"Rini, tunggu!" teriak Arjuna.
Aku berdecak kesal karena dia malah mengikutiku. Tidak tahu apa hati ini terasa begitu sakit mendengar celotehannya tadi, apalagi pakai acara menyinggung Ibu yang katanya tidak mengajari tata krama."Kamu dengar, nggak? Tunggu!" teriaknya lagi.Aku terus saja berjalan tanpa menghiraukan panggilannya, sebab hati ini sudah terlanjur sakit."Ikut saya ke rumah dulu baru kamu boleh pulang!"Spontan aku menghentikan langkah karena pria berambut panjang itu tiba-tiba sudah berdiri tepat di depanku."Nggak mau!" ketusku mencoba melewati tubuh kekarnya, tapi dia terus saja menghalangi pergerakkanku, persis seperti orang sedang bermain gerobak sodor."Kamu harus jelaskan ke Ibu supaya dia tidak lagi marah sama saya!"Aku mendongak menatap wajahnya, dan ternyata dia juga sedang memindaiku hingga tanpa sengaja pandangan kami saling bersirobok."Kamu itu kepala batu banget ya, Mas