Share

6

Chapter 6

"Bagusnya pakai ini atau ini?" tanya Lalice menenteng dua dress.

Yuna mengangkat kepalanya, "Yang warna peach,"

"Ah seleramu payah," ejek Lalice

Payah? Padahal tadi Lalice yang bertanya padanya. Gadis itu sangat sibuk memilih pakaian yang akan ia kenakan untuk menjenguk Rosie. Benar, tadi malam Rosie telah melahirkan putra pertamanya. Dan rencananya, Lalice dan Yuna akan menjenguknya malam ini.

"Ini bagus kan?" tanya Lalice menyodorkan dress berwarna merah terang dengan potongan dada yang cukup rendah. Terlihat cukup kecil untuk ukuran tubuh Lalice, tapi sepertinya gaun ini bisa melar mengikuti bentuk tubuh yang memakainya.

"Bagus, terlihat berkelas," ucap Yuna seadanya.

Lalice hendak masuk kamar dan mengganti baju sebelum ia teringat sesuatu, "Kau tidak mengganti pakaianmu?"

"Kenapa dengan pakaianku sekarang? Sepertinya baik baik saja," ucap Yuna melihat pakaiannya yang masih rapi.

"Astaga, pakaian itu sudah kau pakai untuk kerja seharian kan,"

Memang benar. Yuna terlalu malas untuk mengganti pakaian tanpa mandi. Rasanya risih. Tapi Lalice terus memaksanya untuk mengganti pakaian dengan dress miliknya.

"Ganti pakaianmu atau ku tinggal,"

"Baiklah baiklah. Pinjam kamar mandinya. Aku ingin mandi,"

###

Mereka berdua tiba di Rumah Sakit berpapasan dengan Jeffrey yang sepertinya baru saja sampai. 

"Mau menjenguk Rosie juga?" tanya Jeffrey kepada dua orang di depannya. Walaupun secara khusus ia tujukan ke Yuna karena matanya hanya fokus pada gadis itu. Jeffrey melempar tersenyum penuh arti ke Yuna yang dibalas kikuk.

"Ayo," ajak Lalice berjalan mendahului mereka.

Mungkin karena gadis itu tidak ingin menjadi 'obat nyamuk' diantara Jeffrey dan Yuna. Pasalnya, setiap Jeffrey bertemu dengan Yuna, mereka hanya akan berdua seolah menganggap tidak ada manusia lain selain mereka.

"Kau terlihat kurus dengan gaun itu," ucap Jeffrey berjalan di samping Yuna. Matanya menelisik dari atas kepala hingga ujung kaki.

Sejak ia bekerja di perusahaan Jeffrey, gadis itu menjaga pola makannya ketat. Karena ia hanya duduk sepanjang hari, dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk pembakaran lemak. Walaupun terkadang ia harus mengikuti Jeffrey bolak balik ke lapangan proyek, tetap saja itu hanya beberapa hari.

"Gaunnya yang kebesaran," jawab Yuna.

Selama 5 bulan ini mereka lebih sering bersama. Hal itu tentu membuat keduanya menjadi lebih dekat. Kerap kali Jeffrey mengajak Yuna keluar untuk sekedar makan siang atau makan malam dan berujung menjadi kencan dadakan. Meski begitu, baik Jeffrey maupun Yuna masih cukup samar dengan perasaannya.

Seperti sekarang, mereka melewati lorong rumah sakit dengan tangan saling tertaut. Terkadang Jeffrey memperhatikan gadis di sampingnya yang terlihat biasa saja. Berbeda dengan dirinya yang jelas terlihat gugup. Bahkan Yuna bisa merasakan tangan Jeffrey yang gemetar dan mengeluarkan keringat.

Setelah mereka berada di dalam ruangan Rosie, Lalice sudah mencak mencak karena dirinya menjadi nyamuk dari parkiran.

"Seharusnya aku juga mengajak Sicheng tadi," gerutu Lalice menyeruput es sirop yang June — suami Rosie— siapkan.

Rosie terbahak, "Sicheng baru saja keluar, kau tidak berpapasan dengannya?"

"Tidak. Mungkin pria cina itu tengah ada urusan lain," ucap Lalice.

Jeffrey tersenyum, menjabat tangan June, "Selamat atas kelahiran putra pertamamu. Semoga dia tidak menuruni sifat ayahnya,"

"Sifat ayahnya jauh lebih baik," June menjeda kalimatnya dan melirik istrinya yang tengah sibuk membuka hadiah dari kedua temannya, "Dari sifat ibunya," lanjut June berbisik.

Rupanya, pendengaran Rosie sangat tajam hingga bantalnya mendarat di kepala suaminya.

"Kenapa ibunya?" tukas Rosie.

June gelagapan, "Eh, ibunya terlalu baik. Anak kita kan laki laki, tidak bagus kalau dia terlalu baik,"

Sedangkan yang lain terkikik dengan drama sepasang suami istri di depannya.

"Ah Jeff, cepatlah menikah dan menyusul kami," ucap June menepuk pundak kawannya.

"Cepatlah menikah dan buatkan teman untuk anakku," lanjutnya.

Jeffrey tersenyum sekenanya. Dengan gerakan reflek ia melirik Yuna yang sama sama tengah memperhatikannya. Tatapan mereka bertemu dan bertahan cukup lama. Seakan waktu tiba tiba berhenti, hingga deheman Lalice memecah keheningan.

"Apakah itu sebuah kode?" ucap Lalice menatap Jeffrey dan Yuna bergantian.

Jeffrey menatap Lalice, "Haruskah?"

Semua yang ada di dalam kamar serempak menatap Jeffrey dengan mulut menganga.

"Aku tunggu undangannya!" heboh Rosie diiringi kehebohan Lalice yang bersorak riang.

###

"Lice, kau keberatan jika Yuna pulang bersamaku?" tanya Jeffrey di parkiran.

Jam menunjukkan pukul 8 malam. Mereka tidak ingin mengganggu ibu muda lebih lama dan memutuskan pulang. Tapi tiba tiba Jeffrey meminta izin kepada Lalice untuk mengantar Yuna pulang.

"Sebenarnya, Ya. Tapi tak apa. Aku yakin kalian ingin bersenang senang dulu kan? Semoga berjalan lancar," ucap Lalice mengedipkan sebelah matanya.

Yuna tidak banyak bicara. Dalam hati ia benar benar bersorak sekarang. Ternyata Jeffrey berani menunjukkan perasaannya secara gamblang.

Ia menggandeng tangan Yuna untuk masuk ke mobilnya.

"Em, bisakah kita mampir ke rumahku?" ucap Jeffrey.

Yuna mengernyit, "Untuk apa?"

"Untuk... Makan malam! Ya! Aku bisa memasak untukmu. Atau kita masak bersama. Terdengar bagus kan?"

"Baiklah. Tapi jangan sampai larut malam. Nenekku bisa khawatir,"

"Aku berjanji! Aku berjanji tidak akan sampai lewat pukul 11 malam,"

Perasaan Jeffrey menggebu. Ini adalah kali kedua ia mengajak Yuna ke rumahnya. Dalam hati ia berjanji akan semakin sering mengajak gadis itu kemari. Untuk menghabiskan sepanjang malam. Hanya berdua dengan Yuna.

"Ayo," ucap Jeffrey menuntun Yuna masuk kedalam rumahnya.

Secara otomatis lampu menyala seiring mereka berjalan dan akan mati secara otomatis pula setelah mereka meninggalkan area.

"Baik, kita tentukan kandidat makan malam hari ini. Ada nasi goreng, BBQ, mie kuah, dan seafood. Katakan pilihanmu saat aku mulai berhitung," ucap Jeffrey dibalas anggukan Yuna.

Ia mulai berhitung 1 sampai 3,

"Nasi goreng!" ucap mereka serempak.

"Hebat. Bahkan begini saja kita sepemikiran. Sepertinya Tuhan sudah memberi kita petunjuk," ucap Jeffrey tersenyum manis.

Yuna terkekeh, "Terserah bagaimana kau menganggapnya. Biar aku yang memasak,"

Jeffrey melepas kemejanya, meninggalkan kaus putih tipis yang melekat membentuk jelas bentuk tubuhnya. Pria itu memiliki postur tubuh yang bisa membuat siapapun lumer saat melihatnya. Rambutnya berwarna coklat terang serta dipotong rapi dan dimple membuatnya semakin terlihat manis.

"Biar aku bantu," ucap Jeffrey mengiris bawang dan cabai.

"Ada ayam potong di freezer," lanjutnya.

Yuna mengangguk. Ia membuka freezer dan,

"Aaaaaaaa!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status