“Sakit nggak?” tanya Kirana lirih, matanya menelusuri wajah Elina yang masih terlihat pucat. Suaranya penuh kekhawatiran, namun ditahan dalam kelembutan agar tak menakuti.
Elina menggeleng pelan. Matanya, yang sedikit berkabut oleh rasa nyeri dan bingung, tetap terpaku pada tangan Kirana yang tengah sibuk membersihkan luka di lengannya.
Gerakan tangan itu tenang, penuh perhatian, dan... entah bagaimana, terasa seperti pelukan yang menenangkan.
Tangan Tante Kirana cantik banget, pikir Elina dalam diam. Jarinya panjang-panjang, kukunya terawat rapi, dan kulitnya halus seperti sutra.
Setiap sentuhannya membawa kehangatan, seperti sinar matahari yang menelusup pelan melalui celah jendela pagi.
Tidak seperti Ayah—yang tangannya sering tergesa, kaku, dan bau obat.
Rasa sakitnya seolah menguap. Yang tertinggal hanya detak jantung yang berdebar pelan karena kehangatan yang tak biasa.
Aku jadi makin suka sama Tante Kirana...!
Begitu per