Aku baru beres mengaudit keuangan pabrik tiga bulan terakhir.
“Akhirnya selesai juga.”
Seorang pegawai perempuan usia Adit menghampiriku, “Kak, permisi, ada surat dari pengadilan.”
“Hm? Siapa yang cerai?”
“Itu... dari pengadilan tinggi, kak, bukan dari pengadilan agama.”
“Ah, iya. Aku pikir ada yang cerai.”
Aku menerima dan membaca isi surat yang diberikan.
Aku mengernyit, “Ini maksudnya pabrik kita digugat atas persamaan nama dengan badan usaha lain?”
“Betul, kak. Pabrik roti yang udah berdiri lima puluh tahun lalu merasa dirugikan dengan persamaan nama pabrik ini. Katanya banyak orang mengira ini adalah pabrik cabang.”
Aku melirik membaca nama pabrik roti yang masih kecil ini, “Sari Rasa?”
“Karena bu Syaira gak ada disini, jadi kakak yang harus ke pangadilan minggu depan.”
“Aduh, ini gak ada cara yang lebih simpel apa, mbak?”
“Ada, kak. Pihak pabrik pesaing bilang, kalau kita ganti nama secepatnya, mereka akan cabut gugatan.”
“Bentar ya.” aku membuka pon