Ekspresi wajah Raynar berubah mendengar nama yang disebutkan Arunika. Dia memegang kedua lengan sang istri, lalu bertanya, “Apa yang temanmu itu katakan?”
“Hanya membahas soal masa lalu dan pertanyaan kenapa aku tidak datang ke pemakaman Nathan,” jawab Arunika dengan wajah malas dan kesal.
Raynar menghela napas lega. Dia mengira ada pembahasan soal kematian Nathan.
“Jika tak senang, hindari saja temanmu itu. Yang terpenting dia tidak mengganggumu,” ucap Raynar sambil mengusap-usap rambut Arunika.
“Iya, untungnya dia satu tingkat di atasku, coba kalau aku sekelas dengannya, bisa-bisa aku frustasi mendengar ocehannya,” balas Arunika.
Raynar tersenyum melihat Arunika yang kesal tetapi menggemaskan seperti biasanya.
“Sekarang sudah lebih baik?” tanya Raynar lalu menyelipkan rambut di belakang telinga Arunika.
Arunika mengangguk-angguk kecil.
“Kalau begitu, pulanglah dulu dan beristirahat,” ucap Raynar sambil menyentuh kedua pipi Arunika, “aku akan pulang larut hari ini, banyak pekerjaan y