Share

Chapter 5 : Perjodohan

Suasana hening menyelimuti kediaman Daniel. Semua anggota keluarga berkumpul diruang tengah kecuali Dean karena ada pekerjaan. Di sana ada Daniel, Zara dan juga Dion.

"Ayah sudah berdiskusi dengan Dean?" tanya Dion, dia memang jarang memanggil Dean dengan sebutan kakak karena usia mereka yang hanya terpaut 3 tahun.

"Dean akan menerima," balas Daniel yakin tapi dengan ekspresi datar seperti biasanya. "Lagipula ayah sudah memutuskannya." Daniel menatap Dion.

"Setidaknya ayah harus dengarkan apa keinginan Dean, selama ini dia hanya mendengarkan semua yang ayah perintahkan." Dion mencoba menahan geraman suaranya karena kesal. Dia kesal karena ayahnya selalu berbuat sesukanya. Dan lebih kesal lagi ketika kakaknya tidak pernah mencoba untuk protes.

"Sayang, kurasa Dion benar. Aku merasa tidak enak dengan Dean." Zara mencoba memberi pengertian agar suaminya sedikit berbelas kasihan pada anaknya. Zara yakin suaminya akan memilihkan perempuan yang terbaik untuk putranya, tapi dia juga ingin putranya hidup sesuai dengan keinginannya. Meskipun Dean bukan benar-benar putranya, melainkan hanya putra sepihak dari suaminya.

"Aku mengajak kalian berbicara bukan untuk mendengarkan masukan. Keputusanku sudah final dan yang perlu kalian lakukan hanya mengikuti apa yang ku perintahkan. Dean sendiri bahkan tidak mengatakan apapun." ucap Daniel dengan tegas.

"Tapi--

ucapan Dion segera dipotong oleh ibunya yang sudah sangat hapal kalau Daniel tidak suka dan juga tidak bisa dibantah.

"Baiklah. Jadi kapan kita akan bertemu dengan keluarganya tuan Siwon?" kali ini Zara bertanya sambil mengelus telapak tangan Dion yang sedang kesal.

"Minggu depan." Daniel menatap Dion. "Dan kau yang harus menyampaikannya pada Dean."

"Tuan Siwon yang mana yang akan menjadi mertuanya Dean?" tanya Dion mulai penasaran. Dia memang tidak tahu banyak pengusaha, tapi entah kenapa nama Siwon seakan mengusik rasa penasarannya.

"Agung Arkasa, atau yang lebih dikenal dengan Siwon pemilik Sedaap Group."

"Siwon? Seperti tidak asing." gumam Dion. Zara yang tidak sengaja mendengarnya, menatap Dion penuh tanya.

"Kau mengenalnya?"

"Tidak bu, hanya saja seperti sering mendengar." jawab Dion sambil mengedikan kedua bahunya.

"Ah begitu ya, mungkin karena dia pengusaha terkenal, jadi namanya sering diperbincangkan." Zara tersenyum menanggapi jawaban putranya.

"Nara Andini." tiba-tiba Daniel kembali bersuara.

"Apa?" Dion terkejut mendengar ucapan ayahnya barusan.

"Nara Andini?" tanya Zara.

"Nama calon istrinya Dean. Nara Andini." Daniel memberikan penekanan pada nama Nara dan kembali menatap Dion yang kini sedang syok akibat perkataannya barusan.

"Maksud ayah? Tidak mungkin Nara yang itu kan?" Dion menatap ayahnya bingung.

"Kau tidak bodoh untuk pura-pura tak mengerti Dion." Daniel menurunkan pandangannya dan mengambil teh yang sejak tadi menemani perbincangan mereka. Tiba-tiba saja tenggorokannya merasa kering.

"Kau mengenalnya Dion?" tanya Zara yang tidak mengerti dengan perubahan ekspresi putranya yang tiba-tiba terlihat sangat marah.

"Katakan itu pada Dean." titah Daniel acuh.

Dion mengepalkan tangannya. Dia segera berdiri dan menyambar kunci mobilnya. Meninggalkan kedua orang tuanya terutama ibunya yang masih tidak mengerti apa yang salah.

"Maafkan ayah, ini mungkin tidak adil untukmu Dion. Hanya saja, setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuk Dean. Anak itu sedikit membuatku khawatir." ucap Daniel dalam hatinya.

✿✿✿✿✿

Tidak kalah berbeda dengan suasana dikediaman Daniel, kediaman Siwon juga sedang diliputi ketegangan. Sejak tadi Yona sibuk mondar-mandir dan mengigit jarinya.

"Tidak sayang, aku tidak bisa mengatakan ini pada Nara sekarang."

"Duduklah dulu Yon, kau membuatku jadi pusing." Siwon mendesah pelan.

"Ayah benar bu. Duduklah lah, aku jadi tidak bisa berpikir." ucap Nanda yang juga merasa terganggu dengan sikap ibunya.

"Kenapa harus secepat ini?" Yona kembali protes. Namun kali ini dia sudah duduk di antara kedua laki-laki yang ada di sana. "Nanda saja belum menikah, lalu kenapa harus Nara? Dia pasti akan sangat terkejut."

"Kurasa Nara pasti sudah menduga hal seperti ini. Kita sering menyinggung nya." jawab Siwon dengan serius. Sementara Nanda hanya menyimak. Sejujurnya Nanda juga tidak sependapat dengan ayahnya. Adiknya masih terlalu muda, Nanda belum siap berpisah dengannya dan lagi ini perjodohan, dia tidak yakin adiknya akan bisa bahagia. Belum lagi belum lama ini Nara mengatakan kalau dia punya pacar.

"Bagaimana jika Nara punya kekasih?" Nanda mulai bersuara. Setidaknya dia harus membantu adiknya, walaupun keputusan ayahnya memang tidak pernah berubah.

Kali ini Siwon dan Yona menatap Nanda bersamaan. "Tinggal putus, semudah itu." Siwon menjawab dengan nada datarnya membuat Yona istrinya melongo tak percaya.

"Semudah itu katamu? Kau tidak berpikir kalau Nara mungkin saja terluka karena harus berpisah dengan kekasihnya?" Yona berteriak marah.

"Pelan kan suaramu sayang. Nara akan baik-baik saja. Berpisah dengan berandalan dan mendapatkan seorang pangeran, kurasa itu adalah adegan terbaik dalam kehidupan."

"Berandalan? Apa Nara benar-benar punya kekasih? Ayah tahu itu?" kali ini justru Nanda yang terkejut.

"Entahlah, aku hanya menebak." Siwon menjawab asal membuat Yona dan Nanda memicing tak percaya.

"Aku pulaaaaaaaaang--" teriakan Nara terdengar sampai ruang keluarga. Padahal dia baru saja sampai didepan pintu utama.

"Waw, sepertinya aku pulang tepat waktu. Semuanya sedang berkumpul." ucap Nara begitu melihat kedua orang tua dan kakaknya sedang berada diruang keluarga.

"Kemarilah Nara." Siwon menepuk sofa disampingnya. Namun Nara menggeleng dan malah duduk di samping Nanda.

"Kaaaak, aku lelah." keluh Nara manja pada kakaknya dengan kepala yang sudah bersandar dipundak Nanda.

"Astaga, kenapa manja sekali? Apa terjadi sesuatu?" tanya Nanda dengan lembut mengabaikan tatapan kedua orang tuanya.

Nara menggelengkan kepalanya dan memeluk lengan kakaknya. "Hanya sedikit merindukan kakak." setelah mengatakan itu Nara tersenyum dengan manis kearah Nanda yang membuat Nanda gemas dan mencubit pipinya.

"Nara, ayah ingin bicara serius." Siwon mulai bersuara kembali.

"Sayang!" Yona mendelik tajam. Nanda juga menghela nafas panjang. Semuanya akan segera dimulai.

"Ada apa ayah? Kenapa suasananya menjadi tegang begini." Nara terkekeh.

"Dengarkan baik-baik Nara," Siwon menghela nafas sebelum melanjutkan  kalimatnya. Namun sebelum sempat berbicara lagi, Nara sudah lebih dulu memotong.

"Sepertinya aku tahu apa yang akan ayah sampaikan." Nara mengambil nafas dalam. "Dengan siapa?" pertanyaan langsung Nara membuat Yona maupun Nanda menatapnya bersamaan.

"Keluarga Smith."

"Smith?" ulang Nara. Tiba-tiba saja dadanya langsung bergemuruh hebat, entah itu karena kekasihnya yang merupakan keluarga Smith, ataukah hal lain yang sangat tidak dia ingin untuk terjadi.

Siwon mengangguk. "Anaknya Daniel Smith."

"Baiklah aku menerima," jawab Nara yang lagi-lagi membuat Yona dan Nanda menganga tak percaya.

"Kau yakin sayang? Tidak ada penolakan? Atau setidaknya kau bisa protes terlebih dahulu." Yona berkata tak percaya dan menghampiri Nara.

"Ibu benar Ra, setidaknya kau harus tahu dengan siapa dan orang seperti apa yang akan bersamamu."

"Kau sudah memutuskan Nara. Tidak ada jalan untukmu kembali." ucap Siwon dengan mantap. "Kita akan bertemu secara resmi dengan keluarga mereka minggu depan."

"Semoga kau tidak salah paham Nara." ucap Siwon dalam hatinya.

✿✿✿✿✿

Tok tok tok

Suara pintu kamar Nara diketuk dengan pelan. Nara yang baru saja akan tidur, kembali membuka matanya dan turun dari ranjang untuk membukakan pintu.

"Ah kakak, ku kira siapa,"

"Kau akan tidur Ra?" tanya Nanda yang melihat adiknya menguap.

"Masuklah kak, aku tidak jadi tidur, hehe." Nara tersenyum.

Nanda memasuki kamar Nara dan duduk diranjang king size milik adiknya itu.

"Ada apa? Apa tentang yang tadi?" tanya Nara yang seolah mengerti tujuan dari kedatangan kakaknya itu.

Nanda mengangguk. "Kau yakin Ra? Maksud ku, kau masih bisa membujuk ayah, setidaknya sebelum semua terlambat."

Nara menggeleng. "Tidak ada gunanya kak, kau lebih tahu tuan Siwon itu seperti apa." Nara terkekeh.

"Kakak hanya khawatir denganmu." Nanda mengusap kepala adiknya dengan lembut.

"Ck, daripada mengkhawatirkanku sebaiknya kakak mengkhawatirkan diri sendiri. Kapan kakak akan menikah? Jangan membiarkannya menunggu terlalu lama." Nara menyenggol lengan kakaknya.

"Apa maksudmu? Siapa yang menunggu? Bicara mu tidak pernah benar."

"Ayolah kak, matamu mengatakan segalanya. Tatapan mu pada kucing betina itu selalu berbeda." sindir Nara.

"Tunggu? Kucing betina? Siapa maksud--

Hey, aku tidak menyukainya." Nanda menggelitik perut Nara sampai suara tawa keduanya memenuhi ruangan tersebut.

Tanpa mereka sadari, sebenarnya sejak tadi ada orang yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka. "Pada akhirnya, semua akan berbalik padaku." gumamnya pelan.

"Kakak tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja. Dan kali ini aku akan yang akan memberikan kejutan kepada orang tua itu." Nara kembali terkekeh.

"Ayo kita tidur. Ini sudah malam Ra." Nanda segera turun dari tempat tidur adiknya. Namun tangannya ditahan oleh perempuan manis itu.

"Kakak tidurlah denganku. Kita harus lebih menghabiskan waktu bersama sebelum aku benar-benar pergi dari rumah ini." rengek Nara.

"Hmm, baiklah. Selamat malam Ra." Nanda kemudian mengecup dahi Nara.

*

*

*

- TBC -

With Love : Nhana

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status