Mata Baskara membulat lagi dan lagi. Ia menatap Joita tak percaya. Sementara yang ditatap malah mendekat hingga hidung mereka bersentuhan. "Gue emang secantik itu, Baskara sayang." Joi mengecup pelan bibir Baskara, persis seperti semalam. Lalu tersenyum puas menuju ke sisi lain pinggir sungai. Badan anak itu masih terpaku, entah karena ia ingat kejadian memalukan itu atau karena kecupan Joi barusan. Astaga, ini baru dua hari dan Baskara telah melakukan dosa besar begitu banyak. Kini otak Baskara terus memutar kejadian itu, seperti kaset rusak. Kotor! Tapi Baskara tak mampu menepisnya. Dan, kenapa jantung Baskara terus menerus berdentum bak dijatuhi ribuan meteor? "Sialan." "Baskara!" panggil Joita dari sisi lain agak jauh. Ia mengisyaratkan agar Baskara mendekat. "Sini!" Sembari mengernyit, Baskara berjalan pelan ke arah Joita. Mati-matian ia tahan kakinya agar tak lemas. Bayangkan saja, ciuman pertama seorang Baskara jatuh kepada seorang Joita Rastanti. Bahkan yang kedua, ketiga
Dengan tangan asyik memukul-mukul bantal, Joita juga menghantamkan kepalanya berkali-kali ke kasur. Ia terus mengulang kejadian di rumah sakit dua hari yang lalu. Dan sebelum ini juga ia terus memikirkannya, ia tak bisa menepis ingatan itu.Sensasi Antakali mendekapnya dalam benar-benar suatu karya paling indah, namun Joita tak seharusnya berpikir seperti itu. Antakali hanyalah masa lalu yang berperan kecil dalam masa depannya. Tapi, kenapa Joita terus-terusan memikirkannya?Ia yakin bahwa ia sudah melupakan segala hal tentang mantan terakhirnya itu. Bahkan tak pernah ia merasa galau karenanya, tapi kenapa akhir-akhir ini berjalan menyimpang. Suara notifikasi membuyar segala tingkah Joita. Ia memeriksa ponsel dan melihat pemberitahuan pesan dari Baskara. Cowok itu memberitahukan bahwa boneka kangguru yang ia minta sedang di perjalanan. Ya, beberapa hari setelah insiden mercedes benz itu Joita hanya meminta boneka kangguru sebagai permintaannya. Karena kalau kangguru asli ia belum me
"Lo yang suruh jawab mau!""Lo kenapa mau, bego?""Ya karena lo suruh, bajingan.""Lo gak harus mau dan asal terima, Joita.""Kalo gue emang mau gimana?"Keduanya lagi-lagi diam. Nyatanya, setelah peristiwa di puncak, saat perjalanan pulang mereka cekcok saling menyalahkan. Tidak ada yang mau mengalah. Padahal kalau memang hal yang mereka lakukan salah, maka mereka berdua bersalah."Apa? Gak bisa jawab kan lo?" Joita berdecih sambil bersedekap dan menyandar ke kursi mobil. Ia menatap terang jalan lewat kaca spion mobil.Sementara Baskara meremat-remat bibirnya. Ia tak tahu harus membalas apa kali ini. Sebenarnya dia mengaku bahwa dia yang memulai, tapi ia tak bisa menjelaskan detail tentang maksud perkataannya karena gengsi."Maafin gue, deh," ucap Baskara akhirnya. Ia menyerah, tak akan ada habisnya jika adu mulut dengan Joita."Tapi ... gue serius."Atensi Joi teralih ke samping. Ia menatap Baskara yang meliriknya sebentar. "Gue juga."Setelah itu, tak ada lagi perbincangan di mobil
"Uang lo!"Dirampasnya tiga lembar uang biru dari tangan seorang yang terulur ragu. Lalu dibuat senyum puas sambil mengibas uang-uang itu, bangga.Atensinya kembali pada seorang kutu buku yang akhir-akhir ini sering ia poroti. Tangannya mengelus kasar rambut cewek itu. "Lain kali, bawa yang banyak!"Pasrah, cewek kutu buku tadi mengangguk takut. Tak berani melawan adik kelas yang mempunyai mata setajam silet, seperti Joi. Yang mana jika kemauannya tidak dituruti, maka siapapun harus siap mendapat perlakuan buruk yang nantinya malah merusak masa-masa indah SMA.Kembali pada penguasa, ia melanjut kata, "Lo boleh pergi selama lo muji gue sampai tujuan."Benar saja, cewek lugu itu terus memuji cantik Joi sembari berjalan menuju kelasnya. Membuat Joi mendapat sedikit hiburan di rabu pagi ini.Saat asyik memperhatikan cewek kutu buku tadi terus mengucapkan pujian, bahu Joi ditepuk keras oleh seseorang dari arah belakang.I
"Apa jaminannya?" Cowok itu berpikir dengan diam, ia mengalihkan atensi pada sepasang kekasih yang tengah bermanja-manja di depannya. Sang cewek dengan manjanya berucap, "Aku mau es krim cake tiramisu yang kayak kemaren pokoknya! Kalo gak dibeliin aku ngambek." Tanpa pikir panjang Baskara berkata, "Gue kabulin dua permintaan lo setiap seminggu." Dilihatnya Joita mengerutkan alis, tak begitu yakin. Baskara melebarkan mata sembari mencari solusi. Lalu ia berseru, "Apapun! Lo boleh minta apapun!" Mata Joita semakin mengecil, menandakan bahwa keyakinannya belum level maksimal. "Kalo gue minta ketemu Kekeyi?" Baskara mengangguk pasti. Kecil. "Kalo gue minta anak kangguru?" Baskara mengangguk, lagi. Terpatri jelas senyuman kebanggaan dengan sombongnya. "Kalo mercedes benz?" Ia tetap mengangguk, seolah semua yang dikatakan Joita hanyalah masalah kecil yang tak lebih dari kotoran kuku. "Alah, tipu-tipu lo!" Ia mengibaskan tangan, mengusir kehaluannya yang ingin ternak kangguru. Baska
Sedetik ia menatap dirinya sendiri, lalu membuang napas juga membuang wajah. Entahlah, ia juga bingung karena terlalu berlebihan memberi Baskara harapan. Alih-alih mercedes benz, Baskara datang dengan senyum lebar dan vespa matic berwarna abu. Inilah sebab Joita tak langsung percaya pada kesepakatan Baskara sebelumnya. Laki-laki itu sering berdusta, jauh dari bawaan diri, seorang lelaki memang sudah memiliki tabiat sendiri. Sebaik atau seterpercaya apapun lelaki, tetap ada dustanya. Lihatlah lelaki di depan Joita ini. Duduk santai memainkan gas motor lawas dengan cengiran bebas. Seolah dunia dimilikinya. Lagi, Joita mendengus. Bukan agak kesal sih, tapi banyak kesal. Andai sang mama tidak memaksanya tadi, malas Joita nebeng sama Baskara dan motor bututnya ini. Lebih baik naik taksi atau tukang ojek online. Kualitasnya berbeda, hey. "Lo gak suka, ya bareng sama gue?" Joita malas menatap Baskara dari kaca spion. Ia memilih memandang alun-alun yang mereka lewati. "Sangat." "Sebener
Kemarin ... adalah hari yang sudah dicap buruk oleh Joita. Sudah diberi harapan palsu, bonyok akibat tawuran, dihina, tambah pulang jalan kaki pula. Ya, kemarin saat Joita hendak pulang, Baskara mengajaknya bersama. Tapi Joi menolak mentah-mentah, mengatakan bahwa ia tak ingin naik motor butut Baskara lagi. Mungkin juga ikut kesal, Baskara tak lagi membujuk Joita. Dan berakhir Joita menaiki angkot karena uang yang ia punya tidak cukup untuk naik bis dan taksi. Berhubung ia tidak memalak, karena harinya dihabiskan untuk baku hantam. Ya, kalian taulah, angkot berwarna merah yang kulit badan mobilnya agak terkelupas. 5 menit sebelum sampai di rumah Joita diturunkan, dengan alasan keluarganya ada yang terkena musibah. Joita sangat kesal dan bahkan ingin menuntut sopir angkotnya. Tetapi sang sopir malah mengembalikan seluruh uang Joi dan pergi begitu saja. Sungguh, Joi bersumpah serapah saat itu juga. Mengatakan bahwa tidak ada hal yang berjalan lancar di hari itu. Ia berhasil sampai
Hari ini adalah hari minggu. Karena itu Joita bangun telat tadi, bahkan menghiraukan teriakan sang Mama yang pamit hendak ke rumah saudara. Entahlah, Joi rasa ia kelelahan. Sebab tawuran hampir setiap hari. Dan setiap hari itu juga, Baskara tak lagi memunculkan diri di depan Joi. Tak menguntit, mengganggu, atau menawarkan jasa antar-jemput. Kecuali kemarin. Saat hendak pulang, Joita ditarik oleh lelaki itu ke belakang gedung. Ya, dia adalah Baskara. Anak itu tak seperti biasanya saat menemui Joi, ia kembali pada diri yang haus famous dan pujian. Lihat saja dagunya yang terangkat tinggi. "Kenapa?" Joi bertanya sambil bersedekap. Jujur, ia sedang malas berinteraksi. Terlebih pada mahkluk menyebalkan di depannya ini. "Kalo gue besok jemput lo pake mercedes benz, lo deal jadi pacar gue?" tanyanya dengan raut serius. "Kalo emang lo besok bawa mercedes benz, yaudah bagus, lo kaya. Tapi, untungnya di gue gak ada. Mau lo kaya kalo gak guna, gak bisa diporotin, ya percuma." Joita mengiku