Home / Romansa / Menikahi Tuan Muda Buruk Rupa / 17. 'Selamat Malam' Darinya

Share

17. 'Selamat Malam' Darinya

Author: Maulana Hani
last update Huling Na-update: 2025-06-22 06:45:15

Sejak kembali ke rumah, tak ada barang sepatah kata pun lelaki itu mengajakku berbicara, tak mengherankan, memang ia juga terbiasa begitu. Tapi aku, aku yang merasa sedikit tak enak, merasa canggung karena tak ada obrolan di antara aku dan lelaki itu.

Aku merasa bersalah karena mengucapkan kata-kata, yang pastinya telah menyinggung perasaannya. Ia mungkin juga kesal, dan marah.

"Aku ingin ganti pakaian!" Aku terkejut, sungguh. Karena ku pikir lelaki yang sejak tadi duduk di kursi rodanya, menghadap ke arah jendela itu akan terus-terusan mengabaikanku.

"Aku tahu kau mendengarnya!"

"Ah iya, maaf," Aku menyahut ragu-ragu.

Segera aku menuju lemari, mengambil piyama kesukaannya, warna hijau tua dengan motif kotak-kotak.

Ketika hendak memakaikan atasannya, aku berhenti, karena melihat bekas luka yang memanjang dari bahu kanan sampai pinggangnya.

"Aku tahu kau melihatnya! Jadi jangan tanyakan apapun!" Suaranya terdengar dingin, dan aku segera memakaikan atasannya tanpa menunggu lama.

Jujur s
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Menikahi Tuan Muda Buruk Rupa   20. Kuharap Bisa Sepertimu

    "Oh jadi ternyata suami Laiba itu cacat ya?"Ketika hendak membuka pintu rumah di pagi hari. Haruskah kalimat ini yang kali pertama ku dengar? Apakah manusia-manusia itu tak bisa berhenti mengurusi hidupku? Tak bisa kah mereka berhenti menilai hidupku? Tak bisa kah mereka membiarkanku tenang?Aku tak keluar, dan memilih berdiri diam di depan pintu, mendengarkan kalimat demi kalimat, yang sudah pasti akan tak menyenangkan untuk didengar."Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini," Aku mendengar sahutan, dan jelas ini adalah suara Ibuku.Akankah Ibu membelaku? Akankah ia melakukannya, sama seperti ketika Kakak lelakiku mengalami masalah? Akankah ia mati-matian membelaku? Bisa kah aku berharap padanya? Meski aku tahu tak seharusnya menggantungkan harapan pada manusia, karena kecewa sudah pasti akan menjadi hal pertama yang akan didapati, jika aku melakukannya."Iya, benar. Tapi lelaki itu, yang jadi suami Laiba. Ia duduk di kursi roda, t

  • Menikahi Tuan Muda Buruk Rupa   19. Lelaki yang Membelaku

    Baru sehari di rumah, rasanya aku sudah ingin mengajak Naqib pergi dari sini. Tadi malam, bukannya lelaki itu yang tak bisa tidur, tapi aku yang sulit tidur gara-gara tetangga tak tahu diri, yang karaoke di jam setengah sebelas malam. Sungguh, aku tak mengerti mengapa ada manusia semacam itu, tak tahu waktu dan tak tahu caranya menghargai manusia lain.Pagi ini aku harus pergi ke toko sayuran, setelah melihat kulkas yang kosong melompong, tak ada apa-apa, kecuali telur yang tersisa dua biji, satu keranjang kecil cabai, lalu rempah-rempah. Tentu saja aku tak mungkin hanya memberi Naqib makan dengan telur saja 'kan? Ia perlu banyak nutrisi agar semakin cepat pulih, dan tentunya ku harap terapi bisa segera dijalankan."Ke mana?" Aku menatapnya."Aku harus pergi ke tukang sayur, kau mau ikut?" Ku harap ia mau diajak, dari pada ia harus di rumah saja tanpa melakukan apa-apa.Ia masih menatapku, lalu menganggukkan kepala. Akhirnya ia mau diajak, sekalia

  • Menikahi Tuan Muda Buruk Rupa   18. Ujung Langit Barat

    Tiga hari telah berlalu, dan hari ini kami akan berkunjung ke rumahku atau lebih tepatnya ke rumah orangtuaku. Hari ini Paman Qasim juga belum kembali, dan kami terpaksa izin melalui panggilan telepon, yang beruntung langsung ia izinkan.Aku sudah menyiapkan pakaian yang akan kami bawa untuk menginap beberapa hari, ku harap Naqib bisa tidur ketika kami menginap di sana, mengingat ada tetangga menyebalkan yang suka karaoke tak ingat waktu."Kau yakin ingin tetap pergi?" Aku bertanya sekali lagi, menatap lelaki yang tengah ku bantu mengenakan jaket."Kenapa memangnya? Kau malu jika aku ikut, dan semua tetanggamu tahu suamimu ternyata cacat juga buruk rupa?" Sungguh, aku tak pernah berpikir demikian.Aku menggelengkan kepala. "Aku tak berpikir seperti itu, aku hanya, khawatir kau tak merasa nyaman saat di sana nanti," Sahutku mencoba tenang, walau aku sedikit kecewa saat tahu kalau ia masih saja menganggapku seperti itu."Aku mudah beradaptasi!" Sahutnya setengah kesal. Maaf, Naqib, aku

  • Menikahi Tuan Muda Buruk Rupa   17. 'Selamat Malam' Darinya

    Sejak kembali ke rumah, tak ada barang sepatah kata pun lelaki itu mengajakku berbicara, tak mengherankan, memang ia juga terbiasa begitu. Tapi aku, aku yang merasa sedikit tak enak, merasa canggung karena tak ada obrolan di antara aku dan lelaki itu.Aku merasa bersalah karena mengucapkan kata-kata, yang pastinya telah menyinggung perasaannya. Ia mungkin juga kesal, dan marah."Aku ingin ganti pakaian!" Aku terkejut, sungguh. Karena ku pikir lelaki yang sejak tadi duduk di kursi rodanya, menghadap ke arah jendela itu akan terus-terusan mengabaikanku."Aku tahu kau mendengarnya!""Ah iya, maaf," Aku menyahut ragu-ragu.Segera aku menuju lemari, mengambil piyama kesukaannya, warna hijau tua dengan motif kotak-kotak.Ketika hendak memakaikan atasannya, aku berhenti, karena melihat bekas luka yang memanjang dari bahu kanan sampai pinggangnya."Aku tahu kau melihatnya! Jadi jangan tanyakan apapun!" Suaranya terdengar dingin, dan aku segera memakaikan atasannya tanpa menunggu lama.Jujur s

  • Menikahi Tuan Muda Buruk Rupa   16. Telah Ditakdirkan

    Aku mengamati ekspresi di wajahnya saat mengatakan hal itu, dan di matanya sudah tak lagi ada nyala hidup. Apa tadi aku hanya salah lihat? Ya, sepertinya begitu, mengingat aku mungkin terlalu berharap bisa menjadi salah satu hal, yang membuatnya ingin terus tetap hidup."Kau mau mengajakku ke mana lagi?" Lelaki ini langsung mengalihkan topik begitu saja, biar begitu ia tetap menatapku.Kau tahu, Naqib. Iris matamu yang berwarna cokelat itu, benar-benar indah, dan ku harap aku segera bisa melihat mata itu dipenuhi nyala hidup."Aku bicara padamu!" Aku langsung tersentak, tentu saja, aku lupa lelaki ini jenis manusia yang tak suka diabaikan."Iya, maaf. Aku tengah berpikir barusan," sahutku memasang senyum sebisa mungkin, walau aku agak jengkel karena tingkahnya yang suka sekali memerintah, membentak, dan jangan lupa kan kelakuannya yang suka mogok berbicara, makan, bahkan mandi.Sejak tadi aku berjongkok di sebelahnya, bahkan tanpa sadar kakiku sedikit kesemutan, saking aku terlalu men

  • Menikahi Tuan Muda Buruk Rupa   15. Ikan-Ikan Itu Sepertinya

    "Naqib!" Aku memanggilnya lagi, dan detik berikutnya ia mulai menatapku. Matanya ber-iris cokelat itu menatapku sangat lama, sampai rasanya aku tenggelam di sana."Singkirkan tanganmu dari wajahku!" Aku tersentak dan buru-buru menurunkan tanganku dari sana. Astaga, ia memang senang sekali membentak. Dan jujur ini menyebalkan."Maaf. Jadi, bagaimana? Mau pulang saja atau ke aqua world?" Kali ini mengganti topik segera, dan mengajaknya ke tempat lain.Aku masih berlutut di hadapannya, ia juga masih menatapku."Kau yang memaksaku!" Dan kami mengucapkan kata-kata itu bersama. Oh, tentu saja, tentu saja aku sudah hapal sahutannya yang satu ini.Ia menyipitkan matanya, menatapku agak kesal."Mengapa kau mengikutiku?"Aku mengangkat bahu, lalu bangkit dan pura-pura tak peduli."Aku tak mendengarmu!" Seru ku lalu langsung mendorong kursi rodanya, membawa lelaki ini pergi dari taman kota. Tentu saja Ashak masih setia mengikuti kami."Kita akan pergi aqua world!" Aku sedikit berteriak pada Asha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status