Seorang prajurit mendekat dengan napas terengah-engah. “Kami mendeteksi gangguan sinyal dari dalam kabin, Komandan. Mereka memalsukan lokasi. Beberapa tim kita salah arah.”
Mahesa mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. “Itu kerja Raina,” desisnya. “Dia lebih pintar dari yang kukira. Tapi otaknya tetap bisa dipatahkan.”
Ia segera memberi perintah baru. “Kumpulkan semua unit ke pusat. Kita tidak menyerang dengan kekuatan acak. Kali ini, kita bentuk barisan pemecah sinyal dan penyusup drone udara.”
Pasukan mulai bergerak mengikuti instruksi Mahesa, sementara sebuah drone kecil terbang rendah, mengitari kabin, merekam setiap sudut dan celah.
Di Dalam Kabin – Pukul 07.20 WIB
Raina menyadari pergerakan udara dari suara dengung halus yang mendekat. “Mereka sudah mulai menerbangkan drone,” katanya, tangannya dengan cepat menekan kombinasi kode baru pada sistem.
“Dapat kau hancurkan atau lumpuhkan?” tanya Wisang cepat.
“Bisa, tapi kita harus memilih. Kalau aku lumpuhkan drone, kita kehilangan