Beberapa minggu setelah lamaran romantis yang dilakukan oleh Rafi, pagi itu matahari bersinar hangat di halaman belakang sebuah vila kecil di pinggiran kota.
Mereka akan melangsungkan pernikahan. Tidak ada pesta megah, hanya dekorasi sederhana—kursi kayu berderet rapi, taburan kelopak mawar di jalan setapak menuju altar kecil bercahaya matahari, dan tirai-tirai putih tipis melambai ditiup angin pagi.
Meta melangkah menuju altar, mengenakan gaun putih sederhana berpotongan klasik. Rambutnya digelung longgar dan dihiasi sejumput bunga kecil berwarna pastel. Ia melirik ke sekeliling.
Hanya ada beberapa orang di sana: orang tua Rafi, sahabat terdekat seperti Jihan dan suaminya, beberapa rekan kerja yang paling mereka percaya, tersenyum hangat di salah satu kursi terdepan.
Meta sempat menahan napas ketika melihat Rafi di ujung altar. Lelaki itu mengenakan setelan krem lembut, dasi biru tua, dan senyumnya begitu lebar hingga mata itu bercahaya.
Ia