Albara Kaizer, seorang cleaning service di Hario Group, terpaksa menikahi anak pemilik perusahaan untuk menutupi aib istrinya yang ternyata telah hamil tanpa tahu siapa ayahnya. Sayangnya, Bara justru diperlakukan dengan rendah meski sudah menjadi menantu. Namun, Bara tak tinggal diam, terlebih ia bertemu kembali dengan ayah kandungnya yang ternyata miliarder kaya dan saingan Hario Group. Bara akan menunjukkan pembalasan sang menantu terkuat, hingga tidak ada yang bisa mengalahkannya!
View More"Saya terima nikah dan kawinnya Ainel Celia Putri Hario dengan mas kawin yang tersebut tunai."
Dengan lantang Bara mengucapkan ijab qabul didepan Martano Hario selaku orang tua dari Ainel Hario yang kini sudah sah menjadi istrinya.
"Bagaimana saksi? Sah?" tanya pak penghulu yang sudah berumur tersebut.
"SAH!"
Ruang tamu rumah yang mewah ini dipenuhi dengan riuh rendah suara semua yang hadir. Entah siapa mereka Bara tidak mengenal mereka kecuali beberapa orang yang merupakan atasannya di kantor Hario Group.
Bara bahkan tidak tahu yang mana Ainel istrinya, karena sejak awal dia diminta menikahi Ainel tidak sekalipun dia bertemu. Semua sudah dipersiapkan oleh Tuan Hario, mertuanya. Bara hanya diminta datang hari ini ke kediaman Tuan Hario.
Tak lama kemudian seorang wanita dengan mengenakan gaun putih panjang, menuruni tangga dengan dibantu dua orang perias pengantin yang bertugas mengangkat gaun tersebut apabila dia mau berjalan. Fotografer dengan sigap mengambil dokumentasi di setiap gerakan sang wanita. Blitz lampu kamera saling bersahutan antara fotografer satu dengan lainnya.
Tampak perempuan muda dan cantik dengan wajah tirus, memiliki kulit yang putih dan kuku-kuku yang panjang terawat tersenyum menghadap kamera.
Bara tertegun melihat wanita yang nyaris sempurna kecantikannya menurut Bara, karena di kampung tidak pernah Bara melihat perempuan secantik dia.
Namun mata Bara dikejutkan saat melihat kebagian perut sang mempelai wanita, perut yang tampak membesar walaupun sudah ditutupi dengan berbagai hiasan gaun, tetap saja perut yang membesar sangat tampak terlihat.
Bara menghela nafas panjang, terungkap sudah alasan Tuan Hario memaksanya untuk menikahi putrinya dengan seorang lelaki seperti Bara.
Mempelai wanita mendekat, dan atas arahan semua orang Ainel menciumi tangan lelaki yang beberapa menit lalu sudah sah menjadi suaminya. Bara membalas mencium kening sang istri sementara Ainel bergidik jijik saat Bara mendekatinya.
"Cium, cium!"
Gema suara teman-teman Ainel didalam ruangan ini.
"Iya sebaiknya kita ambil foto kalian yang sedang berciuman," ujar salah satu fotografer tersebut.
"Hayok Ainel jangan dianggurin dong, suami ganteng lo," ujar salah satu teman Ainel yang berbaju warna ungu dengan belahan baju hampir menampakkan seluruh bagian dadanya.
Ainel hanya mendelik, namun akhirnya mereka menuruti permintaan yang lainnya demi sebuah foto yang akan memenuhi feeds sosial media. Untuk membuktikan kepada dunia bahwa Ainel putri pemilik Hario Group bukan hamil dengan lelaki yang tidak jelas siapa.
Beberapa jam kemudian...
Saat ini Bara dan Ainel sedang berkumpul bersama teman-teman Ainel setelah prosesi akad nikah selesai. Ada satu laki-laki dan perempuan sedang berkumpul sambil menikmati hidangan yang tersedia.
"Nel, ganteng juga laki lo?" ujar Febi yang mengenakan gaun panjang berwarna ungu namun belahan gaun hanya berjarak sejengkal dari area intimnya.
"Ganteng dari Hongkong?" sungut Ainel.
"Serius kok Nel, dimana sih lo nemunya?" tanya yang lainnya.
"Lo mau sama dia?" tanya Ainel, sontak pertanyaan tersebut membuat Bara terkejut.
"Boleh Nel gua coba ya kapan-kapan kalo lo ikhlas sih," jawab Nilam yang mengenakan gaun putih transparan hanya menutupi bagian intimnya saja, sisanya transparan terekspos dengan bebas dinikmati semua mata yang memandang.
"Boleh ambil aja kalo lo gak jijik," ucap Ainel.
"Aih gampang itu mah, dimodalin dikit udah kinclong kok," jawab Nilam sambil mengedipkan matanya.
Bara yang mendengar semua percakapan beberapa orang tersebut sedikit bergidik ngeri, namun tak lama kemudian seringai jahat tercetak di bibirnya.
"Kalian pada ngomongin apa sih?" tanya Ben satu-satunya teman laki-laki disana.
"Laki Ainel ganteng, gua mau cicipi," ujar Nilam sambil menghisap rokok ditangannya.
"Gila lo, laki teman sendiri mau diembat juga?" tanya Ben.
"Habisnya Ainel gak mau, sayang lo di sia-siain," jawab Nilam.
"Atau lo sama gua aja Nel?" ujar Ben mengedipkan matanya kepada Ainel.
"Punya lo kecil!" jawab Ainel ketus.
Sekarang Bara paham seperti apa pergaulan wanita yang beberapa menit lalu menjadi istrinya. Bara paham jika anak yang ada dalam kandungan Ainel tidak tahu pasti siapa ayahnya. Bara hanya menggeleng.
"Hai Bar," sapa Ben sok akrab.
Bara hanya tersenyum menggeser duduknya memberikan ruang kepada Ben duduk disebelahnya.
"Ainel itu ganas Bar, siap-siap aja malam pertama lo bakal diterkamnya," kekeh Ben disambut gelak tawa yang lainnya.
"Itu karena lo aja yang loyo sih," jawab Febi yang diikuti anggukan oleh yang lainnya.
Bara hanya menjadi bahan bullyan Ainel dan teman-temannya. Bara hanya menanggapi mereka dengan tersenyum.
Namun, dikepala Bara sudah tersusun langkah apa yang akan diambil untuk kedepannya.
"Kita lihat saja Ainel, siapa yang akan bertekuk lutut," gumam Bara dalam hatinya.
"Maaf semuanya saya pamit istirahat dulu ya," ucap Bara kepada semuanya.
"Yoi bro, siapkanlah tenaga lo untuk nanti malam," jawab Ben sambil menepuk pundak Bara.
Sementara Ainel masih bercengkrama dengan teman-temannya, Bara merebahkan tubuhnya di kamar pengantin yang sudah disiapkan. Menghempaskan tubuhnya di kasur empuk yang bertaburan bunga. Bara hanya menyeringai melihat kamar pengantin.
"Jangan lo sentuh barang-barang gua yang ada di kamar ini!" tiba-tiba suara seseorang terdengar mengintimidasinya.
Bara menoleh, tampak Ainel sedang berkacak pinggang berdiri didepan pintu.
"Masuklah aku tak akan menyentuh apapun," jawab Bara santai.
"Lo jangan tidur disana, gua jijik," lanjut Ainel dengan ekspresi jijiknya menunjuk kasur tempat Bara berbaring.
"Terus aku tidur dimana?"
"Sofa atau di bawah ada kamar pembantu kosong untuk lo."
"Baiklah," jawab Bara sambil berjalan menuju sofa besar yang lebih dari cukup untuk tidur.
Tanpa memperdulikan Bara yang terus menatapnya Ainel melepaskan gaun pengantinnya dan membiarkan gaun tersebut teronggok di lantai. Sedang saat ini dia melenggang masuk ke kamar mandi dengan hanya mengenakan pakaian dalam saja dengan perut yang membesar.
Bara justru melihat Ainel semakin menarik dengan perut yang membuncit seperti itu. Seringai jahat kembali terukir di bibirnya.
"Kau akan memohon dibawah kuasaku Ainel," gumamnya sambil memejamkan matanya.
Tak lama kemudian Ainel keluar kamar mandi hanya berlilitkan handuk, dengan rambut yang basah. Menuju lemari bajunya hanya melirik ke arah Bara yang sedang pura-pura tertidur.
"Tanda tangan ini!"
Sontak Ainel terkejut dan tanpa diduga handuk yang melilit tubuhnya terlepas. Bara memungut handuk tersebut dan membuangnya ke sembarang arah.
"Apa ini?" tanya Ainel santai.
"Silakan baca sendiri!" ucap Bara tajam.
Ainel merobek-robek kertas tersebut sambil tertawa mengejek.
"Apa kau tahu akibatnya jika menolak Ainel? "ucap Bara sambil mendesak Ainel kedinding hingga posisi Ainel terkunci tangan Bara.
Ari hanya menerima laporan tersebut dan mengangguk berarti memahami apa yang diperintahkan oleh Bara.“Dan apa ini?” tanya Bara kesal saat matanya menatap layar laptopnya.“Hario mau bermain-main dengan saya memanfaatkan momen saya sedang berduka?” ujar Bara saat melihat laporan yang dikirimkan oleh orangnya yang di tempatkan di pabrik roti milik Hario dan bantuan keuangan dari AK Group.Ari hanya diam menunduk karena sebenarnya Ari sudah melihat kejanggalan itu sejak dua hari lalu,namun tidak langsung melaporkannya kepada Bara, mengingat Bara masih dalam masa berkabung.“Kenapa kamu diam?” tanya Bara.“Maaf pak, saya belum sempat melaporkan hal itu kepada Bapak. Tapi saya sudah mengirimkan email peringatan kepada mereka untuk segera merevisi laporan itu, Pak,” jawab Ari.Bara segera mengecek email yang dimaksud Ari, dan benar saja sekretarisnya tersebut telah mengambil langkah yang tepat.“Thanks, Ri,” ucap Bara.“Iya pak sama-sama,” jawab Ari dengan pelan.“Orang jahat, selalu menca
Beberapa saat Bara hanya terdiam melihat siapa tamu yang dimaksud."Alina Rosmala," kernyit Bara heran.Bara menghampiri sang tamu yang tampak sudah di persilakan duduk oleh bu Bira."Hai mbak Alin, terima kasih sudah mampir," ujar Bara sembari duduk di hadapan Alin."Pak Bara, saya sudah ke kantor anda, dan katanya anda belum masuk kerja. Maaf jadi mengganggu waktu anda dirumah. Saya turut berduka cita ya, Pak," ujar Alin menyalami Bara."Terima kasih mbak Alin, malah repot-repot ke rumah," ujar Bara."Entahlah, saya sudah terbiasa datang langsung, saya tidak suka kirim karangan bunga atau kirim pesan," ujar Alin tersenyum."Anda sopan sekali," ujar Bara.Bu Bira yang sudah didalam sebenarnya penasaran dengan tamu Bara, wajahnya mengingatkan dia kepada Bizar. Dan jika ditelisik wajah perempuan itu mirip dengan Bara. Apalagi senyumnya."Ini saya bawakan sedikit kado untuk putri anda, Pak," ujar Alin menyerahkan satu buah paperbag kepada Bara."Terima kasih, anda baik sekali," jawab Ba
Bara bersimpuh dan beberapa kali menghapus jejak air mata yang berusaha ditahannya, namun tidak bisa. Air mata itu mengalir dengan sendirinya.Suara Bara hanya tercekat sebatas kerongkongan, bahkan bibir yang bergetar tak mampu mengeluarkan suara.“Mas besok akan mulai kembali bekerja, Sal,” ujar Bara kemudian.“Kamu jangan khawatir, Alma dirumah bersama Ibu dan Mama. Semua orang menyayanginya, Sal,” ujar Bara sambil memegang erat nisan Salma.Angin yang berhembus lembut menerpa pohon besar diatas pusara Salma.“Sejuk ya Sal disini? Semoga kamu suka,” ujar Bara.Seseorang yang baru saja mengunjungi makam Salma pergi meninggalkan area pemakaman setelah menunggu sekian lama Bara tak kunjung juga pergi. Ternyata dia adalah Vina mantan kakak ipar Salma yang selalu menyerang dan menghina Salma. Mungkin baru timbul penyesalan dan saat ini tidak bisa lagi untuk meminta maaf secara langsung.Dua jam lebih Bara hanya duduk di dekat pusara tanah merah Salma, dan ketika mentari mulai meninggi ba
“Bapak mau kemana?” tanya Ari panik saat melihat Bara berdiri dan menuju ke mobilnya.Bara tidak menjawab dan membuka pintu mobil yang ternyata terkunci hingga menimbulkan suara alarm karena percobaan membuka secara paksa.Frans segera memanggil Abah dan yang lainnya, melihat Bara bertingkah aneh.“Pikirannya belum sepenuhnya tenang,” ujar bang Niko.“Umi!” pekik Ranti.Ternyata melihat Bara yang seperti itu membuat Umi Melati kembali mengingat Salma dan tubuh lemahnya pingsan.Ranti dan Via membantu membaringkan Umi, mengurut dan mengoleskan minyak kayu putih hingga Umi kembali sadar.Sedangkan Abah tampak membaca ayat al-qur’an dan doa, juga membimbing Bara untuk beristighfar.“Jangan biarkan pikiran kamu kosong Nak, teruslah beristighfar ya,” pesan Abah kepada Bara.Bara hanya mengangguk pelan.“Pak, kita makan yuk. Bapak kan belum makan dan minum obat,” ujar Ari.“Iya kamu makan aja dulu, Nak,” ujar Abah.“Gua gak lapar, Ri,” ujar Bara.“Udah makan sedikit aja, masak tamu disuruh
Ainel pun hanya terpaku melihat keanehan yang ditunjukkan oleh Alma.“Alma sudah lelah menangis,” ujar bu Bira memecah kesunyian.“Iya Tan, sepertinya begitu,” ujar Ainel membenarkan.“Kamu siapa, Nak?” tanya umi kepada Ainel.“Dia Ainel Mi, mantan istri Bara ibu kandungnya Tama,” ujar bu Aisah menjelaskan.Umi Melati hanya mengangguk pelan.Setelah beberapa lama Alma tertidur dalam gendongan Ainel, waktunya Alma diletakkan diatas tempat tidurnya.“Alma tidurnya dimana, Bu?” tanya Ainel kepada bu Aisah.“Box bayi ada dikamar ibu,” jawab bu Aisah.“Bawa sini aja Aisah box bayinya,” ujar Umi Melati.“Baik, Mi.”Di waktu yang bersamaan dokter Fadil, dokter keluarga yang tadi dipanggil bu Bira sudah tiba di rumah tersebut.“Assalamualaikum,” ucap dokter Fadil.“Waalaikumsalam, masuk dok,” jawab bu Bira.“Ari, Frans, Mama minta tolong anterin dokter Fadil kekamar Bara ya,” ujar bu Bira kepada Ari dan Frans yang juga ikut terbengong saat Alma berhenti menangis digendong oleh Ainel.Ari dan
"Ayo nak kita pulang," ajak bu Aisah kepada Bara.Bara hanya menggeleng perlahan dan masih tergugu pada posisinya."Nak, ayo kita pulang. Sepertinya mau hujan," ujar Abah menepuk pundak Bara pelan."Abah duluan aja, nanti Bara nyusul," ujar Bara parau."Jangan seperti ini nak, ayo pulang." Kali ini bu Bira yang berusaha mengajak Bara dan langsung menarik tangan Bara untuk berdiri.Langitpun semakin gelap, tetes-tetes hujan mulai turun perlahan, Bara masih bersimpuh di samping pusara Salma. Yang lain mulai beranjak menuju mobil untuk menghindari hujan. Namun Bara tak peduli."Pak, ayo kita pulang. Hujan sudah turun," ajak Ari dan Frans dengan membawa payung melindungi Bara dari tetesan hujan."Salma kedinginan disini, Salma sendirian," ujar Bara memeluk nisan Salma."Pak, bu Salma sudah tenang disana. Beliau akan sedih melihat Bapak seperti ini," ujar Ari yang ikut duduk disamping Bara.Sementara itu Bizar bersama istri dan anaknya Alina masih didalam mobil yang terparkir tidak jauh da
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments