Riuh obrolan mereka terhenti ketika rombongan Kay tiba. Prabu memilih menunggu di ujung pelaminan karena tak memungkinkan kursi roda untuk naik ke atas undakkan tangga. Kay besama Guntur dan Rini berjalan. Langkah Kay mengayun pasti, kepalanya mendongak penuh rasa percaya diri, sepasang netranya menatap penuh keberanian. Anting-anting yang berkilau membuat tampilannya terlihat lebih dewasa dan sangat elegan.
“Hay, Kay! Masih inget gue, gak?” Herman dan Rafka malah berebut menyambut Kay, sebelum Kay tiba di depan dua pengantin. Senyum pada bibir Kay yang berwarna nude tersungging. Dia menerima uluran tangan Rafka dan Herman bergantian.
“Hmmm, Rafka, Herman? Bener ‘kan?” Kay mengumpulkan memorinya. Tujuh tahun, bukan waktu yang sebentar. Apalagi tampilan Rafka dan Herman, sudah banyak berubah. Mulai dari tubuhnya yang awalnya kerempeng, kini lebih berisi. Juga bulu-bulu halus yang tumbuh pada wajah mereka, membuat tampilan mereka sedikit berbeda.
“Ah, thanks, Kay. Masih inget kita. E