"Maafkan aku, Bang."
"Aku yang salah, bukan kamu," jawabnya.
"Jangan terlalu baik," balasku polos.
"Hm, apa aku berlebihan? Aku merasa justru jahat padamu," jawab Aksen.
"Itu yang membuatku ragu padamu." Sayangnya ucapan itu hanya bisa kuungkapkan di dalam hati.
Selama perjalanan pikiranku masih tak jelas. Semua seperti berkelana di pikiranku. Apa aku ragu dengan Aksen? Entahlah, tapi jujur hatiku dilema dibuat olehnya.
Sesampai di rumah, Aksen tak henti menggodaku. Seperti orang yang sedang dilanda kasmaran. Aku akui dia memang pandai merayu, justru yang menjadi masalah adalah hati ini yang masih tak tenang.
“Apa istri abang mau datang bulan? Moodnya terlihat kacau sekali,” ucap Aksen yang terus menggodaku.
“Sepertinya,” jawabku yang ikut menggodanya.
Sebagai wanita yang memiliki suami, tentu aku berharap memiliki keturunan. Namun, kenyataannya belum ada tanda-tanda aku hamil.
"Apa kita bulan madu lagi?" tanya Aksen yang duduk di sampingku.
"Kita ke Bali," jawabnya sambil tidur