"Tunggu!!"Piona tiba-tiba menghentikan Edwin.
"Ada apa Piona?" Tanya Edwin dengan lembut
"Biarkan aku, meredakan detak jantungku." Kata piona menghembuskan nafasnya.
Edwin tertawa kecil,"Apakah kamu segugup itu?" Tanya Edwin sambil tersenyum
"Apa kamu tidak gugup? Ini bukan masalah kecil bagiku?" Piona ngambek dan melepaskan tangan Edwin lalu berbalik membelakanginya.
Edwin mendekatkan tubuhnya ke Piona dan memeluknya dari belakang.
"Edwin, apa yang kamu lakukan??" Piona mencoba melepaskan pelukan Edwin. Tapi tetap tidak berhasil.
"Ssttss dengarkan aku!" Edwin membisikkan ketelinga piona dengan lembut
"Apa kamu sudah mulai menyukaiku?" tanya edwin masih ditelinga piona.
Piona terdiam, aku nggak ngerti apa yang aku rasakan saat ini, tapi aku selalu deg-geg-an ketika dia disampingku dan kebencianku sedikit berkurang tapi aku masih nggak ngerti perasaan apa ini.
"Piona!" Panggil Edwin.
"kok diam?" tanya Edwin.
"Aku masih belum tahu, jangan tanya lagi," jawab Piona dengan ketusnya.
"Terus kenapa kamu gugup?" Edwin mulai menggodanya
"Bisa nggak jangan bertanya lagi, lepaskan pelukanmu!" Kata Piona meronta.
"Nggak, aku nggak akan melepasnya. Lagian statusmu bukan orang lain. Kamu istriku Piona dan aku tidak berdosa untuk memelukmu." Kata Edwin masih tersenyum menggoda Piona.
"Kamu keterlaluan Edwin !" Kata Piona masih mencoba melepas pelukan Edwin.
Tidak sengaja gerakan itu malah membuat Piona berbalik arah menghadap ke Edwin.
Tangan Edwin yang masih memeluknya juga sama sekali tidak bergerak.
Mereka berdua terperangkap sendiri dalam situasi yang tak terduga itu.
"Boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Piona.
"Hemmm,silahkan!" Edwin menganggukan kepala.
"Kenapa kamu trauma dengan perjodohan?"Tanya piona.
"Karena mereka dekat denganku hanya demi harta dan dibelakangku memiliki kekasih lain" jelas Edwin.
" Apakah semua seperti itu?" Piona penasaran.
"Iya, semuanya memang seperti itu dan sebenarnya sejak SMA aku punya penyakit aneh yang membuatku takut untuk dicintai dan dikagumi. Untuk itu aku membuat semua orang terluka agar tidak ada lagi yang menyukaiku karena jika mereka menyukaiku,aku akan lama mengurung diri dikamar dan merasa ketakutan, awalnya aku menerima setiap perjodohan itu dan belajar untuk melawan penyakitku itu tapi mereka malah menghianatiku dan mengincar hartaku. Itu yang membuatku trauma dengan perjodohan." Jelas edwin
Aku mengerti sekarang. Piona mulai bersimpati dengan Edwin
"Bukankah kasusku sama? kita menikah karena ekonomi keluargaku dan bisnis keluarga kita?Bukankah itu sama saja aku mengejar materi?" Tambah Piona
"Aku masih berfikir alasan itu nggak masuk akal karena mama kita berdua bersahabat sejak SMP jika menikahkan kita hanya demi harta itu masih nggak masuk di logikaku dan lagi wanita pengincar harta tidak sejujur kamu seperti ini." Jelas Edwin mendekatkan hidungnya ke hidup piona dan menggoyangkanya.
Sejenak Piona teringat penyakit tante Marta, tapi dia tidak sanggup untuk menyampaikannya Mungkin edwin memang merasa ada yang aneh tapi dia tidak mampu menebaknya. kata Piona dalam hati.
"Terus kenapa kamu memilihku ? dan apa sekarang penyakitmu sudah sembuh?aku takut ketika nanti aku mulai menyukaimu kamu akan pergi dan menyiksaku lagi," Kata Piona masih penasaran.
"Kamu sebenarnya cinta pertamaku dan dokter sudah menyatakan aku sembuh sejak lama. Sepertinya kamu mulai penasaran ya terhadapku?" ' oh jadi itu alasannya ?' Edwin tersenyum
Piona tersipu, Jadi benar dia menyukai ku sejak SMA dan aku cinta pertamanya?Jantung Piona kembali berdebar mendengarkan penjelasanya. Seperti lepas sudah semua rasa penasarannya Lalu Piona menatap mata edwin
Ternyata orang ini tidak benar-benar jahat, aku salah menilainya. Apa Tuhan sedang memberitahuku untuk mulai menyukainya? Gumam Piona dalam hati.
Tiba-tiba Piona mendekatkan bibirnya ke bibir Edwin untuk sekedar mengecupnya.
Edwin terkejut dan terpaku sejenak dengan kecupan Piona seolah Edwin mengerti dengan situasi itu, lalu hasratnya bermain dan mendekap Piona sambil mencium bibir ranumnya dan kesekian kalinya melumatnya dengan lembut dan perlahan. Nafasnya memburu disetiap detik, Edwin mendorongnya perlahan untuk bergerak keatas Piona. Perlahan ciuman itu berhenti sejenak dan mereka membuka mata.
"Apa kamu sudah mulai menyukaiku?"
Piona hanya menganggukkan kepalanya dengan perasaan malu.
Edwin tersenyum dan kembali melanjutkan ciumannya.
Kali ini ciuman itu semakin dalam dan semakin dalam. helai demi helai pakaian itu terlepas dari tubuh Edwin dan Piona. Ciuman itu semakin liar. Piona mendesah begitu hebat ketika Edwin mengecup lembut leher piona hingga ke bagian dadanya. Desahan itu pecah ketika Edwin sampai pada puncaknya untuk menjadi lelaki seutuhnya.Piona mencengkeram seprai dengan begitu kuatnya hingga untuk pertama kalinya Piona menjadi wanita yang sempurna.
Keesokan harinya....
Kamar itu menjadi saksi bisu kejadian semalam, pakaian Piona dan pakaian Edwin bertebaran dimana- mana. Mereka tidur tanpa sehelai kainpun menempel ditubuh mereka hanya tertutup selimut putih yang cukup besar.
Pagi itu sekitar pukul 06.00 pagi. Edwin terbangun dari tidur lelapnya. Menoleh kesamping melihat Piona yang masih terlelap. Edwin mencium keningnya dan membangunkan Piona sambil tersenyum dengan penuh rasa bahagia.
"Piona, bangun!" Edwin membangunkannya dengan lembut sambil membelai rambutnya.
Pelan-pelan Piona membuka matanya, sekilas tersadar tidak ada sehelai kain pun menutupi tubuhnya.
Wajahnya tiba-tiba memerah ketika Edwin terus tersenyum menatapnya.
"Kamu kenapa Piona?" Edwin tersenyum sedikit geli
Piona melihat kedalam selimut lagi
Piona tersenyum sangat malu dan menutupi kepalanya dengan selimut.
"Hei!" Edwin membuka selimutnya.
"Kenapa seperti ini?" Dengan polosnya Piona bertanya
"Kamu malu jika aku melihatnya ?tapi semalam Aku sudah melihat semuanya," Edwin tertawa jahil.
"Kamu jahat Edwin!" sambil memegangi selimutnya yang hanya menutupi dadanya. Piona memukul Edwin dengan bantal guling.
"Aduhh!kamu ini," Edwin kembali memeluk Piona.
"Bukankah kamu juga menikmatinya? Kamu juga melihat semuanya semalam?" Edwin menggodanya lagi. sambil mencium keningnya.
"Sudah diam!kamu ini ingin aku mati karena malu?" Piona menyumbat mulut Edwin dengan tangannya.
Tiba-tiba Edwin menyingkirkan tangan Piona dan mengecup bibir Piona.
"Selamat pagi,sayang "
Piona terkejut dengan sebutan itu....
"Dasar kamu ini, lihai membuatku malu."
Tiba-tiba ada yang datang tanpa mengetuk pintu
Ini wajib waspada dengan imajinasi masing-masing pembaca ya! Baper loh.... wkwkwkwkw oke masih sama jangan lupa bintang dan komentarnya.... lanjutin Yukk!
Seketika itu pintu terbuka pelan, Piona dan edwin menaikkan selimutnya sambil saling mendekap. Suara pintu terbuka "Krekkkkkmm...." Ada kepala yang mengintip sambil menutup mata nya, ternyata itu adalah tante Marta. "Piona ... Edwin apa kalian sudah bangun ?" tanya tante Marta agak lirih Mereka berdua menghela nafas.... "Apa Mama boleh masuk?" Kata tante Marta sekali lagi. Edwin dan Piona serentak menjawab." Nggak ma, nggak boleh !" Kata mereka berdua panik. "Apa kalian--" Tante Marta mencoba membuka sedikit matanya. Aku tahu mereka nggak memakai sekalipun kain ditubuh mereka tante Marta tertawa kecil. Mereka semakin meringkuk diselimutnya dan tidak sengaja menahan nafas tanpa mengatakan sepatah katapun. "Mama bercanda, ay
Pukul 15.00 Masih didalam pesawat.....Piona terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat kusut dengan selimut yang masih menempel dipahanya."Huaaammmmmmnnn."Piona menguap. Rasanya belum sadar dari tidur yang begitu lama."Kamu sudah bangun Piona?" Tanya Edwin masih membaca majalah style di pesawat itu."Kamu nggak tidur ? Kenapa mataku berat sekali? Bolehkah aku membuka pakaianku ? Kenapa rasanya gerah sekali ya Win?" Kata piona masih setengah membuka matanya dan mengibaskan bajunya serasa kepanasan.Edwin terperanjat dan tercengang mendengar pertanyaan piona.Buka baju?apakah ini efek ramuan itu jika digunakan wanita?Piona melepas kancing atas dressnya dan terlihatlah belahan dadanya. Edwin spontan mengambil selimutnya dan menutupi dada Piona.Gawat, kita masih di pesawat sayang. Kenapa efeknya bisa sec
Hembusan nafas itu memburu sekali lagi, perlahan tapi pasti, menikmati ritme yang membuat mereka tidak sadarkan diri. Busana Piona terjatuh begitu saja seakan waktu membuat mereka terhanyut lagi dan lagi menikmati setiap air yang mengguyur sekujur tubuh mereka sampai akhirnya mereka menghabiskan waktu sejenak disana.15 menit kemudian...Mereka selesai mandi dan berpakaian.Piona terdiam sejenak di depan kaca dan mulai berdandan memoles bagian mata dan alisnya kemudian bibirnya yang kecil itu.Edwin mendekapnya dari belakang"Sayang!" Edwin mulai manja dengan piona, sambil menciumi pipi istrinya itu."Edwin, berhenti untuk terus menciumku!"Seperti biasa nada jutek Piona selalu menghiasi hari-hari mereka."Akhirnya kita...."kata Edwin " Stop jangan bicara lagi!!" cegah Piona" Aku suka Piona yang ketus dan jutek"Edwin mulai terlihat nggak jelas d
Edwin masih asik mengobrol dengan lusi, lusi pun sangat antusias ketika Edwin mulai mengenang masa kecil bersamanya. Lusi adalah teman kecilnya yang tahu kalau Edwin punya penyakit psikologi yang takut untuk dikagumi dan disukai orang lain. Lusi tidak pernah jujur dengan perasaannya karena penyakit yang diderita Edwin waktu itu. Lusi juga takut ketika Edwin tahu perasaannya waktu itu dia akan otomatis membencinya. "Gila! Berapa tahun coba kita nggak ketemu?"Kata Edwin sangat ceria dan dia lupa dengan Piona. "Hampir 6 atau 7 tahun ya? Aku juga sampai lupa?"Kata Lusi sambil menyerutup es teh di tangannya. "Btw, gimana kuliahmu? Udah selesai?"Tanya Lusi "Udah dong.kamu gimana ?" Tanya Edwin. "Aku juga baru selesai?" Kata lusi "Kok kamu tahu aku disini?" Tanya Edwin penasaran. "Kebetulan aja sih, kemarin aku sempet telpon tante Marta. Aku kangen sama dia terus tahu aku ada di LA. Dia ngasih tahu ak
Matanya beralih ke bibir kecil yang memucat itu. Piona seakan mengerti apa yang akan terjadi dan apa yang harus dia lakukan, Edwin menutup matanya lalu menyentuhnya perlahan, menggerakkan bibir atas dan bawahnya menyentuh setiap garis yang mulai basah permukaannya. Piona menutup matanya seakan mengikuti gerak yang membuatnya semakin terhanyut.Edwin menarik sentuhan bibirnya dan memandang Piona dengan wajah tersenyum, tergambar nyata bahwa dia sangat mencintai Piona. Edwin mengecup sekali lagi kening Piona dengan penuh kasih sayang dan memeluk istrinya itu ke dadanya. Hangat pelukan itu membuat Piona sangat nyaman sampai suatu ketika ada bunyi yang membuat Piona tersenyum geli” Kruyuk … ” suara itu terdengar jelas dari perut Edwin yang memang sedari tadi belum terisi apapun.Edwin benar-benar belum makan?kata Piona dalam hati sambil tersenyum.” Kamu senang suamimu kelaparan?&rdq
Edwin berdiri dengan mengepalkan tangannya, hatinya serasa tertusuk duri besar yang membuatnya sedikit terengah untuk bernafas, mukanya memerah dan matanya kembali bengis seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya. Edwin mencoba menahan emosinya ketika kejadian itu mengganggu pikirannya. Suasana hatinya semakin kacau, Edwin mendekati mereka berdua dan menarik baju Ardi lalu melemparnya kedinding. Tangan kiri edwin yang menahan pundak ardi untuk tetap berada dalam lingkupnya, kemudian tangan kanan Edwin mengepal bersiap untuk melayangkan pukulan ke wajah Ardi. Ardi pasrah dengan keadaan itu karna punggungnya sudah terasa sakit. Kepalan itu rasanya tertahan, Edwin terus melakukan pengendalian sampai akhirnya dia melepaskan Ardi. Edwin berlalu begitu saja setelah melihat Piona disampingnya, dia masuk ke dalam kamar tanpa sepatah katapun, pintu kamar itu dibanting cukup keras membuat Piona terkejut sekaligus ketakutan." Ardi, Maafkan Edwin!" Piona hanya bisa men
" Win kamu kok senyum-senyum sendiri mikirin apa ?" tanya Piona"Emm nggak mikirin apa-apa kok." mengelak tapi masih terus tersenyumEdwin membuka kamar penginapan." Aku mandi duluan ya win!" kata Piona sambil mengambil peralatan mandi dan piama tidurnya." Iya sayang." kata Edwin sambil membaringkan tubuhnya ke ranjang.Lima belas menit kemudian Piona selesai dan gantian Edwin yang mandi." Sayang, kamu nggak mau menggosok punggungku?" tanya Edwin" Nggak." Piona tiba-tiba ketus' Dia mulai berani lagi.'" Kamu kok galak sih sayang?" kata Edwin masih mengintip dari pintu kamar mandi." Sana Mandi, Edwin!!!" Piona menaikkan nada suaranya" Iya, iya aku mandi " kata Edwin sambil menutup kamar mandi.'Apa dia tidak pernah bosan menggoda
Edwin tidak lagi menahan hasratnya yang terus memburu membanjiri setiap liuk tubuh piona di malam itu. Piona menggeliat mendesah seolah tak ada lagi lampu merah yang menghentikannya. Tangan Edwin yang terus membelai piona yang sontak bergerak membuatnya semakin bergairah lagi. Pecah sudah desahan itu ketika puncak ruang itu membuat mereka lega dan berhenti dengan senyuman.Keesokan harinya.....Edwin masih tertidur pulas, piona terbangun dari tidurnya. Kali ini sudah tidak ada canggung dan malu pada dirinya. Piona sadar pada waktunya dia akan menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dan mau tidak mau dia harus siap.Piona mengecup kening Edwin dan beranjak dari ranjang untuk membuat kopi panas untuk suaminya itu."Sayang... bangun!" Piona membangunkan Edwin perlahan di pinggir ranjang sambil membelai rambut suaminya itu.Edwin mengusap matanya yang tidak mau terbuka karena mere