Kamar itu kacau. Sprei kusut, bantal terlempar ke lantai, dan pakaian berserakan seperti jejak dari pertempuran panas yang terjadi semalam. Xavier terbangun dengan dahi berkerut, tidak karena kekacauan di sekelilingnya, melainkan karena satu hal yang paling ia benci, bangun tanpa seseorang yang semalam menemaninya.
Dengan malas, ia mengusap wajahnya, lalu bangkit dari ranjang. Suasana sunyi sempat membuatnya tak tenang… sampai hidungnya menangkap aroma gurih telur yang digoreng dengan mentega. Aroma itu menuntunnya keluar kamar, membuat langkahnya bertambah cepat dan penasaran.
Begitu tiba di ambang pintu dapur, pemandangan di depannya membuat Xavier terdiam sejenak.
Hazel berdiri membelakanginya, mengenakan kemeja abu-abunya yang jelas terlalu besar untuk tubuh mungilnya. Namun justru karena itulah, pakaian itu hanya menutupi separuh pahanya, menyisakan kaki jenjang yang terekspos begitu menggoda. Lengan baju dilipat asal di atas siku, rambut panjangnya dikuncir asal seperti baru ban