Aku segera pergi meninggalkan Zulham, untuk kembali pulang ke rumah. Setelah berjanji tadi akan menemuinya lagi malam nanti.
Niatku sudah bulat, Teh Niken pun mendukung malah terus menyuruhku, untuk segera pergi dari kampung ini.
Sesampainya di rumah, terlihat emak sedang sibuk bertelepon di bangku depan teras rumah, bangku yang sama dengan yang kududuki tadi sebelum bertemu dengan Zulham. Paras wajahnya seperti menyimpan amarah. Aku pun segera duduk di depan emak, tidak beberapa lama, dia pun mematikan sambungan teleponnya.
"Nelpon siapa, Mak?" tanyaku ke emak, mataku terus saja menatapnya. Untuk terus mengingat wajahnya, jikalau aku jadi pergi nanti, lalu kangen dengan emak. Karena walau bagaimana pun, emak tetap ibu kandung yang melahirkan aku.
Aku tidak tahu, sampai berapa lama kepergianku nanti. Seburuk apa pun sifat dan kelakuan emak, dia tetap adalah seorang ibu. Aku pasti akan merindukannya nanti.
"Si Astuti benar-benar keterlaluan, pergi berhari-hari, telepon nggak diangkat,