Tangan Laura bergetar hebat, hampir saja menjatuhkan ponselnya. Pria di hadapannya… apakah dia seorang pembunuh? Wajahnya hampir tertutup hoodie dan masker hitam, menyisakan sedikit celah yang tak dapat dikenali. Penampilannya sama persis dengan pembunuh di kehidupan sebelumnya.
Apakah pria ini benar-benar pembunuhnya dari masa lalu? Namun, ada yang aneh dengan caranya berjalan. Dia pincang.
Pria itu berjalan tertatih-tatih, perlahan mendekatinya. Laura panik, matanya menyapu sekeliling. Hujan deras membuat kawasan elite ini sepi mencekam; tak ada kendaraan yang melintas karena tempat ini memang jarang dilalui orang biasa.
Tanpa memedulikan derasnya hujan, dia berlari menerobos dinginnya air, menjauhi pria itu. Ia bergegas menuju area pertokoan yang beberapa saat lalu dilewatinya.
Pria di belakangnya ikut berlari, mengejarnya.
“Kumohon… tolong aku!” Laura mencoba menelepon siapa pun di ponselnya, tanpa menghentikan langkah atau menoleh ke belakang. Rintikan hujan menyulitkannya meliha