"Boleh ya ma, Bara izin untuk memberikan cincin yang mama beri dulu untuk Bara sebagai mahar untuk menikahi Salma," ujar Bara sambil menyesap kopinya.
"Cincin?" tanya bu Bira kebingungan.
"Iya cincin yang mama berikan dulu," jawab Bara sambil memandang ibunya.
"Kapan?" tanya bu Bira.
"Di dalam kardus," jawab Bara datar.
Bu Bira tampak menutup mulutnya.
"Cincin itu masih ada?" tanya bu Bira.
"Ada, diberikan ibu kepada Bara beserta kardusnya," jawab Bara.
"Jadi, bu Aisah tidak menggunakannya untuk membiayai hidup kamu, Nak?" tanya bu Bira.
"Ibu membesarkan anak-anaknya dengan keringatnya sendiri, Ma," jawab Bara yang membuat bu Bira menundukkan kepalanya.
"Maaf, Ma," ucap Bara baru menyadari perubahan raut wajah mamanya.
"Tidak apa, Nak," jawab bu Bira parau.
"Bolehkan ma, Bara gunakan cincin dua puluh gram itu untuk sebagian mahar nanti?" ulang Bara.
"Boleh, Nak," jawab bu Bira sambil mengangguk.
Keheningan terjadi diantara kedua ibu dan anak tersebut, semua terlena dengan pikiran masi