Bara begitu menyayangi Tama, walaupun Tama bukanlah darah dagingnya sendiri. Berbeda dengan Ainel yang tampak cuek melihat Tama. Bahkan malam-malam Bara lebih suka tidur di kamar Tama untuk mendampingi anaknya tidur.
Saat ini mereka sedang mencari seorang pengasuh yang khusus menjaga Tama, karena mbok Inah dan mang Bidin mau pulang kampung. Bara sedang mengupayakan pengasuhan terbaik untuk anaknya.
"Nak Bara gak kerja?" tanya mbok Inah pelan saat jam tujuh pagi melihat Bara masih bermain bersama Tama.
"Kerja, mbok," jawab Bara masih menciumi pipi Tama yang lembut.
"Coba non Ainel mau menerima nak Tama sebagaimana mestinya ya," gumam mbok Inah sambil mengganti popok Tama yang basah.
"Kita tidak bisa memaksanya, mbok," jawab Bara.
"Iya, padahal anak ganteng begini. Putih mulus, pipinya gembul. Aduh, mbok jadi gemes liatnya," ujar mbok Inah menciumi pipi Tama.
"Cobalah mbok Inah juga mau bertahan sama-sama Tama," senyum Bara.
"Mbok sudah tua, nak."
"Iya mbok, Bara gak maksa kok."
"Yaudah