Aksen terus merangkulku di dalam mobil. Aku pun juga heran dengan tingkahku yang tidak jelas seperti ini.
"Kenapa senyum-senyum begitu?" aku bertanya karena Aksen tak berhenti tersenyum.
"Sering-sering begini, abang suka."
Aneh saja melihatnya begitu terlihat bahagia.
"Kangen sama daddy, besok kita ke sana, ya?" ajak Aksen.
"Besok aku janjian sama Mona, Sayang."
"Janjian dimana?" tanya Aksen penasaran.
"Di restoran dekat rumah sakit," balasku.
"Abang anter, ya, nanti abang mampir ke daddy dan bunda."
"Tumben, Bang."
"Sejak kemarin abang kepikiran, pasti mereka kesepian karena tidak ada Arvian," balas Aksen.
Sebut nama Arvian, jujur aku sangat merindukannya. Bagaimana kabarnya saat ini. Namun, Aksen selalu mengingatkan agar ikhlas karena Arvian bersama ayah kandungnya.
"Arvian baik-baik saja, Sayang. Jangan khawatir." Dia seperti tahu isi hatiku.
"Abang selalu lebih tahu."
"Demi istri, Abang akan lakukan apa saja agar bahagia," balasnya.
Diam-diam Aksen sudah mengirim intel untuk mel