Adam menatap sosok istrinya itu tidak mengerti. Wajah Bunga sendiri seolah menantang Sofia. "Apa yang ingin kamu katakan, kamu katakan saja diruangan saya." Adam berjalan membawa Bunga bersamanya untuk masuk kedalam ruang kerja nya. "Mas maaf. Tapi saya ingin berbicara dari hati ke hati kepada Bunga."
"Hati?" tanya Bunga seolah mengejek.
"Hati mana yang kamu maksud? Hati kamu yang tersakiti karena suami kamu bersama ku semalam?" Bunga menatap sengit Sofia yang dibalas dengan gelengan kepala Sofia serta senyum lembut.
"Hati kita bertiga Bunga. Hati saya sebagai istri tentu merasa sakit karena suami saya meninggalkan saya di malam pengantin kami." Bunga mendengus tak suka.
"Tapi yang saya ingin bicarakan adalah bukan tentang hati saya. Melainkan kita bertiga. Bisakah kita membicarakannya Bunga?"
"Kamu silahkan bicarakan masalah itu dengan nya." Bunga menunjuk Adam lalu melepaskan genggaman tangan Adam.
"Saya rela Mas Adam menikah lagi dengan kamu." Bunga berhenti di ambang pintu saat kalimat itu keluar dari mulut Sofia. Dia menarik napas nya lelah lalu menghampiri Sofia dengan senyum ramah yang dibuat-buat.
"Oh Sofia yang baik hati, terimakasih Sofia. Tapi aku tidak mau berbagi cinta Adam dengan wanita lain. Aku tidak mau dia berbagi tubuhnya dengan wanita lain. Apa kamu mengerti !"
"Bunga," teriak Adam menghentikan ucapan kasar lainnya yang akan Bunga katakan kepada Sofia.
"APA!!"
"Kau tidak bisa berbicara seperti itu kepada Sofia. Dia sudah berbesar hati ingin aku menikah lagi. Ini adalah solusi untuk masalah kita."
"Oh tentu sebagai seorang Pria kau mau memiliki dua istri yang bisa melayani mu. Tapi aku tidak mau Adam kau tahu sedari dulu apa yang aku mau, apa yang aku impikan sampai wanita sialan ini datang."
"BUNGA!!" Wajah Adam memerah karena perkataan Bunga, dia tahu Bunga akan marah kepadanya setelah ini tapi Bunga juga harus tahu batasan dalam berbicara.
"Apa Adam? Kau marah aku menyebutnya Sialan? Aku hanya mengatakan hal yang sejujurnya. Dia memang kesialan dan hidupku." Sofia melihat amarah yang meletup-letup itu dan dia mengerti.
Tak lama Bunga terisak dan bahu nya bergetar, Sofia ingin menyentuhnya namun Bunga menghindar. "Menyedihkan bukan?" Sofia yang ditatap nanar oleh Bunga. Adam juga mendekat ingin memeluk Bunga tapi lagi Bunga menolak.
"Kau boleh menyebutku sebagai perebut suami mu karena memang itu yang akan aku lakukan. Aku tidak mau menjadi istri kedua Adam aku mau dia hanya untuk ku."Bunga menatap sengit Sofia. Wajah sedihnya tadi berubah menjadi raut kebencian."Jika aku adalah perebut suami orang lalu kau apa?"
"Kau adalah perebut kekasih orang. Mungkin kau berpikir ikatan sepasang kekasih tidak lah sakral, tapi ikatan yang aku dan Adam jalani dulu tetap melibatkan perasaan, hati, cinta. Lalu kau datang menghancurkan ikatan itu."
"Selama enam tahun banyak janji yang aku dan Adam ucapkan. Dan dia harus menepati janji nya." Bunga sudah lebih tenang airmata nya tidak lagi turun dia tersenyum kepada Sofia yang diam sedari tadi.
"Bisakah aku meminta mu melepaskan Adam untuk ku Sofia? Bukankah kau memiliki hati yang maha baik nya."
Sofia terdiam dia melihat wajah Adam yang frustasi tapi dia tahu Adam mencintai Bunga bukan dirinya."Maaf Bunga. Perceraian adalah hal yang dibenci Allah, dan aku tidak mau melakukan hal yang dibenci oleh Allah." Bunga berjalan mundur sambil tertawa dia tertawa begitu keras. "Selamat kalau begitu. Karena aku akan terus menghantui dirimu." Bunga tertawa lagi lalu keluar ruangan Adam. Diluar ruangan Adam bahu nya kembali bergetar, dengan langkah lelah dia berjalan menuju tangga darurat, tempat teraman bagi nya untuk menangis sepuasnya.
"Kau pulanglah." ucap Adam kepada Sofia yang berjalan untuk membereskan makanan yang dia bawa tadi, makanan yang tidak sempat Adam sentuh.
"Apa Mas akan pulang nanti?" pertanyaan Sofia tidak bisa dijawab Adam. Dia sendiri bingung harus bagaimana. "Kalau bisa pulang ya Mas. Nanti malam Ibu akan datang kerumah." Adam mengangguk lalu Sofia menyalami tangan Adam.
Sementara Bunga menangis terisak di tangga darurat kantor tanpa ada yang tahu. Hidungnya memerah, mata nya bengkak. Dia harus segera merebut Adam dari wanita wasiat itu. Bunga tidak boleh memberikan sedikit waktu saja bagi Adam untuk bersama wanita itu. Bunga membersihkan sisa airmata nya lalu kembali berjalan ke ruangan Adam.
"Adam," panggilnya dan Pria yang dipanggil itu menoleh dari balik layar komputer nya.
"Apa aku bisa ijin pulang? Kepala ku sangat sakit." Adam yang begitu khawatir langsung berdiri menghampiri Bunga. "Apa kau mau ke Dokter?" Bunga menggelengkan kepalanya dan menepis tangan Adam. "Aku hanya butuh pelukanmu." Adam mengecup kening Bunga. "Menikahlah denganku Bunga, maka semua masalah ini beres. Sofia sudah menyetujui nya."
"Sofia setuju tapi aku tidak!" Didalam hati nya Adam akan mencoba terus membujuk Bunga nanti. Yang penting sekarang Bunga tidak menjauhi nya. "Baiklah. Aku akan turuti apapun kemauanmu." Bunga tersenyum lalu memeluk Adam.
"Ayo aku antar kamu pulang."
****
Tempat bekal yang Sofia bawa dilihat aneh oleh mbok Yem. Tapi mbok Yem tahu kemungkinan yang terjadi, dia mendekati Sofia sembari membawakan teh hangat.
"Ndok kamu harus sabar kalau mau merebut hati suami kamu." Lalu mbok Yem menutup mulutnya yang sudah lancang."Tidak apa-apa mbok. Sepertinya saya memang membutuhkan teman untuk membicarakan ini." Sofia tersenyum lalu menyuruh mbok Yem duduk di sebelahnya.
"Apa mbok Yem dekat dengan Bunga?" Mbok Yem mengangguk.
"Mbak Bunga itu baik sekali. Dia sering membelikan saya baju dan juga cucu-cucu saya. Bahkan dia sering datang ke rumah reyot saya membelikan kami makanan dan juga mainan buat cucu saya."
"Mbak Bunga itu yatim piatu, waktu dia berpacaran dengan mas Adam dia bilang dia sudah menganggap saya sebagai nenek nya. Serta Ibu Asih dan Pak Bachtiar adalah kedua orang tua nya. Bapak dan Ibu juga sangat baik kepada Mbak Bunga, ya orang nya juga baik gitu."
"Kalau mbak Sofia mau merebut hati den bagus mbak harus banyak sabar ya mbak." Sofia mengangguk dan berterimakasih kepada mbok Yem.
*****
Malam pun datang, Sofia sudah menyiapkan makan malam untuk kedatangan Ibu nya juga sekalian makan malam pertama dengan suami nya. Namun sudah jam tujuh malam Adam belum juga pulang, Sofia cemas dan bertanya-tanya. Apakah Adam bersama Bunga? Tapi Adam berjanji akan pulang malam ini.
Bunyi bel membuat Sofia meninggalkan meja makan dan beralih ke pintu utama rumah yang di dominan warna biru muda itu. Sofia membuka pintu dan sangat terkejut melihat Adam datang bersamaan dengan Bunga.
"Assalamuallaikum," sapa nya dan Adam menjawab nya begitu juga Bunga yang tampil tanpa make up. Hanya kaos putih dan celana jeans yang membungkus tubuh wanita itu.Adam langsung masuk ke dalam rumah bersamaan dengan Bunga yang membawa kopernya. Sofia bertanya-tanya apa maksud Adam dan Bunga, kenapa wanita itu membawa koper nya?
Tbc ☻☻☻
Please jangan timpuk aku 😂
Bunga melihat sekitar rumah yang biasa dia datangi itu, disana sudah tidak ada lagi foto-foto dirinya yang dulu menghiasi rumah. Dia tahu pasti foto nya membuat Sofia tidak nyaman. Bunga beralih ke dapur untuk mengambil air putih untuk Adam sedangkan Sofia hanya terus terdiam di depan pintu rumah itu.Sofia tersadar saat dilihatnya Bunga sudah memberikan segelas air putih untuk suami nya. Sofia melihat bagaimana pintarnya Bunga melayani Adam meski mereka belum menikah. "Sofia kenapa kamu masih disana ? apa Mama kamu tidak jadi datang ?" Sofia tersenyum dan berjalan mendekati Adam dia duduk di sebelah Adam tanpa memperdulikan Bunga, bukan maksud menegaskan siapa posisi nya hanya saja Sofia ingin duduk dekat dengan Adam. "Mama mungkin sebentar lagi akan sampai." Sofia memberi tahu."Bunga kenapa membawa koper kesini ?" tanya nya lembut takut kalau Bunga akan tersinggung. Tapi Bunga malah tertawa kecil menatap Adam. "Kau takut ya aku akan
Sofia baru turun ke dapur ingin menyiapkan sarapan untuk mereka semua setelah dirinya menunaikan shalat subuh bersama Adam dan Maryam. Sedangkan Bunga tidak ikut dikarenakan sedang berhalangan. Tapi sepertinya Bunga sudah terlebih dulu berada disana dan dengan cekatan menguasai dapur itu. Sofia tidak lepas melihat gerakan Bunga di dapur hingga dia tersentak akibat suara yang ditimbulkan Adam."Eh Mas," katanya tersenyum kikuk. Adam hanya mampu mengangguk sembari mengikuti arah pandang Sofia tadi. Rupanya disana ada Bunga yang seperti biasa sudah ke dapur pagi-pagi jika dia berada dirumah itu. "Kamu dipanggil sama Mama, katanya ada yang mau dibicarakan." Sofia lalu permisi pergi dari sana sementara Adam menghampiri Bunga."Morning, sudah siap ya shalat nya? Aku sudah buat sarapan, kamu tunggu di meja makan saja ya." Adam tiba-tiba mengambil lengan Bunga yang terkejut karena sentuhan tiba-tiba Adam. "Mama Maryam meminta aku membawa So
Treasur Bay menjadi tempat tujuan menginap Adam, Bunga dan Sofia. Bunga sudah meresvasi dua kamar dan karena Sofia ikut itu artinya Sofia satu kamar dengan suami nya. Itu bukanlah hal yang di khawatirkan Bunga, dia percaya kalau Adam hanya akan menyentuhnya. Lagi pula ini adalah kebetulan yang menguntungkan bagi Bunga karena Sofia akan melihat kalau Adam tidak akan berpaling dari nya. Lantas apa yang ingin Sofia pertahankan."Kenapa kamu tidak memesan tiga kamar Bunga?" Tanya Adam tak mengerti."Untuk Apa? Hem..biar ku tebak. Kau bingung akan tidur di kamar mana?" Bunga tertawa kecil dan berjalan terus menuju arah kamar mereka. Sofia hanya diam dia menarik napas saat Adam memberikannya kunci kamar. "Mas aku istri kamu, apa kamu meninggalkan ku dan sekamar dengan Bunga? Aku tidak marah kamu mencintainya dan dia mencintai kamu, tapi tolong ingat larangan Allah Mas."Bunga berhenti berjalan dia membalik tubuhnya dan mendekat
Hanya wajah mu yang terukir didalam hatiku, abadi dan tak kan pernah terganti..Hanya kau lah cinta dalam hidup ku...Meski pun langit tlah memisahkan cinta kita...Aku kan selalu untuk mu...Cinta mu akan selalu bersemi di hidup ku...Adam menatap teduh wajah Bunga yang bermain gitar malam itu di tepi pantai dengan bernyanyi lagu yang sangat di sukai Bunga. Ya, lagu yang Bunga nyanyikan adalah lagu favorit Bunga setelah lagu penomenal 'yo te amo' .Wajah Bunga semakin bersinar saat bulan menyinarinya.Adam tidak sadar saat disebelahnya ada Sofia yang juga menatap Bunga, mereka bertiga duduk di pasir putih pantai malam itu ditemani beberapa makanan yang dipesan Adam pada pihak hotel. "Suara kamu bagus," Sofia bertepuk tangan membuat Adam terkejut. "Maaf Mas tidak bermaksud mengejutkan." Adam hanya mengangguk dan kembali melihat Bunga yang tersenyum.
Bunga tenggelam dalam hempasan ombak yang mengenai batu karang. Dia tenggelam cukup lama oleh pemandangan itu hingga sebuah suara berat yang cukup dia kenal menariknya dari pemandangan indah di tepi pantai sana."Selamat Pagi Pak." Sapa Bunga seolah tidak terjadi apapun diantara mereka berdua. Adam duduk dengan pandangan yang sangat menusuk bagi Bunga. "Kau sarapan dimana tadi? Apa kau menghindariku?""Aku sarapan di kamar, tenang saja. Aku menyiapkan semua persentasi kita kepada pihak Derson. Kau tahu bukan mereka itu perusahaan yang besar. Jadi aku ingin kita mulai meeting ini dengan sempurna." Adam ingin menjawab namun suara dari belakang mereka menghentikannya. "Selamat Pagi Pak Adam dan Bu Bunga." Adam serta Bunga berdiri menyambut seorang Pria muda seumuran dengan mereka. Jabat tangan dimulai lalu mereka duduk bersama. "Ah ya, maafkan kalau atasan saya terlambat. Dia baru tiba hari ini dari London, maafkan karena kesibukan nya.""Ti
Seminggu Kemudian...Bunga sedang memberikan beberapa berkas untuk di tanda tangani Adam, sudah satu minggu namun kedua kekasih yang terpisah oleh sebuah pernikahan itu menjadi serba salah.Adam ingin mendekat kepada Bunga namun wanita itu terus menghindar. Menyiksa diri Adam perlahan dengan semua rasa rindu saat berada di dekat Bunga. Sementara Bunga, wanita yang terlihat tegar itu berusaha mati-matian menekan hatinya agar tidak luluh dengan tatapan Adam yang memohon.Seperti saat ini, Adam menarik tangannya dan perlahan pria itu sudah merengkuh tubuh nya yang terasa lelah. Beban yang dirasakan Bunga menguar begitu saja terbawa angin entah kemana saat Adam memeluknya erat. "Aku sayang kamu Bunga, jangan hindari aku seperti ini." Adam berkata pelan dengan suara beratnya. Bunga hanya memejamkan matanya berusaha terus menekan hati nya. Entah sampai kapan dia pun tak tahu."Maafkan aku Adam,"
Kacamata hitam membuat penampilan Adam semakin sempurna. Sofia yang berjalan disebelahnya hanya bisa mengamati penampilan suami nya itu dalam diam. Dia bahagia karena hari ini dia dan Adam akan pergi ke Pulau Dewata. Mereka hanya berdua pergi bersama, tanpa adanya Bunga yang ikut bersama mereka.Tapi sepertinya sama saja, lihat sekarang Adam sedang duduk di bangku tunggu sambil terus mencoba menghubungi Bunga. Adam terlihat sangat gelisah karena Bunga tidak kunjung mengangkat telponnya."Mas, mungkin Bunga masih tidur." Adam melirik Sofia sekilas lalu memasukan ponsel nya kedalam saku. "Apa yang akan kita lakukan di Bali sana Sofia? Aku sama sekali tidak punya niat mengkhianati Bunga." Lagi Sofia harus menelan pil pahit akibat kisah belum usai antara suami dan kekasihnya. "Aku tidak minta Mas untuk mengkhianati Bunga. Kita bisa saling mengenal satu sama lain nanti di Bali. Setidaknya ini bisa menjadi awal yang baik bagi kita. Jika memang Mas tidak berniat menceraikan ku."
Meski takdir tidak memihak padanya, Bunga sudah berusaha sebaik mungkin agar kisah nya dan Adam tetap berlanjut. Namun setelah apa yang dikatakan sahabatnya dia dengar, Bunga ragu untuk melanjutkan usaha itu. Dia memang berpikir untuk pergi.Maka pagi ini Bunga ingin mengunjungi Panti Asuhan tempat dimana dia dibesarkan dulu. Dia ingin berpamitan secara langsung dengan Ibu Kepala Panti, dan juga adik-adik nya disana.Sebelum ke Panti Bunga menyempatkan diri membeli beberapa makanan serta mainan, dan yang terakhir Bunga akan membeli beberapa buku bacaan untuk adik-adiknya.Dia memarkirkan mobil tidak jauh dari toko buku di dekat taman kota yang biasa dia kunjungi.Berjalan dengan wajah yang tenang Bunga membuka pintu kaca toko itu. Setelah memilih beberapa buku dia membayar nya di kasir lalu kembali menuju mobil, sebelum Bunga sampai pada mobilnya dia mendengar teriakan seorang Ibu memanggil nama anaknya, dia yang dekat dengan anak itu langsung saja berlari