Share

5

Chapter 5

Yuna melenguh, dan mendapati dirinya sudah berada di dalam mobil. Sperti milik Jeffrey. Ya, ia sedikit tahu tentang itu ketika melihat blazer yang tadi Jeffrey kenakan bertengger di kursi kemudi. Gadis itu mengeluarkan ponselnya, "Sudah jam pulang,"

Kemudian matanya beralih ke luar jendela, dimana Jeffrey baru saja keluar dari minimarket membawa kantung palstik yang entah apa isinya.

"Akhirnya kau bangun. Ini soda," ucap Jeffrey menyodorkan sekaleng cola pada Yuna.

"Terimakasih,"

Yuna menenggak sedikit colanya kemudian menatap Jeffrey dengan tatapan bersalah, "Maaf merepotkanmu,"

"Jadi seharusnya aku meninggalkanmu sendiri di ruanganku yang sebentar lagi dikunci? Baiklah lain kali akan kulakukan itu,"

Yuna melotot. Ia tahu Jeffrey sedang berusaha mengajaknya bercanda. Tapi bangun tidur membuatnya kehilangan sebagian moodnya.

"Bisakah kau membuka kuncinya? Aku ingin pulang," ucap Yuna seraya mengambil tas tangannya.

"Ikut aku dulu,"

Jeffrey membanting stir, ia berniat mengajak Yuna ke rumahnya. Tidak ada maksud buruk. Tapi beberapa hal ini harus ia urus dengan Yuna.

Tiba disana, Jeffrey masuk rumah dan diikuti Yuna di belakang. Kesan pertama Yuna untuk rumah ini adalah 'suram'. Hari semakin gelap dan rumah Jeffrey menggunakan lampu hemat energi otomatis yang hanya menyala jika sensornya menangkap pergerakan seseorang di satu area. Terlalu besar untuk rumah yang hanya ditinggali oleh satu orang. Meski begitu, semuanya tampak bersih dan bebas debu.

Jeffrey mempersilahkan Yuna duduk di ruang tamunya. Ia pergi ke sebuah ruangan dan mengambil benda persegi.

"Ini laptop untukmu," ucap Jeffrey.

"Aku tahu kau selalu mengerjakan laporan dengan ponselmu kan?" lanjutnya. Kemudian ia menggenggam jempol tangan Yuna, "Kasihan jempol ini. Kau bisa membayangkan, pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh 5 orang malah dikerjakan hanya 2 orang. Dua orang itu akan lelah dan sakit. Seperti ibu jarimu,"

Yuna menatap Jeffrey teduh, "Terimakasih. Tapi, mau pakai laptop sekalipun aku tetap akan melakukannya dengan dua jari,"

"Aku akan mengajarimu teknik lima jari. Datanglah padaku saat pulang kerja atau saat waktu luang di luar jam kerja,"

Jeffrey tersenyum kemudian menarik tangan Yuna ke kamarnya.

"Aku ingin menunjukkan sesuatu," bisik Jeffrey kala mereka menaiki tangga yang menghubungkan kamar Jeffrey dengan ruang tengah.

Mata Yuna terpaku seketika menatap bibir Jeffrey yang melengkung membentuk sebuah senyuman manis. Bahkan semua perlakuan Jeffrey padanya sangat lembut. Mulai dari pergerakan tangannya yang menggenggam pergelangan tangan Yuna, senyumannya, dan mata yang senantiasa menatapnya teduh. Dalam hitungan detik, gadis itu terpesona oleh bosnya. 

Jeffrey menuntun Yuna masuk ke kamarnya perlahan. Kemudian menuju lemari yang terletak di sudut ruangan.

"Sekarang apa?" tanya Yuna.

Pasalnya, Jeffrey hanya menggenggam tangan Yuna tanpa melakukan apapun. Sedetik kemudian Jeffrey menyeringai dan membuka lemarinya.

"Apa?" tanya Yuna bingung.

Jeffrey mendesah gusar, "Kau tidak ingat pakaian ini? Tidak ada yang bisa melupakan pernikahan meskipun itu menyimpan pengalaman buruk,"

"Kau menyimpan pakaianku?" Yuna masih bingung. Tidak ada yang bersangkutan dengannya di dalam lemari Jeffrey.

"Ini! Kau lihat ini? Gaun pengantinmu. Kau yang meletakkannya disini kan,"

"Sudah berapa kali aku katakan. Itu bukan milikku,"

Jeffrey menatap curiga, "Kau bukan sengaja melupakannya?"

"Oh hey ayolah! Aku yang membantumu pergi ke rumah sakit untuk diotopsi. Terimakasihlah padaku karena kau tidak terbangun di tengah jalan," lanjutnya

Yuna mengernyit. "Bolehkah aku jujur?"

"Silahkan saja. Aku malah senang karena masalah ini sebentar lagi selesai,"

"Dilihat dari bahan, desain, dan obrasnya terlihat sangat rapi. Gaun ini bisa berharga lebih dari 3 kali gajiku saat ini. Dan sebelum aku bekerja di perusahaanmu, aku adalah seorang karyawan pabrik yang digaji setengah dari gajiku sekarang. Masih mau menuduhku?"

Benar yang dikatakan Yuna. Ia mana mampu untuk membeli gaun semewah ini. Ia berasal dari kalangan menengah kebawah dan hampir tidak mungkin untuk menggelar acara pernikahan yang sebegitu megahnya.

"Tapi gaun ini tiba tiba ada di lemariku. Siapa yang membawanya kemari?"

Yuna mengangkat bahunya, "Aku baru pertama kali ini ke rumahmu,"

Brakkk

Suara dari atas. Tepat di atas mereka berdiri. Seperti sesuatu terjatuh atau entahlah. Rumah Jeffrey bersih dari tikus dan tidak ada angin atau apapun yang memungkinkan untuk menjatuhkan sebuah benda.

Mereka menatap langit langit, "Anjingmu?" tanya Yuna.

"Aku tidak punya hewan peliharaan,"

"Kau tidak berniat melihatnya?" tawar Yuna.

Jeffrey menatap Yuna ragu kemudian mencari tangga yang menghubungkan kamarnya dengan lantai paling atas. Hanya berisi kasur untuknya tidur menikmati hujan lewat jendela dan meja belajar.

"Kenapa ikut?" tanya Jeffrey melihat Yuna juga mengikutinya naik.

"Aku akan melindungimu," ucapnya dibalas tatapan malas oleh Jeffrey.

Mereka naik dan tidak ada apapun yang terjatuh. Tapi dentuman itu terasa nyata.

"Tidak ada apapun," ucap Jeffrey.

Matanya terpaku oleh Yuna yang tiba tiba sudah berbaring apik di atas kasurnya. Dengan senyum merekah menatap jendela di atap. Ia melirik Jeffrey dan melempar wink padanya. Raganya seakan rubuh. Ia berniat untuk menghampiri gadis itu dan melakukan apa yang ingin ia lakukan. Yuna dengan gaun pengantin, riasan sederhana, dan pose yang membuatnya hampir gila benar benar beracun. Ia bisa saja menikam Yuna setelah ini.

"Jeffrey! Ada apa?" teriak Yuna dari bawah. Sedetik kemudian ia tersadar bahwa Yuna berada di lantai dua. Bukan di atap. Ia menatap kasur yang tadi digunakan khayalanmya untuk berbaring, kini wanita itu  lenyap.

"Jeff?"

"Ah sebentar, aku akan turun,"

"Ada apa? Kenapa wajahmu? Terlihat gelisah," ucap Yuna.

Jeffrey sedikit tercengang. Gadis didepannya, mirip seperti gadis di atas yang menggodanya. Dirinya merasa kembali gila. Pria itu memeluk pinggang Yuna posesif dan hampir saja kehilangan kendalinya.

"Jeff? Kau kenapa?"

Pria itu mengerang. Menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Yuna. Menghirup dalam dalam aroma lavender dari parfume yang Yuna kenakan.

"Maaf. Aku akan megantarmu pulang sebelum kau membuatku gila," erang Jeffrey

###

"Kemarin kulihat kau tidur di ruangan bos. Dia tidak berbuat jahat dengamu kan?" tanya Sicheng.

Lalice melotot, "Serius? Ya tuhan. Kupikir kau ada lembur. Ternyata lebih dari lembur. Secepat itu Jeffrey menemukan belahan jiwanya?"

"Belahan jiwa apanya? Kemarin memang benar aku tidur di ruangan bos. Tapi hanya tidur. Tidak lebih," sangkal Yuna kembali menyantap tahu putihnya.

Entah apa alasannya, ia berniat untuk diet sekarang dan hanya memakan tahu putih dengan segelas susu.

"Lalu? Bagaimana pulangnya?" tanya Sicheng.

"Diantar bos,"

"Setelah dari rumahnya kan," goda Sicheng.

Lagi lagi Lalice melotot, "Aku ketinggalan gossip banyak,"

"Dia membawaku ke rumahnya hanya untuk memberi fasilitas kantor. Dan gaun pengantin," ucap Yuna lemah di akhir.

"Gaun pengantin?!"

"Ah lupakan. Jam makan siang sebentar lagi habis. Cepat selesaikan makan kalian," desak Yuna.

Sicheng dan Lalice saling bertukar pandang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status