Setelah pertengkaran kecil yang terjadi di meja makan, mereka mulai menyelesaikan makan malam itu dengan lahap. Hari itu Papa dan Mama Piona tidak menginap di rumah Edwin dan Piona. Mereka memutuskan untuk pulang karena ada kepentingan yang harus mereka selesaikan.
"Sayang, besok nenek akan kesini lagi ya, baik-baik dirumah sama mama dan papa," mama Piona memegang kedua pipi cucu kembar itu.
Mereka berdua tersenyum memandang neneknya.
"Kalian ini memang sangat menggemaskan," komentar mama Piona.
"Win, Piona, papa sama mama pulang dulu ya. Buat kamu Edwin hati-hati dijalan saat keberangkatanmu ke Eropa!" jelas papa Piona.
"Makasih pah, pasti!papa sama mama juga hati-hati dijalan!" ucap Edwin sambil bersalaman dan memberi hormat kepada mertuanya itu.
Mama dan papa Piona juga berpamitan juga dengan papa Edwin. Akhirnya mereka keluar dan masuk ke dalam mobil.
Mobil mereka sudah keluar dari gerbang, Piona yang masih kesal dengan Edw
Perasaan tidak menentu mulai menyelimuti pikiran Edwin, bagaimana tidak, seorang yang ada di telepon adalah saudara kembarnya. Banyak hal yang belum diceritakan ke Piona, walaupun papa Edwin sudah tahu semuanya, karena perasaan orang tua tidak bisa di bohongi. Mereka tahu perbedaan antara Edwin dan saudara kembarnya itu. Secepat kilat Edwin melajukan mobilnya untuk sampai di perusahaan, setelah membuka pintu ruangan kantornya. Dia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangannya itu, dia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk menelpon saudara kembarnya itu. “Kring, Kring, Kring.” Suara handphone berdering, saudara kembar Edwin sudah otomatis menerima panggilan dari Edwin yang merupakan adik kembarnya itu. “Lama sekali kamu menjawab pesanku?” suara yang tidak asing menyapa di telinga Edwin. “Aku harus menjauh dari istriku dulu, baru aku bisa menghubungimu.” Jawab Edwin sambil membetulkan posisi duduknya. “Salah sendiri ka
Pertemuan di pesta itu sungguh tidak pernah aku harapkan, setelah lima tahun aku tidak pernah lagi bertemu dengan Edwin dan itu adalah Anugrah terbesar yang pernah aku terima. Tapi hari ini mengapa harus bertemu dengannya lagi? Aku merasa petir akan menyambar dihadapanku hari ini, apa yang sebenarnya dipikirkan keluargaku? Hingga aku harus ikut dalam pertemuan ini, benar-benar malas aku bertemu dengannya. Piona bergumam sendiri sambil meminum segelas orange jus. Kalau saja orang tuaku tidak berteman dengan orang tuanya dan kalau saja ekonomi keluargaku tidak di ujung tanduk aku tidak akan mau datang ke pesta ini. Aku terpaksa bersikap baik dengan keluarga Edwin hanya demi bantuan itu tidak lebih, tapi aku curiga ada hal lain yang direncanakan orang tuaku Suara mobil mewah di depan sudah terdengar dan ada seorang pria bertubuh tinggi memasuki ruangan lengkap dengan jas dan kaca mata hitamnya. "Itu Edwin," Kata Tante Marta mama
Berlari ketempat dimana orang tua Edwin dan orang tua Piona bertemu. Mereka bercengkrama dengan serius diruang keluarga rumah itu. Piona tertatih-tatih dengan kaki telanjangnya menuju ruangan itu. Ketika piona tiba mereka sejenak hening dan menyembunyikan segala barang-barang seperti figura dan brosur entah apa yang mereka lakukan.Kenapa rasanya ada rahasia di ruangan ini, kali ini apalagi yang direncanakan?Pikiranku sedang tidak terkontrol dengan pertunangan yang mendadak ini, melihat mereka hening membuatku ingin berteriak dan cukup marah."Tante,om,ma,pah bisakah memberikan aku sedikit bocoran apa yang mau direncanakan? Rasanya paru-paru ku sesak dan jantungku hampir copot karena pertunangan yang tidak masuk akal ini?!"Piona menghela nafas panjang dengan emosi yang tertatahan
Sekitar pukul 04.00 pagi Seperti biasa Piona tertidur tapi akan berguling kesana kemari. Ini kebiasaan buruknya yang selalu bergerak ketika tertidur dan seketika itu Brukk! Piona jatuh dari ranjang Tapi matanya tidak juga terbuka sama sekali, tanganya meraih sesuatu disampingnya dan memeluknya seperti guling Piona tidak menyadari itu Edwin. Edwin yang juga tidur pulas sama sekali tidak membuka matanya bahkan dalam posisi nyaman dengan tidur terlentang, tangan kanannya tidak sadar tertindih tubuh Piona ditarik perlahan ke lengannya. Mereka tidak sadar gerakan itu saling memeluk dan Edwin yang merasa dingin dikakinya menarik selimut sampai kedadanya dan menutupi tubuh piona juga. Pukul 06.00 pagi hari
Pesta pernikahan diadakan dihalaman Rumah Edwin yang seperti halaman istana bangsawan karena cukup besar. Bunga- bunga sudah di pasang disetiap penjuru area pernikahan itu. Kursi tamu undangan sudah di tata rapi tepat di dua belah sayap panggung. Penataan taman yang begitu mewah dengan tema pesta kebun ini mungkin menjadi pernikahan impian bagi setiap wanita. Terdapat Balok Es juga yang bertuliskan Nama Piona dan Edwin.Diruang rias Piona diliputi rasa gelisah karena sampai detik ini belum memutuskan akan menghubungi sahabatnya atau tidak. Dengan perasaan takut akhirnya Piona menelpon Dina sahabatnya itu."Tut,tut,tut"Tanda panggilan masuk."Halo, beb. Ya ampun beb kemana aja?" Dina antusias menjawab telpon.
Edwin dan Piona mulai tersenyum, keadaannya masih sama terlihat sangat canggung. Setelah selesai piona memperbaiki make up nya Edwin mengulurkan tangannya. Lalu piona meraih tangan itu dan mereka berjalan menuju meja makan VIP "Jeng, aku punya berita bagus! Tadi waktu aku keruang rias mereka sudah berpelukan lo jeng, sepertinya mereka mulai akrap. Kayanya perjodohan ini tidak salah" Kata tante marta begitu antusias "Apa iya jeng ? Wahh bagus dong jeng" sahut mama piona ikut bahagia "Kalau begitu secepatnya kita menjadi kakek dan nenek sepertinya bagus ya jeng marta? " kata om dodi papa piona. "Iya betul aku setuju, sebentar lagi putra tunggalku juga akan menggantikan aku diperusahaan pakaian ini jadi aku akan punya banyak waktu untuk.bermain dengan cucuku nanti" kata papa edwin dengan bahagia. Raut tante marta tiba-tiba bersedih, dia juga belum memberita
"Tunggu!!"Piona tiba-tiba menghentikan Edwin. "Ada apa Piona?" Tanya Edwin dengan lembut "Biarkan aku, meredakan detak jantungku." Kata piona menghembuskan nafasnya. Edwin tertawa kecil,"Apakah kamu segugup itu?" Tanya Edwin sambil tersenyum "Apa kamu tidak gugup? Ini bukan masalah kecil bagiku?" Piona ngambek dan melepaskan tangan Edwin lalu berbalik membelakanginya. Edwin mendekatkan tubuhnya ke Piona dan memeluknya dari belakang. "Edwin, apa yang kamu lakukan??" Piona mencoba melepaskan pelukan Edwin. Tapi tetap tidak berhasil. "Ssttss dengarkan aku!" Edwin membisikkan ketelinga piona dengan lembut "Apa kamu sudah mulai menyukaiku?" tanya edwin masih ditelinga piona. Piona terdiam, aku nggak ngerti apa yang aku rasakan saat ini, tapi aku selalu d
Seketika itu pintu terbuka pelan, Piona dan edwin menaikkan selimutnya sambil saling mendekap. Suara pintu terbuka "Krekkkkkmm...." Ada kepala yang mengintip sambil menutup mata nya, ternyata itu adalah tante Marta. "Piona ... Edwin apa kalian sudah bangun ?" tanya tante Marta agak lirih Mereka berdua menghela nafas.... "Apa Mama boleh masuk?" Kata tante Marta sekali lagi. Edwin dan Piona serentak menjawab." Nggak ma, nggak boleh !" Kata mereka berdua panik. "Apa kalian--" Tante Marta mencoba membuka sedikit matanya. Aku tahu mereka nggak memakai sekalipun kain ditubuh mereka tante Marta tertawa kecil. Mereka semakin meringkuk diselimutnya dan tidak sengaja menahan nafas tanpa mengatakan sepatah katapun. "Mama bercanda, ay