Aksen tak henti-hentinya memandangku. Aku dibuat salah tingkah olehnya. Sesekali aku menghalau wajahnya agar berhenti memandangku. Namun, dia seperti tak ingin berjauhan terus menempel di sampingku.
"Jangan menatapku begitu, malu." Aku menutup wajahku dengan selimut, Aksen terus menatapku. Dia langsung membuka selimut yang kugunakan untuk menutup wajahku.
"Tak sia-sia aku menunggumu, sayang," ucapnya mengecup keningku.
"Jangan rayu lagi, masih terasa, nih."
"Kamu candu bagiku," ucapnya yang langsung merangkulku. Astagfirullah, tidak mungkin, kan dia mau menerkamku lagi.
"Kamu membuatku gila, tuan Aksen!" Dia hanya tersenyum tidak jelas mendengar ocehanku.
"Kita kan mau buatkan Arvian adik, Sayang. Harus semangat."
Aku langsung mendelik membuat tuan Aksen tertawa lepas. Namun, entah mengapa aku begitu menyukainya. Ah, sepertinya aku pun sangat menikmati semua ini.
"Bangunlah, Sayang. Sudah lama aku ingin mandi bersamamu," balasnya.
Mandi bareng maksudnya? Duh, kenapa tuan Aksen begit