Sisca melepaskan pelukannya perlahan, seolah enggan namun tetap anggun. Ia lalu naik ke atas tempat tidur king size yang didominasi warna kelabu lembut. Tubuhnya bersandar santai pada headboard berlapis kulit, lalu menarik selimut hingga menutupi sebatas pinggang.
“Semari, biar lebih santai,” ucapnya sambil mengulurkan tangan, jemarinya lentik dan dihiasi cat kuku merah marun.
Andreas mendekat, langkahnya tenang namun matanya penuh perhitungan. Ia duduk di sisi ranjang, tak begitu dekat, namun cukup untuk mendengar detak napas Sisca.
“Ayo mulai,” katanya, suaranya berat dan dingin seperti biasa.
“Emily, wanita yang aku laporkan… dia merebut suami kakak sepupuku, dan aku dimintai tolong untuk membalaskan dendamnya,” ucap Sisca datar, namun sorot matanya menyimpan kebanggaan terselubung.
“Jadi, kau sebenarnya tidak punya masalah dengannya?” tanya Andreas, alisnya sedikit terangkat, penasaran dengan sisi lain dari cerita ini.
“Bisa dikatakan begitu,” jawab Sisca santai sambil menyandarka