Share

3. Estetika Cakaran

Sedetik ia menatap dirinya sendiri, lalu membuang napas juga membuang wajah. Entahlah, ia juga bingung karena terlalu berlebihan memberi Baskara harapan. 

Alih-alih mercedes benz, Baskara datang dengan senyum lebar dan vespa matic berwarna abu. Inilah sebab Joita tak langsung percaya pada kesepakatan Baskara sebelumnya.

Laki-laki itu sering berdusta, jauh dari bawaan diri, seorang lelaki memang sudah memiliki tabiat sendiri. Sebaik atau seterpercaya apapun lelaki, tetap ada dustanya. Lihatlah lelaki di depan Joita ini. Duduk santai memainkan gas motor lawas dengan cengiran bebas. Seolah dunia dimilikinya.

Lagi, Joita mendengus. Bukan agak kesal sih, tapi banyak kesal. Andai sang mama tidak memaksanya tadi, malas Joita nebeng sama Baskara dan motor bututnya ini. Lebih baik naik taksi atau tukang ojek online. Kualitasnya berbeda, hey.

"Lo gak suka, ya bareng sama gue?"

Joita malas menatap Baskara dari kaca spion. Ia memilih memandang alun-alun yang mereka lewati. "Sangat."

"Sebenernya gue kaya, beneran deh. Cuma Bunda gue gak ngebolehin gue naik mer—"

"Cepetan, kunyuk! Mau lambat ini."

Baskara memandang Joi di spion sebentar. Ia memilih tak lagi melanjut kata. Ia percepat laju motor dengan menarik gas, namun tetap saja. Speedometernya tetap bergeming di tempat sebelumnya. 

***

Sepeda motor lawas itu berhenti di parkiran. Masing-masing melepas helm yang mereka pakai. Baskara menunggu Joita. Namun, anehnya Joita juga menunggu Baskara.

"Lo duluan aja," suruh Joi. Ia mengibas-kibas tangannya, mengusir. 

Teguh pendirian, Baskara tak pergi. "Gue tunggu lo, biar samaan."

Entah keberapa kalinya, Baskara mampu membuat Joita jengah. Ia rolling eyes. "Lo duluan, gue ada urusan bentar."

Baskara ngotot. "Gak, gu—"

"PERGI GAK LO?! Pergi aja kenapa, sih?! Dibilangin gue ada urusan." Joita tak sabar. Dia hampir telat.

Baskara tersentak sedikit. Ia kikuk, dan akhirnya masuk ke sekolah dengan kalimat, "G ... gue duluan kalo gitu."

Joita mengangguk senang. Ia lihatnya punggung Baskara yang menjauh dengan senyuman lega. Detik kemudian ia malah keluar dari halaman sekolah.

Baskara yang tak benar-benar pergi kini menyipitkan mata. Apakah Joita bolos? Jika iya, Baskara merasa kecewa. Kenapa ia tidak diajak juga? Berhubung Baskara belum pernah bolos selama sekolah menengah atas.

Bel berbunyi. Baskara menghilangkan rasa ingin bolosnya. Ia beranjak masuk, berusaha menghiraukan Joita.

Di lain tempat, Joita baru saja sampai di suatu gedung rongsok. Ia mengambil napas dalam, lumayan letih berlari-lari.

"Heh, ini ketua geng kalian? Ck!"

Mata Joita menyipit. Ia menatap tajam seorang yang melontarkan kalimat laknat tadi. Langkah demi langkah mengantarnya ke hadapan anak itu, tepat di tengah sedikit depan para sahabatnya yang sudah siap siaga.

Tiba-tiba, Joi meludah. Entah disengaja atau tidak, ludahnya itu mengenai sepatu salah satu dari beberapa orang di depannya. 

Joi memasang wajah terkejut. "Gosh, my bad." Setelahnya ia malah menyeringai, tak lupa para kawalan di belakang.

Orang yang diludahi berteriak kencang. Ia menatap jijik sepatunya yang dipikir terkena najis mugaladah. Dilepas sepatu itu lalu menendangnya sampai terkena tulang kering Joi. "BERSIHIN ITU! Sekarang juga! IH!"

Joi tertawa kecil. Di belakang, Tiara menyahut, "Jadi ini ketua geng lo pada?" 

Mereka berempat, tertawa keras. Sedangkan Tiara hanya menyeringai dingin.

Lawan di hadapan pun terlihat sangat kesal. Antara malu dan jengkel.

Joi berhenti tertawa. Ia mengambil sepatu yang dibuang di depannya. "Lo mau gue ngebersihin?" Senyum kecil terbit. Tapi tangannya dengan cepat melempar sepatu itu sampai keluar gendung. Dapat dilihat bahwa sepatu itu masuk genangan air kumuh bekas hujan kemarin.

"Besok lo datang lagi, udah bersih tuh pasti."

"JOI?!"

Joi mengibas rambutnya sombong. "Iya, gak percaya? Tanya g****e, gih. Nanti malam bakal hujan."

PLAK!

Mereka melotot. Bianca dan Angel mendekati Joi yang tertunduk akibat tamparan keras tadi. Namun, Joi menolak. Ia mengangkat kepalanya walau dengan pipi merah.

Matanya menangkap sang musuh tertawa bersama selir-selirnya. Membuat sudut bibir Joi terangkat.

Tanpa aba-aba, Joi menendang sang musuh tepat di hidung, sampai tersungkur jauh ke belakang. Ia memandangi ketua geng wanita -wanita ribet itu tanpa ekspresi. Ia memegang pipinya yang sedikit nyeri. Mengacuhkan darah yang muncul dari hidung orang yang ditendangnya.

"Apa gak pingsan, tuh," celetuk Angel yang membuat mereka tertawa, kecuali Joita.

Anak tadi berteriak kencang, ia berdiri lalu menjambak rambut Joita kesal. Para selir-selirnya tadi juga menjambak orang yang sama, Joi. 

Tentu saja Bianca, Clara, Angel, dan Tiara tak tinggal diam. Mereka menghantamkan diri dengan orang di sana. Ada yang balik menjambak, menendang tulang kering, atau bahkan menggigit telinga. 

Kerusuhan itu tenggelam oleh besarnya gedung, hingga tak mungkin seseorang di luar dapat menyadarinya. 

***

Pelajaran matematika hari ini sama membosankan seperti sebelumnya. Baskara kembali dibuat muak oleh angka-angka yang tak pernah berbeda.

Ia juga tidak mengerti dengan anak-anak pada umumnya yang benci dengan matematika, bukan berarti ia menyukai matematika. Hanya saja, angka-angka yang digunakan selalu sama setiap waktunya. Cuma rumus saja yang berubah. Susahnya dari mana?

Membahas matematika, Baskara malah melotot saat melihat gerombolan siswi yang muncul dari balik tembok pagar. Yang benar saja, dengan rok pendek mereka.

Di sana, Baskara melihat Joi berdiri dengan dua alis angry bird. Rambut dan badannya berantakan dan awut-awutan.

Baskara menghampiri. "Joi, lo habis nyungsep di mana?" tanyanya otomatis. Membuat Angel tertawa kecil bahkan dengan muka bonyok dan bibir sobek.

Sedangkan Joita rolling eyes. Ia hendak melewati Baskara, tapi anak itu mencekalnya pelan. Tak membiarkannya pergi.

Setelah Baskara teliti, wajah Joi lebam dan terluka. Entah bekas manusia atau serigala, itu terlihat seperti cakaran. "Lo habis dibegal siapa?"

Joita kesal. Ia ingin menepis tangannya tapi tak bisa. "Lepas, Bas."

Baskara menggeleng sambil menelusuri wajah Joita. Sungguh ukiran yang estetik, keindahan luka itu benar-benar seni!

Seseorang yang lewat tiba-tiba berteriak, "Jadi ini cowok yang lo bilang bakal jemput lo pake mercedes benz, Joi? Tapi jumlah mercedes benz di parkiran masih sama, tuh."

Tangan Joita mengepal. Giginya bergemelatuk kuat, kesal dengan hari ini yang sangat-sangat sial. Ia menepis Baskara kuat. Menatap tajam mata cowok itu, lalu berlalu dengan jalan menghentak keras.

Baskara sendiri terdiam. Tak tahu harus bagaimana atau apa. Sampai salah satu teman Joi berucap, "Joi bukan tipe cewek yang suka cowok famous dan pintar. Kalo aja tampan dan kaya, auto diembat sama dia." Dia adalah Clara.

Membuat Baskara bergeming lama. Ia bersumpah bahwa ia kaya. Hanya saja Bundanya tak memperbolehkannya membeli mercedes benz. Padahal keuangan mereka cukup-cukup saja, asal tidak membeli 50 buah sekaligus.

Baskara jadi kasihan dengan mereka yang keuangannya rendah. Apalagi dengan tampang jamet. Mundur saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status