Michelle baru saja meletakkan ponsel, tapi wajahnya masih menegang. Baru lima menit lalu, telepon dari Mama-nya diputus sepihak. Ia kesal, tapi tahu, ini belum selesai. Ia memencet nomor yang sama. Telepon tersambung.
“Hallo. Mama tak mau kamu mendebat rencana yang sudah Mama buat,” suara Melinda terdengar langsung, dingin.
“Michelle nggak mau debat, Ma. Tapi Michelle cuma mau bilang, Mama itu nggak perlu sampai bawa-bawa guna-guna buat ngurus masalah begini. Mama pikir Michelle tidak bisa menyelesaikan semuanya?”
Sebagai orang intelektual tentu dia merasa hal yang diucapkan sang Mama itu adalah hal yang paling konyol. Dia tidak percaya dengan ilmu perdukunan.
“Mama sudah pernah bertatap muka dengan laki-laki itu, Michelle. Dan kamu tidak akan bisa merebut laki-laki itu tanpa melibatkan cara kotor. Buka matamu Michelle. Mama tidak mau gagal dengan rencanamu yang ingin menghancurkan wanita sialan itu. Kamu harus percaya kalau rencana Mama ini akan berjalan dengan lancar. Kamu harus yak