author-banner
Adinda Permata
Adinda Permata
Author

Novels by Adinda Permata

Resep Rahasia Sang Pecundang

Resep Rahasia Sang Pecundang

Radit adalah prototipe kegagalan: seorang pemilik warung kaki lima di ambang kebangkrutan yang hanya mampu menyajikan nasi goreng hambar, takut mengambil risiko dalam hidup maupun di dapur. Kehidupannya yang menyedihkan berubah drastis ketika ia secara ajaib mendapatkan "Sistem Citarasa Ilahi," sebuah sistem mistis yang menjanjikan Skill memasak legendaris. Namun, anugerah ini datang dengan kontrak gaib yang mengerikan: untuk menaikkan Level, Radit harus mempersembahkan hidangan istimewa yang dibuatnya kepada berbagai Entitas Gaib Nusantara mulai dari hantu lokal hingga dewi laut. Dengan sistem yang baru diperolehnya, ia menjadi magnet baru di dunia kuliner.
Read
Chapter: Bab 130
“Mereka… mereka menghapus resepnya.”Kata-kata itu keluar dari mulut Radit bukan sebagai teriakan, melainkan bisikan yang dipenuhi kengerian absolut, seolah ia baru saja menyaksikan sebuah bintang padam di langit jiwanya. Kehampaan. Itulah satu-satunya kata yang bisa melukiskan sensasi di mulut Luna. Nasi goreng di piring itu bukan lagi sekadar makanan yang kehilangan rasa; ia telah menjadi artefak dari sebuah peradaban yang baru saja musnah. Setiap butir nasinya adalah nisan kecil bagi sebuah kenangan, setiap potong acar adalah epitaf bagi sebuah perjuangan. Cerita mereka, yang baru saja terukir dalam harmoni gurih dan manis, kini telah menjadi teks kuno yang tintanya luntur ditelan waktu.“Bagaimana… bagaimana ini mungkin?” Luna meletakkan sendoknya dengan gemetar, menatap piring itu seolah piring itu adalah seekor ular berbisa. “Ini bukan sekadar sihir, Dit. Ini seperti… anti-materi. Sesuatu yang membatalkan keberadaan.”Radit tidak menjawab. Ia memejamkan matanya, terjun bebas ke
Last Updated: 2025-12-17
Chapter: Bab 129
Di layar monitor di hadapan Rania, gambar siaran langsung dari ketiga lokasi—Solo, Padang, dan Bali—mulai berkedip tak menentu. Di setiap layar, di belakang Mbah Soto, Mak Rendang, dan Mang Gede, bayangan di tanah mulai memanjang secara tidak wajar, menggeliat dan berkumpul menjadi satu titik, seolah malam tiba-tiba bangkit untuk menelan siang. Layar itu kemudian mati, digantikan oleh logo “Jejak Rasa Nusantara” yang berkedip-kedip sebelum berubah menjadi hitam pekat.Di warung kecilnya di Jakarta, Radit terlonjak dari kursinya, tangannya tanpa sadar mencengkeram lengan kursi plastik itu hingga buku-buku jarinya memutih. Di seberangnya, Luna menatap layar televisi yang kini senyap dengan napas tertahan. Gema ketakutannya dari enam bulan yang lalu—Mereka tahu. Dan mereka datang untuk memadamkannya—kini menjadi kenyataan yang disiarkan secara nasional.“Itu dia,” bisik Luna, suaranya serak. “Itu yang aku rasakan dulu. Apinya… mereka sedang dipadamkan.”Radit tidak menjawab. Matanya terp
Last Updated: 2025-12-17
Chapter: Bab 128
“Mereka datang untuk memadamkannya,” bisikan Luna menggantung di udara, rapuh seperti asap tetapi seberat batu nisan. Gemetar di tangannya menjalar ke seluruh tubuhnya, sebuah seismograf yang merekam gempa di dasar jiwanya. Radit mencengkeram bahu Luna, berusaha menariknya kembali dari jurang penglihatan mengerikan yang baru saja menelannya.“Siapa, Lun? Siapa yang datang?” desak Radit, matanya menyapu gang yang gelap dan sunyi di luar, mencari ancaman yang tak terlihat.Luna menggeleng, matanya yang terbelalak perlahan kembali fokus pada wajah Radit. “Bukan… bukan pasukan, Dit. Bukan GFI atau preman bayaran. Ini sesuatu yang lain. Aku merasakannya melalui ‘rasa’ itu. Kebangkitan ini… fenomena yang kamu ciptakan… ia menarik perhatian. Seperti menyalakan suar raksasa di tengah malam yang pekat. Ada yang melihat cahayanya. Dan mereka tidak suka.”Peringatan dari sosok misterius beberapa waktu lalu kembali terngiang di benak Radit: Kau baru saja menyalakan seribu api di padang ilalang ya
Last Updated: 2025-12-17
Chapter: Bab 127
Musim kemarau yang dijanjikan oleh sosok asing itu terasa telah tiba dalam sekejap, membekukan udara di dalam warung yang pengap. Radit berdiri kaku, piring nasi goreng di tangannya terasa seberat beban dunia. Sosok itu tidak menunggu jawaban. Ia hanya menatap Radit sejenak, tatapan kuno yang seolah telah menyaksikan ribuan musim kemarau datang dan pergi, lalu berbalik dan melangkah kembali ke dalam bayangan gang. Dalam tiga langkah, ia lenyap, ditelan oleh malam seolah tak pernah ada. Yang tersisa hanyalah keheningan yang memekakkan dan gema kata-katanya yang menusuk: menyalakan seribu api di padang ilalang yang kering. Radit menelan ludah, tenggorokannya sekering ilalang yang dibicarakan pria misterius itu. Kemenangan kecilnya, momen pencerahan saat ia berhasil memasak lagi, terasa begitu naif dan remeh sekarang. Ia telah memecah sebuah takhta ilahi dan membagikan pecahannya kepada rakyat jelata, mengira itu adalah tindakan pembebasan. Namun, menurut hakim kosmik barusan, ia justru
Last Updated: 2025-12-17
Chapter: Bab 126
Bunyi nyaring itu menggema di auditorium yang mendadak senyap, sebuah tanda seru dari logam yang membentur logam, mengakhiri pidato yang tak pernah benar-benar dimulai. Setiap pasang mata terpaku pada pisau yang tergeletak berkilauan di bawah sorotan lampu, lalu beralih ke tangan Radit yang masih terangkat di udara—tangan yang gemetar hebat seolah sedang menolak organ tubuhnya sendiri.Keheningan itu pecah. Bukan oleh suara tepuk tangan atau bisikan, melainkan oleh gerakan cepat dan terkoordinasi. Luna sudah melompat dari kursinya, wajahnya yang sekeras topeng porselen retak oleh kecemasan yang tak terselubung. Di sisinya, Adrian bergerak dengan efisiensi seorang jenderal.“Lampu panggung, matikan sorot utamanya sekarang!” perintah Adrian ke earpiece yang terhubung dengan kru teknis. “Musik! Mainkan musik instrumental yang menenangkan!”Panggung yang tadinya terang benderang meredup menjadi cahaya temaram yang lebih lembut. Alunan piano yang pelan mulai mengisi kekosongan, sebuah upay
Last Updated: 2025-12-17
Chapter: Bab 125
Jantung Luna serasa berhenti berdetak selama sepersekian detik. Foto itu—Radit, sendirian, rapuh, dengan lingkaran bidik merah yang menyala seperti mata iblis di kepalanya—membakar retinanya. Udara di sekitarnya terasa menipis. Kilatan lampu kamera dan riuh tepuk tangan para wartawan yang merayakan kemenangannya mendadak terasa jauh, seperti gema dari dunia lain.“Luna? Ada apa?” bisik Adrian di sebelahnya, merasakan perubahan drastis pada aura wanita itu.Tanpa sepatah kata pun, Luna menunjukkan layar ponselnya. Mata Adrian yang tadinya bersinar penuh kemenangan langsung meredup menjadi dua bilah es. Arogansinya yang baru saja kembali luntur seketika, digantikan oleh kewaspadaan predator yang terlatih.“Bajingan,” desis Adrian. “Mereka tidak menggertak. Ini bukan ancaman kosong. Ini deklarasi.”Luna menarik napas tajam, mengembalikan kendali atas dirinya. Kepanikan adalah kemewahan yang tidak ia miliki. “Mereka ingin aku menarik ultimatum itu. Mereka pikir ancaman ini akan membuatku
Last Updated: 2025-12-16
You may also like
Dendam Pewaris Yang Terpendam
Dendam Pewaris Yang Terpendam
Urban · Amelina_ws
10.4K views
Dokter Terhebat
Dokter Terhebat
Urban · Naga Hitam
10.4K views
Mengapa Kau Membenciku?
Mengapa Kau Membenciku?
Urban · Ekta Naura
10.3K views
PERJAKA MENIKAHI JANDA
PERJAKA MENIKAHI JANDA
Urban · Erwin Fathar
10.2K views
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status