsung mengalihkan topik begitu saja, biar begitu ia tetap menatapku.
Kau tahu, Naqib. Iris matamu yang berwarna cokelat itu, benar-benar indah, dan ku harap aku segera bisa melihat mata itu dipenuhi nyala hidup.
"Aku bicara padamu!" Aku langsung tersentak, tentu saja, aku lupa lelaki ini jenis manusia yang tak suka diabaikan.
"Iya, maaf. Aku tengah berpikir barusan," sahutku memasang senyum sebisa mungkin, walau aku agak jengkel karena tingkahnya yang suka sekali memerintah, membentak, dan jangan lupa kan kelakuannya yang suka mogok berbicara, makan, bahkan mandi.
Sejak tadi aku berjongkok di sebelahnya, bahkan tanpa sadar kakiku sedikit kesemutan, saking aku terlalu men