Seperginya rombongan Prabu, Kay dan keluarga masuk kembali ke dalam rumah. Namun, pikiran Kay tetap melayang pada Marsha. Kenapa perempuan itu begitu membencinya. Usai mengganti pakaian, Kay tampak sudah bersiap-siap untuk keluar.
“Kay mau ke mana?”
“Ke depan, Bang. Nyari angin.”
Waktu maghrib baru saja berlalu, Kay berjalan sendirian dan menuju rumah Marsha. Dia merasa memang harus bicara empat mata dengan Marsha.
“Ah, Kay? Masuk ‘Kay?”
Maretha---ibunda Marhsa mempersilakan Kay masuk.
“Di teras saja Tante, adem. Boleh bicara sama Marshanya bentar?”
“Oh, bentar. Tunggu di sini ya, Tante panggilkan.”
Kay duduk menunggu sambil menenangkan hati yang sebetulnya dipenuhi letupan-letupan emosi. Dia lelah dengan semua perbuatan Marsha dan tak bisa diam saja. Tadi pun, andai tak ingat memakai kebaya, dia sendiri yang maju menghadapi Marsha.
Tak berapa lama, orang yang ditunggu Kay muncul. Wajahnya terlihat mengibarkan bendera perang.
“Ngapain kamu ke sini, Kay? Mau godain Kak Rey atau