Aku tidak tahu takdir macam apa lagi yang sedang digoreskan Sang Pemilik Hidup kali ini. Langit malam yang terlihat dari jendela kecil pesawat terasa terlalu tenang—seolah sengaja mengejek badai yang sedang berputar dalam dadaku.
Seberapa pun kuatnya aku menghindar tadi, nyatanya—tanpa sadar—aku justru berlari mendatanginya. Ke pesawat ini. Ke arah lelaki yang selama ini ingin kulupakan. Dunia kadang bermain ironi dengan cara paling licik. Disaat kita ingin menjauh, takdir justru menggiring langkah kita tepat kembali ke pusat luka.
Lampu kabin telah diredupkan. Cahaya lembut berpendar dari panel atas, menciptakan nuansa hening yang mengundang tidur. Tapi bagiku, malam ini tak bisa kuletakkan di bantal begitu saja.
Aku tak tahu apa tujuan Aslan ke Paris. Mungkinkah urusan bisnis? Atau... urusan yang lebih pribadi? Satu hal yang membuat dadaku sesak adalah kenyataan bahwa firasatku kembali benar. Hidupku tak akan lagi tenang. Seperti empat tahun lalu, luka itu belum sembuh. Dan kini dia