Share

Chapter 6 : Awal Mula Prahara

Dean berjalan menyusuri taman kota, entah kenapa hari ini dia merasa sangat bosan. Pekerjaan yang biasa dia lakukan mampu dia selesaikan dengan cepat. Hingga membuat dia tidak punya lagi kegiatan dan berakhir dengan duduk sendirian di taman.

Sena sebenernya mengajak dia untuk pergi bersama. Namun Dean menolak, dia tidak mau mengganggu waktu berduaan Sena dan Harry. Bagaimanapun mereka hanya punya sedikit waktu untuk bersama, karena Harry harus memberikan waktunya untuk Sion juga.

Ngomong-ngomong tentang Harry, Sena dan Sion mereka bertiga punya hubungan yang cukup rumit. Sena dan Harry sudah menikah 2 tahun lalu karena perjodohan. Namun sebelumnya Harry sudah memiliki kekasih yaitu Sion dan dia tidak mau meninggalkan Sion begitu saja, hingga berakhirlah mereka menjalani kisah cinta segitiga. Sena tahu tentang Sion, namun Sion tidak tahu apapun tentang Sena.

Setiap kali teringat dan memikirkan tentang itu, Dean selalu mendecih kesal. Dia tidak habis pikir dengan kedua sahabatnya itu, Harry yang begitu terang-terangan tentang hubungannya, dan Sena yang sok kuat dengan merelakan suaminya bersama orang lain. Padahal Dean tahu dengan benar baik Harry maupun Sean mereka saling menyukai.

Sebuah bola tiba-tiba saja melayang dari kejauhan dan menghantam kepala Dean dengan tidak indahnya. Membuat lamunan pemuda berumur 27 tahun tersebut berhamburan dan digantikan dengan aduh-an karena nyatanya benturan tersebut cukup keras.

"Astaga kak, maafkan aku. Aku tidak sengaja." seorang anak remaja yang diduga pelaku dari kejadian tersebut meminta maaf kepada Dean.

Dean mengambil bola tersebut dan memberikannya pada anak itu. "Berhati-hatilah disini tempat umum, jika bola tadi mengenai anak-anak atau orang tua itu bisa berbahaya."

"Iya kak, sekali lagi aku minta maaf." Anak itu sedikit membungkuk hormat pada Dean. Sementara Dean hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

"Woody apa yang kau lakukan disini?" tiba-tiba suara seseorang menginterupsi kegiatan mereka.

Merasa namanya dipanggil, anak itu menengok kearah sumber suara begitupun dengan Dean, dia ikut melihat siapa yang berbicara.

"Ah kak Nara, Woody sedang meminta maaf pada kakak ini." Woody menunjuk kearah Dean.

"Kenapa? Apa kau berbuat salah? Atau pria ini yang mengganggumu lebih dulu? Katakan pada kakak," Nara memutar tubuh Woody agar menghadap kearahnya. Sedangkan Dean hanya menghela nafas panjang.

"Tidak kak. Woody yang salah," Woody menggeleng pelan. "Tadi Woody menendang bola terlalu keras dan mengenai kepala kakak ini." setelah mengatakan kalimat itu Woody menggigit bibirnya karena gugup takut dimarahi.

Nara memicingkan matanya. Menatap Woody dengan lekat guna mencari tahu apakah anak dihadapannya ini berbohong atau tidak.

Melihat interaksi Nara dan Woody tiba-tiba saja Dean ikut membuka suara. "Jika kau tidak mempercayainya, sebaiknya lihat saja dahiku. Kurasa akan membekas, karena benturan nya cukup keras." Dean menunjuk dahinya.

Nara mengamati wajah Dean dengan lekat, dilihatnya dahi pria itu memang merah dan sedikit benjol. Saking asiknya mengamati wajah Dean yang menurut Nara cukup tampan ralat sangat tampan, tatapan Nara dan Dean pun akhirnya bertemu. Keduanya menatap dengan intens mencari sesuatu makna dibalik tatapan satu sama lain. Merasa tatapan Dean semakin tajam, Nara segera mengalihkan pandangannya dan menghindari kontak mata dengan pria itu.

"Sial dia sangat tampan." umpat Nara dalam hatinya.

"Dahimu benjol. Aku akan mengobatinya." Nara segera mendudukkan dirinya di samping Dean.

"Woody, kau sudah minta maafkan?" Woody mengangguk. "Kalau begitu, pergilah ke bibi dan ajak anak-anak yang lain untuk segera makan."

"Baik kak. Kakak tidak akan ikut?" tanya Woody sebelum pergi.

"Kakak akan menyusul." jawab Nara sambil tersenyum manis. Membuat Dean betah memandangi nya.

"Kemarilah, lebih dekat." panggil Nara pada Dean dengan menepuk tempat kosong di sampingnya.

"Kita sudah duduk satu kursi. Kenapa juga harus lebih dekat." jawab Dean cuek.

"Aku sudah bilang akan mengobatimu. Jadi cepat kemari biar lebih cepat selesai dan aku bisa pergi dari sini." Nara berbicara dengan ketus dan membuat Dean mengernyitkan dahinya.

"Kau tidak perlu melakukannya. Aku tidak akan menuntutmu."

"Aku melakukannya bukan karena peduli. Aku hanya tidak ingin adikku merasa bersalah padamu." Nara mengambil obat ditasnya dan segera berdiri menghadap Dean.

Posisi mereka sekarang berhadapan dengan Nara yang berdiri diantara kedua kaki Dean yang sedang duduk. Nara mengobati dahi Dean yang benjol dan sedikit terluka itu, beruntung dia selalu membawa kotak P3K kemanapun. Alasannya karena dia selalu pergi dengan anak-anak. Dan anak-anak rentang sekali terluka saat sedang bermain.

Dean menatap Nara dari bawah. Ditatap nya wajah manis itu dengan begitu lekat. "Pantas saja aku seperti mengenalmu." ucapnya dalam hati.

"Baiklah sudah selesai. Aku akan pergi sekarang." Nara segera kembali kesamping Dean dan membereskan barang-barangnya.

"Terima kasih." ucap Dean dengan tulus tidak lupa dengan senyuman yang menghiasi wajah tampannya. Nara yang melihatnya seketika tertegun. Senyuman Dean berbahaya untuk jantungnya.

"Tidak masalah, lagipula itu karena Woody."  jawab Nara masih dengan acuh, padahal jantungnya sejak tadi sudah berdetak kencang.

"Nara, kau sudah selesai?" tiba-tiba sebuah suara mengagetkan mereka.

"A-ah bibi. Iya bi aku sudah selesai." Nara menghampiri Dean yang berada tidak jauh dari mereka berdua.

"Kalau begitu ayo kita pergi. Anak-anak tidak mau makan tanpamu." Sarah menggenggam tangan Nara.

"Baiklah bibi. Ah iya, saya permisi dulu tuan, semoga cepat sembuh." pamit Nara kepada Dean. Sarah yang berada di samping Nara juga ikut pamit dengan menganggukan kepala dan tersenyum kearah Dean. Sementara Dean hanya membalas dengan anggukan kepala juga.

"Aku menemukanmu."

✿✿✿✿✿

"Astaga Dion, ini apa lagi hah?" Wina yang baru saja memasuki ruangan Dion dibuat terkejut karena seisi ruangan yang sangat berantakan. Semua benda yang semula berada di atas meja kerja Dion kini berpindah kelantai dengan tidak beraturan, hancur dan berserakan.

Dion masih diam dikursinya, tatapannya kosong dan raut wajahnya merah penuh amarah. Dia juga tidak mengindahkan ucapan Wina sama sekali.

"Hanya ada 2 alasan yang bisa membuatmu sekacau ini. Yang pertama keluarga, dan yang kedua Nara." tebak Wina dengan yakin.

Dion menatap Wina dengan tajam. "Dan kali ini keduanya. Kau selalu menebaknya dengan benar sialan!" Dion mendesis pelan.

Wina yang sudah terbiasa menghadapi sifat buas Dion yang kasar hanya mendesah pelan. "Kali ini kenapa lagi?"

Dion melemparkan foto keluarganya kearah pintu dan membuat figura yang tidak bersalah itu pun hancur tidak berbentuk lagi.

"Berhenti melempar barang-barangmu brengsek. Kau akan membuat semua orang dikantor mendatangi ruangan ini." Wina menampar wajah tampan milik atasannya dengan berani.

"Sialan kau berani sekali." Dion bangun dari tempat duduknya dan menghampiri Wina dengan penuh amarah. Belum sempat dia melayangkan sebuah pukulan kearah perempuan itu, dengan tiba-tiba Wina menyambar bibir Dion membuat Dion dengan refleks menurunkan tangannya.

Wina mencium Dion dengan kasar dan tergesa-gesa. Dilumatnya bibir Dion yang sejak tadi hanya diam saja. Tidak ada penolakan namun juga tidak ada pergerakan yang berarti. Tidak mau menyerah, Wina menekan tengkuk Dion untuk memperdalam ciuman mereka. Dan dengan tiba-tiba Dion meraih pinggangnya untuk semakin menempel dengannya. Diangkatnya tubuh kurus dan mungil itu kedalam pangkuannya, Wina dengan refleks melingkarkan kedua kakinya dipinggang Dion. Ciuman mereka pun semakin memanas. Kali ini Dion bahkan sudah mendominasi dengan berutal.

Entah sejak kapan mereka pindah ke sofa, kali ini Wina sudah duduk dipangkuan Dion dengan baju yang sudah berantakan. Kedua kancing kemeja bagian atas tubuh Wina sudah terlepas.

"Aku mengingnkanmu Win!" bisik Dion dengan suara yang berat.

"S-sebaiknya kita berhenti Dion," Wina berusaha menghentikan Dion. Mereka sama-sama sadar, namun nafsu sudah mengambil alih kesadaran mereka. Meski bibir Wina berkata tidak, namun tubuhnya tetap menikmati semua perlakuan Dion padanya.

Sedangkan diluar ruangan tampak seorang laki-laki dan seorang perempuan tengah berbincang.

"Hallo Mike, apa kak Dion ada didalam? Sejak tadi aku menghubunginya tapi tidak dijawab." Nara baru saja tiba dikantor kekasihnya. Dan kini dia sedang bertanya kepada salah satu model di agensi Dion yang merupakan teman dekat mereka yaitu Mike.

"Aku rasa ada karena sejak tadi tidak ada yang meninggalkan kantor." jawab Pria tampan itu.

"Ah begitu ya. Baiklah kalau begitu aku akan langsung masuk ke ruangannya saja."

- TBC -

With Love : Nhana

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status