“Kau ingin menyelamatkannya dariku?” suara Xavier begitu dingin, namun berdesing di telinga Hazel seperti pisau yang diasah. “Kalau begitu, serahkan dirimu padaku.” Hazel terperangah, “Brengsek! Kau pikir ini semacam transaksi kotor? Aku bukan barang yang bisa kau tawar!” Xavier perlahan mendekat, menghapus jarak di antara mereka. Dengan kasar dan mendominasi, ia mencium Hazel dengan penuh gairah. Sebuah penanda, seolah berkata, 'kau milikku sekarang.' Hazel terhentak, tubuhnya gemetar karena kaget dan marah. Tapi Xavier hanya menyeringai puas, seperti predator yang tahu mangsanya mulai terperangkap. “Kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu ini…” bisiknya di telinga Hazel, suaranya rendah dan menggetarkan saat Xavier melanjutkan. “...kucing liarku.” __ Awalnya, Hazel hanya ingin membantu saudaranya dari pria bernama Xavier. Sebuah niat sederhana, tapi langkah kecil itu justru membawanya ke gerbang mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan. Dunia gelap yang dipenuhi darah, pengkhianatan, dan bayangan seorang pria yang tak seharusnya masuk dalam hidupnya. Di saat pikirannya diliputi kebencian dan tubuhnya dipenuhi adrenalin, Hazel justru disambut kenyataan pahit, tunangannya sendiri berselingkuh. Hancur dan marah, ia pergi ke bar, membiarkan alkohol menelan logikanya. Ia hanya ingin melupakan. Namun malam itu, sebuah kesalahan fatal terjadi. Dalam kabut mabuk dan luka hati yang menganga, Hazel terjatuh dalam pelukan pria yang paling ia benci… dan bangun di ranjang Xavier Lautaro Davis. Dan sejak malam itu, hidup Hazel tak lagi menjadi miliknya. Setiap langkah untuk menjauh hanya membuatnya semakin tenggelam. Dalam permainan kekuasaan yang kejam, dan hasrat yang tak bisa dijelaskan, Hazel menyadari satu hal, semakin ia membenci Xavier, semakin kuat belenggu yang pria itu lilitkan di sekelilingnya. Kini, pertanyaannya bukan lagi bagaimana cara keluar, tapi berapa harga yang harus dibayar untuk bebas dari obsesi seorang Xavier Lautaro Davis?
Lihat lebih banyak“Ikut denganku, aku tidak akan membiarkanmu menikah dengan pria brengsek itu.”
Suara Hazel terdengar mantap, meski jantungnya berdegup kencang. Ia tau resikonya, tapi tak peduli. Ia hanya ingin membawa gadis itu pergi dari mimpi buruk.
Tapi kemudian...
“Memangnya kau bisa membawa calon istriku ke mana?”
Suara berat dan dingin itu menghentikan gerakannya.
Tubuh Hazel langsung menegang. Udara di sekitarnya mendadak terasa menipis. Dengan pelan, ia menoleh, dan seperti mimpi buruk yang terwujud, Xavier berdiri di sana. Tegak, santai, dan mengerikan. Senyum tipis di bibirnya tak menunjukkan kebahagiaan, itu ancaman. Sorot matanya menusuk seperti belati.
Hazel secara refleks berdiri di depan Luna, melindunginya. Gadis ini seharusnya menikah dengan saudara Hazel, bukan dengan psikopat gila itu!
“Xavier…” gumamnya pelan, seperti mencicipi nama yang terasa pahit di lidah.
“Kenapa kalian begitu menginginkan gadis ini? Apa kalian tidak tahu besok adalah pertunangan kami?” ucap Xavier, tenang tapi tajam seperti pisau yang baru diasah.
Hazel menatapnya lurus. Ia tak akan mundur. “Aku rela Luna menikah dengan siapa pun… asal itu bukan kau,” katanya. “Kau terlalu brengsek untuknya.”
Xavier menyapu Hazel dari kepala hingga kaki, seolah menilai nilainya seperti barang murahan. Hazel bisa merasakan amarah membara dalam dada. Tapi ia tetap berdiri tegak.
“Sebaiknya kau menyingkir sebelum aku yang membuatmu menyesal,” ucap Xavier dingin.
Hazel mengangkat dagunya, tubuhnya menegang siap bertarung. “Kau pikir aku takut pada ancamanmu?”
Dan benar saja, pria itu melangkah.
Hazel menghalangi. Tangannya terangkat, melindungi Luna. Ia tahu tubuhnya tak sebanding dengan kekuatan Xavier, tapi jika ia bisa memberi waktu untuk Luna kabur, sedetik saja, itu sudah cukup.
Xavier tampak muak. “Kau benar-benar membuang waktuku,” geramnya.
"Oh ya? Apa kau berani menyakiti wanita?" ejek Hazel dengan suara penuh cemooh.
“Kenapa tidak?” senyum sinis Xavier mengembang sebelum tubuhnya bergerak seperti kilat.
Hazel nyaris tak melihatnya.
Refleks, tangannya menangkis dan berhasil! Bahkan Xavier terdorong dua langkah ke belakang. Jantung Hazel berdegup lebih kencang, tapi ia tahu... itu belum apa-apa.
Dan benar saja.
Dalam satu kedipan, dunia Hazel jungkir balik. Tubuhnya melayang. Dada terasa remuk saat punggungnya membentur dinding. Suara keras menggemuruh di telinganya, lalu semuanya kabur.
Sakit. Tapi ia memaksa bangkit.
Luna berteriak, suara gadis itu pecah oleh ketakutan. Tapi Xavier sudah kehilangan kendali. Dia menyerang seperti binatang buas. Hazel mencoba melawan, tapi pukulannya tak seberapa dibanding kekuatan mentah pria itu. Ia terlatih, ya, tapi ini bukan sekadar pertarungan fisik. Ini seperti melawan monster.
Untuk kedua kalinya, tubuh Hazel menghantam dinding. Kali ini lebih keras. Pandangannya kabur, tapi ia tetap mencoba bangkit. Belum sempat berdiri penuh, tangan dingin mencengkram lehernya.
Udara lepas dari paru-parunya.
Tubuhnya terangkat, menggantung. Hazel mencakar tangan Xavier, mencoba melepaskan diri, tapi tak ada hasil. Pandangannya mulai menghitam.
“HAZEL!!” jerit Luna.
Hazel tak bisa menjawab. Bahkan bernafas pun sulit.
“Lucu,” bisik Xavier di telinganya. “Kau seperti anak kucing yang mencakar harimau.”
Cengkramannya semakin kuat. Hazel merasa dunia semakin jauh… semakin gelap… dan nafasnya terasa berat.
Lalu ia jatuh seiring Xavier melepaskan cengkramannya.
Udara kembali mengalir ke paru-parunya dengan keras. Ia terbatuk, terengah, tubuhnya bergetar.
Tapi Xavier belum selesai.
Tangannya mencengkram rahangnya, keras, menyakitkan. Hazel bisa mendengar tulangnya berderak pelan.
“Beritahu kakakmu,” bisik pria itu. “Kalau dia tak berhenti… maka aku yang akan menghentikannya. Dan itu... akan jauh lebih menyakitkan dari ini.”
Satu dorongan. Hazel kembali terhempas ke lantai. Dunia berputar, lehernya terasa perih, begitu juga bekas cengkraman Xavier di rahangnya.
Matanya terbuka saat melihat Xavier menarik Luna menjauh. Gadis itu masih berusaha meronta, air mata membasahi wajahnya.
Hazel menggertakkan gigi, tubuhnya gemetar bukan hanya karena sakit... tapi karena marah.
Mulai hari ini, hanya ada satu nama yang akan selalu ada di dalam kepalanya.
Satu nama yang telah masuk daftar hitam kebenciannya… orang yang ingin ia lihat kehancurannya.Xavier.
Pagi itu, udara Italia menyambut dengan kehangatan yang menenangkan. Laut berkilau, mentari memeluk pelan kulit bumi yang masih lembab sisa embun malam. Hazel membuka jendela kamarnya yang semalam tidak ia tutup dengan gorden, dengan penuh perasaan ia menghirup dalam-dalam udara laut yang segar.Hari ini, ia telah merencanakan liburan kecil untuk dirinya sendiri. Sebuah yacht pribadi, laut tenang, dan waktu untuk menikmati segalanya... sendirian. Ya, hanya dirinya dan lautan. Tak ada gangguan. Tak ada keributan. Tak ada...dia.Dengan semangat, Hazel melangkah menuju dermaga, kacamata hitam bertengger di atas kepalanya, senyum menggantung tipis di wajah. Ia sudah menyewa sebuah yacht untuk menikmati udara tenang dan hangat ini tanpa gangguan, ya begitulah rencana awalnya, sampai kekecewaan yang akhirnya Hazel dapatkan.Senyum itu langsung pudar begitu ia melihat sosok menyebalkan itu berdiri santai di atas dek yacht, tangan bersandar pada pagar kapal, dan tentu saja senyum angkuh mengh
Hazel akhirnya tiba kembali di penginapan, tanpa gangguan dari Xavier, tanpa suara langkah yang mengintai, hanya kesunyian malam yang menggantung di udara. Ia menutup pintu kamarnya perlahan, seolah takut suara berderit bisa memicu masalah lain.Dengan langkah lesu, ia menjatuhkan diri ke atas ranjang. Punggungnya menyentuh kasur dingin, dan sebuah helaan nafas panjang lolos dari bibirnya. Matanya terpejam sejenak, lalu terbuka menatap langit-langit yang tak menawarkan jawaban apa pun."Ini benar-benar di luar nalar," batinnya. "Aku pergi jauh-jauh ke Italia demi menjauh dari Xavier, untuk menikmati hidup santai meski sejenak. Tapi ternyata aku justru datang ke tempat asalnya, seolah semesta sedang mempermainkanku."Hazel menggigit bibir bawahnya, perasaan frustasi dan lelah bergumul di dadanya. "Setiap kali aku berada di tempat yang sama dengannya... selalu ada yang tidak beres. Selalu ada yang berbahaya. Dan aku lelah."Ia hendak kembali memejamkan mata, berharap tidur bisa menghapu
Angin malam Italia berhembus lembut, membawa aroma sungai Arno yang mengalir tenang di bawah cahaya bulan. Hazel berdiri di balkon kecil hotel tempatnya menginap, membiarkan semilir udara segar menyapu rambut dan wajahnya yang masih menyimpan sisa-sisa lelah dari perjalanan panjang.Matanya mengamati panorama kota Firenze yang menyala hangat oleh lampu jalan dan sinar dari jendela toko-toko tua. Di kejauhan, kubah-kubah bangunan klasik berdiri megah, seolah menyambutnya ke dalam kisah lain yang akan segera dimulai.Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, Hazel merasa sedikit bebas. Tidak ada bayangan yang membuntuti, tidak ada suara langkah tergesa di belakangnya, dan tidak ada darah. Hanya ketenangan... setidaknya begitu yang ia harapkan.Ia mengenakan mantel tipis, lalu melangkah keluar dari hotel. Tujuannya sederhana, mencari makan malam dan menikmati malam di negeri asing ini. Langkahnya menyusuri jalanan berbatu khas kota tua, hingga matanya menangkap sebuah restoran k
Hazel tidak pulang ke apartemennya malam itu. Setelah kejadian gila yang datang tak diundang, ia memilih mengikuti Nico ke apartemen pria itu. Begitu pintu tertutup rapat di belakang mereka, Hazel menjatuhkan tubuhnya ke sofa, lelah, dingin, dan penuh kekacauan. Nafasnya masih belum stabil, dan rambutnya berantakan menempel di wajah yang pucat.Nico berdiri sejenak di dekat pintu, memeriksa ulang kuncinya sebelum matanya menatap Hazel yang tampak jauh dari biasanya. Penuh luka kecil, tanpa sepatu, dan terbalut gaun pesta yang kini tampak seperti sisa dari medan perang.“Bagaimana kau bisa ada di tempat itu?” tanyanya akhirnya. Suaranya datar, tapi sorot matanya menunjukkan kekhawatiran yang tak mampu ia sembunyikan. “Beberapa menit sebelumnya, bukankah kau masih di pesta?”Hazel hanya menoleh sambil menyandarkan kepala ke punggung sofa. Tatapannya kosong. “Setelah kau meneleponku tadi… aku keluar, dan semuanya berantakan dalam hitungan menit.”Nico melangkah lebih dekat, kali ini nada
Gaun biru laut membalut tubuh Hazel dengan anggun, mengalir lembut mengikuti langkah kakinya yang mantap memasuki ballroom megah yang dipenuhi cahaya keemasan. Di wajahnya, topeng hitam elegan menyembunyikan identitasnya, menyatu sempurna dengan atmosfer pesta topeng yang memancarkan kesan eksklusif dan rahasia. Namun Hazel tidak datang sendiri, secara kebetulan, ia bertemu Nico di perjalanan, dan tanpa banyak bicara, menyeret lelaki itu bersamanya.Nico yang berjalan di sampingnya tampak tak nyaman, bibirnya menekan kesal. “Apa kau sudah gila?” gumamnya pelan namun tajam.Hazel menyeringai santai. “Kau juga tidak sibuk, kan? Apa salahnya kalau kau menemaniku datang ke pesta?”“Kita tidak sedekat itu. Hanya karena Luna menikah dengan kakakmu, sekarang kau malah memanfaatkan diriku,” sahut Nico ketus.Hazel hanya terkekeh ringan, tak menanggapi lebih jauh. Ia tahu Nico tidak akan pernah bisa benar-benar menolaknya jika ia sudah memaksa. Tapi demi menjaga mood pesta tetap nyaman, ia memb
Hari masih pagi saat Hazel kembali ke New York, pekerjaan Jacob sudah ia ambil alih semua dan kini ia tinggal melakukan tugasnya sendiri. Di sebuah perusahaan besar yang sejauh ini dikelola oleh Jacob, Hazel menuju ruang CEO, di dalam ruangan itu tidak kosong karena Dustin duduk di sana mengambil alih perusahaan sementara waktu.“Selamat pagi sayang, kau baru tiba?” sapa Dustin dengan senyum kecil.Hazel menghempaskan tubuhnya ke sofa kulit di sudut ruangan, ekspresinya lelah dan jenuh. “Aku ingin liburan,” katanya pelan.“Berapa lama?” Dustin menanggapi ringan, tanpa terlihat terkejut.Hazel menghela nafas, matanya menatap kosong langit-langit ruangan, “Entahlah, mungkin sampai aku puas. Beberapa waktu terakhir aku sulit fokus, jadi aku ingin liburan ke Venice.”“Pergilah, kalau itu yang kau mau.” Dustin memberi izin tanpa banyak tanya, suaranya tenang, seolah memahami bahwa Hazel butuh jeda.Hazel menyandarkan kepalanya, mungkin dengan liburan ini ia bisa bersantai. Ia sengaja memil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen