"Bukan nggak rela, Pak. Tapi mainan itu 'kan nggak salah, meskipun yang memberikannya punya salah. Jadi nggak perlu dibuang," jawab Laura, menatapku dengan serius. Tatapannya menunjukkan keyakinan yang kuat pada pendiriannya.
"Tapi buat apa disimpan kalau Qiara sendiri nggak mau memainkannya? Kan sama saja mubazir... mending dibuang," kataku, suaraku terdengar sedikit kesal. Aku masih merasa tak puas dengan penjelasannya. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di hatiku.
"Untuk sekarang biarkan saja, Pak. Bisa saja suatu hari nanti dia menanyakan mainan itu," kata Laura lembut, pandangannya tertuju pada Qiara yang masih asyik menonton. Ada ketulusan dan kasih sayang yang terpancar dari matanya.
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Tapi kamu nggak ada niat buat kembali sama Agus 'kan, Yang?"
Aku memberanikan diri untuk mengatakannya. Sekarang, kita akan menjadi satu keluarga. Tak ada lagi yang perlu disembunyikan. Aku perlu kepastian.
Laura tersenyum, se