“Biar Kay bukain pintunya, Bang!” Kay yang malas berdebat panjang, memilih menghindari Pak Duda yang menyebalkan itu. Dia segera berjalan tergesa dan membukakan pintu. Hanya saja, bahunya melorot seketika melihat sosok yang berdiri di sana sambil menatapnya.
“Kay, boleh bicara?” Rey sudah berdiri dan menatap Kay dengan pandangan yang terlihat penuh kerinduan. Jakunnya naik turun melihat tubuh molek Kay dan wajah cantik Kay yang terlihat menggemaskan.
“Mau bicara apa, Kak Rey?” Tanya Kay, berusaha tetap tenang. Sedikit terkejut, Kay tak menyangka, Rey nekat mendatangi rumahnya.
“Boleh ikut Kakak sebentar. Di pekarangan depan saja. Di bawah pohon mangga itu … hmm … tempat kita, dulu.” Rey menoleh ke arah luar. Di sana ada satu bangku di bawah pohon manga di tepi kiri rumah Kay.
“Kak Rey! Lagi apa sih di sini!” Suara itu terdengar ngos-ngosan. Marsha berlari memburu Rey. Dia sudah memeluk Rey, sebelum Kay menjawab ajakan Rey.
“Cha?” Rey tampak kaget melihat istrinya menyusul.
“Kak Rey