Silakan Ambil Suamiku

Silakan Ambil Suamiku

By:  Ida Saidah  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
8
3 ratings
69Chapters
49.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Ditinggal menikah lagi karena disangka mandul, siapa takut? Biar waktu yang akan menjawab siapa yang sebenarnya subur dan siapa yang tidak sehat. Aku juga pengen lihat seperti apa reaksi istri baru suamiku jika tahu laki-laki yang dia nikahi itu tidak memiliki apa-apa, karena kekayaan yang selalu dia pamerkan semuanya murni punyaku, warisan dari almarhum ayah.

View More
Silakan Ambil Suamiku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Imgnmln
Hallo Kakak, mohon maaf sebelumnya .... Mampir juga di novelku yaa^^ Istri Sah, sang Presdir Dingin. Terima Kasih<3
2023-07-05 21:57:22
1
user avatar
Astrina Manullang
penasaran dengan ceritanya, tetap harus sabar karena ga punya koin,semoga bisa membaca sampai tuntas
2023-06-22 02:17:21
0
user avatar
Dewi Rb
cepatlah tulis kelanjutan nya "silahkan ambil suamiku" thor.lama kali
2023-05-23 19:19:35
1
69 Chapters
Part 1
[Rin, ini suami kamu bukan sih?] Pesan dari Irma--sahabatku, menunjukkan sebuah foto pernikahan seorang laki-laki yang wajahnya mirip sekali dengan suamiku.Sekali lagi kuperbesar foto tersebut, dan ternyata benar. Dia adalah Mas Hakam suamiku dan Ratih wanita yang selalu datang ke rumah ibu mertua dan selalu dibanding-bandingkan denganku oleh orang tua suamiku, karena hingga saat ini kami belum juga dikaruniai seorang anak.[Temenin aku ke sana, Ir.] Send.Dengan emosi yang sudah meledak-ledak kuambil tas yang tergantung di dalam lemari, mengambil sesuatu yang aku simpan bertahun-tahun lamanya di dalam brankas, antisipasi jika mereka nanti menghinaku serta menyebut kalau diri ini mandul di depan semua orang.Tidak lama kemudian Irma sudah berada di halaman rumah. Kebetulan jarak tempat tinggal kami tidak terlalu jauh, jadi tidak butuh waktu lama untuk dia sampai di rumahku."Kamu jangan sampai terbawa emosi nanti di sana, Rin. Kita pastikan dulu dia benar-benar Mas Hakam atau bukan,
Read more
Part 2
Hampir semua tamu undangan menatap ke arahku ketika diri ini melewati mereka sambil membawa baju Mas Hakam. Ada yang menatap iba, ada juga yang menatap mencemooh seolah akulah yang salah dalam hal ini. Bahkan ada seorang ibu yang mengatakan kalau aku ini perempuan tidak berperasaan, karena berani mempermalukan suami di depan banyak orang."Laki-laki punya istri lebih dari satu itu wajar kali, Mbak. 'Kan agama kita juga tidak melarangnya, yang penting dia masih adil!" celetuk ibu tersebut ketika aku melintas di depan dia.Aku menoleh dan melempar senyum kepada wanita itu, kemudian tersenyum kepada laki-laki yang berada di sebelahnya yang sepertinya dia adalah suami ibu tersebut."Selamat, Bapak dapat lampu hijau dari istri Bapak untuk menikah lagi! Saya punya teman masih single dan siap menjadi istri kedua Bapak jika berkenan!" ucapku enteng sambil berusaha menahan emosi yang masih meninggi serta sulit terkendali. Aku lihat wajah si Ibu sudah memerah padam seperti kepiting rebus. Lag
Read more
Part 3
Setelah berdandan rapi, gegas diri ini keluar dari kamar, menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja kemudian melajukan kendaraan roda empatku menuju rumah mertua tidak tahu diri itu. Kebetulan mobil Mas Hakam terparkir di halaman rumah, menandakan kalau laki-laki tidak tahu diuntung itu sedang berada di rumah sang ibu.Tanpa basa-basi keluar dari mobil, menggedor pintu rumah mereka, ah, lebih tepatnya rumahku sambil berteriak memanggil nama Mas Hakam "Kamu itu memang benar-benar wanita tidak berpendidikan ya, Rini? Nggak tahu etika serta sopan santun!" sungut Ibu seraya membuka pintu.Aku mengangkat satu ujung bibir. Untuk apa harus menggunakan etika jika bertamu ke rumah manusia-manusia tidak beradab. "Mana Mas Hakam?!" tanyaku seraya menerobos masuk melewati Ibu."Dia lagi di kamar bersama istrinya. Hari ini jatahnya Hakam bersama Ratih. Jatah kamu nanti akhir bulan, itu pun kalau Ratih mengizinkan."Aku berjalan menuju kamar suami dan menggedor pintunya. Tidak ada respon
Read more
Part 4
Kembali kuletakan ponselku di atas meja, menunggu reaksi Mas Hakam selanjutnya karena aku tidak membalas pesan juga mengangkat panggilan darinya. Bukannya ingin menjadi istri durhaka, akan tetapi luka yang telah dia torehkan sudah terlalu dalam dan tidak dapat dimaafkan. Jika biasanya ketika aku dihina serta dicaci maki Mas Hakam hanya diam tanpa membela aku masih maklum, sebab dia juga ingin menjadi anak yang berbakti kepada Ibu. Tapi kesalahan suami kali ini terlampau fatal. Dia telah mengkhianati cinta suci yang selalu aku jaga, menikahi perempuan lain tanpa sepengetahuan dariku.Jangan pernah ditanya masalah perasaanku terhadap dia. Sebab jujur, cinta dalam sanubari masih terlalu dalam dan sulit untuk dihilangkan. Namun aku akan berusaha mengikis perlahan rasa itu hingga habis tak tersisa.Mengambil nafas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Rasanya begitu sakit mengingat pengkhianatan yang telah Mas Hakam lakukan.Memangnya apa kurangnya aku? Selama lima tahun menikah,
Read more
Part 5
#Hakam“Mas, aku hamil!” ucap Ratih seraya menunjukkan test pack bergaris dua dan bergelayut manja di pundak.Aku terkesiap dengan bola mata membulat sempurna mendengar kabar tersebut. Antara bahagia sekaligus takut. Bahagia karena aku memang benar-benar ingin memiliki keturunan, tetapi takut jika sampai Andarini istriku tahu kalau aku diam-diam pernah melakukan hubungan terlarang dengan Ratih.“Kok kamu diem aja, Mas? Nggak seneng ya, denger kabar kehamilan aku?” Ratih memonyongkan bibir manja.“Se-seneng kok, Ra. Hanya saja...” Menggantung kalimat, bingung harus berkata apa.“Hanya saja apa?” Dia semakin mempererat pelukannya.Ratih memang begitu agresif. Pertama kenal saja sudah berani peluk-peluk, apalagi setelah kejadian malam itu. Dia semakin berani kepadaku, bahkan sering mengajakku ngamar, namun aku menolak karena cukup sekali saja aku melakukan kesalahan fatal yang melanggar norma agama. Aku juga tidak tahu kenapa setelah makan masakan Ibu malam itu, tiba-tiba badanku teras
Read more
Part 6
#Andarini.[Rin, transfer duit sepuluh juta sekarang.] Aku mengambil napas dalam-dalam membaca pesan dari Mas Hakam.Tidak pernah berubah. Selalu saja menadahkan tangan tanpa rasa malu. Sudah berkhianat, masih mengharapkan uang dariku juga. Tidak akan kuberikan walaupun hanya sepeser saja. Pasti saat ini dia sedang kebingungan karena sudah jatuh tempo pembayaran angsuran mobil, dan gajinya tidak cukup untuk menutupi kebutuhannya.Kita lihat saja, Mas. Sampai kapan kamu akan bertahan dengan kemiskinan yang selalu berusaha kamu hindari. Makanya, kalau susah jangan bertingkah. Jadi repot sendiri 'kan?Lagi, ponsel yang tergeletak di atas meja kembali berdering. Ada panggilan masuk dari Mas Hakam, namun sengaja kuabaikan. Aku juga tidak memblokir nomernya, karena ada kepuasan tersendiri jika melihat dia terus saja memohon kepadaku.Bukannya sombong. Tapi selama ini sudah terlalu baik kepada keluarga tidak tahu diri itu, tetapi semua kebaikan yang kuberikan malah dibalas dengan pengkhian
Read more
Part 7
Segera kuhubungi Om Risman, memintanya mengangkat tubuh Ratih dan membawanya ke rumah sakit terdekat dari rumah."Agak cepetan, Om. Aku takut terjadi sesuatu dengan kandungan Ratih," ucapku gemetar. Bukannya takut karena tidak sengaja mendorong Ratih hingga perutnya terbentur, akan tetapi merasa bersalah kepada calon jabang bayi yang ada di perut wanita itu jika sampai terjadi apa-apa terhadapnya."Kenapa dia bisa pingsan seperti ini, Mbak?" tanya Om Risman sambil tetap fokus mengemudi."Tadi dia jambak aku dan nggak sengaja kedorong sama aku, Om. Perutnya kebentur meja!""Inalillahi.""Memangnya dia meninggal, Om? 'Kan masih bernapas. Cuma pingsan doang!""Mengucap inalillahi itu bukan hanya ketika mendengar orang meninggal saja, Mbak. Tapi bisa diucapkan juga saat kita mendengar orang lain terkena musibah.""Berarti Om juga harus mengucap inalillahi sama aku karena dapet musibah suami parasit dan tukang selingkuh dong?" Menatap wajah Om Rusman dengan mimik serius.Lelaki dengan jamp
Read more
Part 8
#HakamAku mengusap sudut bibir yang terasa nyeri serta mengeluarkan cairan merah akibat pukulan satpam sia*an itu. Bisa-bisanya Rini menyuruh orang untuk memukuli suaminya hingga babak belur seperti ini. Tidak punya perasaan. Sial banget hidupku sekarang. Sudah dibohongi oleh Ratih, dihadiahi bogem mentah pula oleh si Risman.Sambil meringis menahan sakit masuk ke dalam mobil, melajukannya dengan kecepatan rata-rata membelah kemacetan kota hingga perputaran keempat roda mobilku berhenti di halaman rumah yang ditinggali oleh Ibu."Kamu kenapa, Kam? Kok wajah kamu babak belur begitu?" tanya Ibu seraya mengusap pipiku yang masih terasa berdenyut nyeri."Bukan urusan Ibu!" Aku menjawab ketus, merasa kesal karena Ibu sudah bersekongkol dengan Ratih untuk membohongi diriku."Kamu mulai berani sama Ibu?" Aku tidak menyahut dan terus saja berjalan melewati perempuan yang telah melahirkanku tiga puluh tahun yang lalu itu.Rasa kesal, malu juga marah bercampur menjadi satu. Jika saja tidak ta
Read more
Part 9
Aku mengepalkan tangan di samping tubuh, merasa kesal sekaligus marah kepada istri karena dia selalu bertindak semena-mena terhadap keluargaku. Baru punya rumah dan beberapa butik saja sudah sombong. Dia bisa maju begitu juga karena campur tangan dari suaminya. Kalau aku tidak memberi restu serta dukungan, dia bukan siapa-siapa juga tidak memiliki apa-apa. Dengan perasaan marah yang sudah membuncah kulajukan kendaraan roda empatku menuju rumah Ibu, dan segera berlari masuk ketika melihat Rini beserta antek-anteknya sedang berdiri dengan congkaknya di halaman rumah."Kamu tega mengusir Ibu, Rini?!" sentakku seraya menarik kasar lengan istri, sampai dia meringis kesakitan."Iya! Memangnya kenapa? Tidak boleh?!" Dia menepis kasar tanganku sambil menatap menghunus wajahku penuh dengan kebencian. Entah mengapa Rini yang sekarang ini sudah tidak lagi seperti yang dulu. Sifat lemah lembutnya telah luntur. Tuhan telah menunjukkan sifat aslinya yang ternyata begitu kejam serta tidak berperas
Read more
Part 10
"Dasar perempuan gila. Kenapa kamu mengusir saya dari rumah saya sendiri?!" pekik Ibu.Ya Tuhan. Bahkan sampai Ibu berteriak serta menangis tersedu hati Rini tidak jua tergerak. Dia tetap bersikeras mengusir kami pergi meninggalkan rumah yang sudah ditempati Ibu selama tiga tahun setengah."Rumah Ibu? Jangan mimpi. Rumah ini milik mendiang Ayah dan aku akan menjadikannya penampungan anak-anak jalanan serta yatim piatu." "Kenapa kamu lebih mementingkan orang lain daripada kami, keluarga kamu sendiri, Rini?!" Mau tidak mau aku ikut angkat bicara."Apa, keluarga sendiri? Coba kamu tanya sama ibu kamu, selama kita hidup bersama, pernah nggak dia menganggap aku sebagai keluarga? Tidak 'kan? Ibu selalu menganggap aku sebagai parasit, padahal dia dan kamulah yang menggerogoti harta aku. Numpang hidup sama aku, tapi tidak pernah menganggap aku ini ada. Bahkan Ibu sampai mencarikan kamu istri baru karena takut aku menghabiskan uang aku sendiri. 'Kan lucu!" Rini mengangkat satu ujung bibir."
Read more
DMCA.com Protection Status