Share

7. Birthday Party

Sampai dengan wajah memberengut, kini Joi melepas helm kasar. Tangannya menaruh helm juga tak pelan, seakan ingin memecahkan barang tua itu. Bagaimana tidak? Bagus sekali penampilannya sekarang, kekinian dan mewah. Tapi transportasinya motor butut biru pudar ini, bayangkan malu yang ditanggung saat semua atensi di parkiran mengarah kepadanya.

"Gue pulang sendiri nanti, kita pisah di sini." Joi hendak pergi, namun Baskara keburu menahannya. "Gimana caranya lo mau pisah kalo undangannya lo dari gue?"

Skakmat, Joi bingung akan membalas apa. "Gue pulang aja." Lagi-lagi saat hendak pergi, Joita ditahan oleh Baskara. Kali ini anak itu langsung merangkul Joi, meminimalisir jarak di antara mereka. "Yakali lo udah cantik gini pulang, ayolah Joi." Baskara memainkan alisnya, merayu Joi agar tinggal lebih lama.

Karena risih, jadi Joi iyakan saja. Baper? Tidak akan. Asal kalian tahu bahwa banyak cowok yang mengincar Joi bahkan jauh lebih dekat dibanding Baskara, tapi apa? Nihil, kalo Joi bilang tidak ya tidak.

Senyum Baskara terbentuk indah, sempat dipuji Joi dalam hati. Ya ... kalau tentang ketampanan sih Joi tak dapat menyangkal. "Ayo masuk!" Beda dari biasanya, Baskara tidak lagi menyeret Joi seperti yang lalu. Kini ia mengimbangi jalan cewek itu, sehingga terlihat alami. Padahal Joita sedang menahan umpatan sekarang, karena Baskara mengapitnya tepat di ketek. Tidak bau, harum malah. Sayang, Joi tidak menyukai aromanya, dapat ia tebak bahwa Baskara memakai aroma citrus. Ya, citrus, parfum yang kata orang segar karena beraroma jeruk. Tapi, lain lagi untuk Joi.

"Selera parfum lo aneh!"

Baskara mengacuhkannya. Memasuki lokasi pesta, lalu melebarkan senyum. Bersamaan dengan tangannya yang turun dari pundak Joi. Setidaknya membuat Joi tak risih lagi akan aroma sitrus.

Dia menghampiri seorang cowok yang juga tengah menghampirinya. Mereka bertos ala-ala cowok kekinian, lalu saling melempar senyum. "Apa kabar, Bro?" tanya Baskara membuka percakapan.

"Okeh banget ini. Lo sendiri gimana?"

"Biasa aja. Eh ... gimana jadinya sama mantan gue? Mantap, kan?" 

Keadaan sekitar yang gemerlap sinar kecil membuat Joi tak peduli akan percakapan Baskara dan temannya. Ia asyik memandangi anak-anak lain yang berjoget atau bahkan bercumbu mesra. Senyumnya mengembang sendiri, menikmati dosa yang orang sekitar lakukan. Sampai akhirnya kegiatan yang ia lakukan dihancur oleh kenyataan bahwa Baskara kembali merangkulnya.

"Pacar baru?"

Sementara Baskara mengangguk, Joi menyodorkan salam. Walaupun agak bingung awalnya, teman Baskara itu tetap membalas. "Gantara."

"Joita."

Joi membalas saat Gantara mengulas senyum. "Lo kelas berapa?" tanya Gantara.

"Sepantaran sama gue." Bukannya ia yang membalas, tapi Baskara. Jadi Joi mengangguk saja.

Gantara mengangguk-angguk. "Masih adek gue ternyata."

Joi ikut mengangguk-angguk, ia membalas, "Keliatan tua, kan? Banyak yang bilang." Lalu mengangkat bahu, sudah biasa jika orang salah sangka tentang umur sebab tak sesuai dengan wajahnya yang terkesan tua.

Gandara terkekeh, tak menyangka Joi tahu apa yang ia pikirkan. Selanjutnya ia bertanya dengan kerutan dahi, "Kita pernah ketemu, kah? Muka lo keliatan familiar soalnya."

Belum Joi jawab, suara mikrofon dari jauh berdengung kuat. Sepertinya acara akan segera dimulai. Terlihat dari Dania yang berdiri cantik di tengah kerumunan. Ditemani mahkota lucu yang berbentuk aster ungu di tengah dan dipenuhi dedaunan kecil di pinggir.

Kalau tak salah ingat, salah satu mantan Baskara ada yang sangat menyukai bunga aster, katanya identik dengan teman semasa kecilnya yang berpulang lebih awal. Iya ... sepertinya dia adalah Dania. Segala perabotan sekolahnya pun selalu ada gambar bunga aster menyelip entah kecil atau besar, di stabilonya sekalipun.

Saat acara dimulai, Joi mendadak sakit perut. Ia segera pergi ke toilet setelah memberitahu Baskara. Sebentar saja ia di sana, karena sebelumnya ia belum makan apapun. Di perjalanan kembali, Joita tak sengaja menemukan Tiara di belakang kerumunan. Langsung saja ia panggil, "Tiara!"

Anak yang dipanggil menengok, lalu berjalan menghampiri Joita dengan senyum kecil. "Lo diundang juga, Joi?"

Ia memukul lengan Tiara pelan. "Seharusnya gue yang nanya, lo diundang sama Dania?" Tiara mengangguk cepat. "Gue sepupunya, anjir."

Mata Joi terbelalak kaget. "Seriusan lo sepupuan ama si jaim itu?" tanyanya tak peduli tentang hubungan darah mereka. Melihat Tiara mengangguk, membuat Joi semakin tak percaya.

"Lo kesini sendiri? Naik apa?" tanya Tiara sembari melihat sekitar.

"Sama Baskara, dia yang diundang sebenernya, sih."

Tiara mengangguk-angguk. Kemudian sebuah panggilan dari belakang membuyar topik mereka. "Gue dipanggil, masuk dulu gue, ya?"

Joi mengangguk sembari tertawa kecil. "Jadi babu di acara keluarga, anjir."

Tiara menghela. "Biasalah." Setelahnya ia pergi. Juga membuat Joi kembali ke tempatnya dengan Baskara tadi. Tapi, anak itu hilang entah kemana.

Karena malas mondar-mandir hanya untuk mencari keberadaan Baskara, Joi memilih duduk di tempatnya tadi sambil meminum minuman yang terletak di meja. Sesekali ia menatap iri pada Dania yang menari-nari bersama temannya, tampak begitu ceria wajah anak itu. Ya ... karena seumur-umur Joi belum pernah dirayakan ukang tahunnya, jadi normal kalau dia iri. Apalagi saat kembali memutar memori ke percakapannya dengan sang Mama saat memilih baju. Demi apa, saat mengatakan konsep bikini birthday party itu Joi sedang tidak bercanda. Melihat artis barat mengadakan birthday party di pantai dengan konsep bikini membuat Joi ikut ingin merayakan konsep yang sama. Haruskah Joi merayu sang Mama lagi?

"Joita?"

Ia mendongak, melihat gerombolan cewek di depannya. Detik kemudian ia mendengus. Mereka lagi.

"Seriusan lo, Joi? Astaga, ngapain lo di sini?" Mereka tertawa mengejek. Ya, mereka adalah gerombolan murid sekolah sebelah yang sempat berkelahi dengannya belum lama ini. Tepat, anak yang Joi buang sepatunya itu.

"Dania gak akan pernah ngundang anak gak baik kayak lo," katanya dengan rayut siap menindas. Padahal masih di acara berbahagianya Dania.

"Emang lo baik?" tanyanya sengaja, apalagi raut sombong itu. Membuat lawan bicara mulai emosi dan terebawa perasaaaan. Wajah mereka merah padam, menandakan pertanyaan singkat yang Joi lontarkan barusan benar-benar mengganggu. 

"Joi, lo jangan sok, ya." Katanya sambil mengacungkan telunjuk, memberi peringatan keras. Dilanjutnya lagi, "Temen-temen lo gak ada di sini, kalo kami mau udah abis lo dari tadi."

Joi merespon ancaman itu dengan tawa meremehkan. "Beraninya rame-rame nih?" tanyanya dengan raut menjengkelkan. lagi-lagi membuat geng mereka kesal bukan main. 

Cewek berdress merah itu hendak menampar Joi, namun tangannya dihalang seseorang. Baskara? Bukan, melainkan Tiara. Ya, dengan tampang datar anak itu. Otomatis Joi langsung tertawa kecil. Kalau dia tadi tertampar, tak segan-segan Joi mengacau pesta ini. Tapi alur hidup tak bisa ditebak, Tiara malah menolongnya. Hitung-hitung untung juga ada Tiara, pesta sepupunya tak jadi hancur.

"Tiara?" Cewek itu tampak terkejut. "Lo ngapain di sini?" tanyanya dengan raut kebingungan.

Sedangkan Tiara melangkah maju, mendekat. "Gue yang harusnya tanya sama lo, ngapain lo di sini?" Ia bersedekap.

"Ya ... gue ke sini karena diundang, lah!"

Tiara tertawa sumbang. "Yakin lo diundang? Gue yang buat undangan aja gak pernah tuh naruh nama lo dan dayang-dayang tercinta."

Joi tertawa keras. Ia menepuk-nepuk tangan, sangat terhibur dengan drama undangan sang rival. Sedangkan yang jadi bahan tawa menunduk malu. Rasa malu dan kesal bercampur-campur hingga mendidih dan hampir menyembur lewat telinga.

 "Masih gak cabut? Gak malu?" tegur joi dengan senyum kemenangan. Membuat cewek-cewek heboh itu langsung pergi. Sebelumnya ia masih menunjuk Joi sambil berkata, "Awas lo!"

Tapi Joi anggap lalu. Karena prinsip Joi, 'kemenangan selalu ada pada diri sendiri'. jadi tak heran kalau kepercayaan diri anak itu melambung tinggi melampaui pohon kelapa pak Ahmad.

"Eh bener dia gak diundang?"

Tiara mengangguk beberapa kali. "Dania ajak gak kenal sama tuh anak, gimana mau ngundang."

Joi tertawa lagi. "Anjir malu banget." Ia membungkam mulutnya lantaran terbahak. Bahkan pahanya ia pukul-pukul.

"Joi? Lo kenapa?" Baskara yang baru saja tiba kebingungan melihat tingkah Joi, anak itu tak berhenti ketawa. Membuat wajahnya merah padam.

Baskara bertanya pada Tiara tentang apa yang terjadi, tapi Tiara mengacuhkannya. Ia lebih memilih menatap ramainya pesta. Jadilah Baskara terus kebingungan tanpa tahu alasannya. Apalagi saat Joi memukuli lengannya bertubi-tubi sembari terus tertawa.

"Apaan, sih Joi? Lidah lo ntar ketelen lo kalo ketawa mulu."

Tidak berhenti, Joi malah semakin menjadi-jadi.

***

"Makasih, Pak."

Satu tangannya terjulur ke samping. Sedetik kemudian jagung yang ia genggam sudah direbut oleh kucing hitam, Joita. Malam kota mereka lihat dari atas bukit di belakang pasar malam, menebar keindahan cahaya kota. Terbukti dari Joi yang terus tersenyum menghadap kelap-kelip cahaya. Walau begitu, mulutnya tidak menganggur, jagung kelima yang Baskara bawa sudah hampir habis setengah. Ketika ditawari makan Joi malah menolak dengan alasan kenyang. Ada-ada saja.

"Seneng lo?" tanya Baskara kembali memakan jagungnya yang dari awal belum ganti. Kakinya ia selonjorkan di atas rerumputan peking berduri. Matanya mengikuti arah pandang atensi Joi, tepatnya pada gedung tinggi yang memancarkan bintang. Kalau tidak salah ingat, itu adalah semacam gedung opera yang seringnya mementaskan kompetisi balet. Ya ... kenapa Baskara bisa tahu, mungkin karena dulu mantannya sering ikut kompetisi itu, dan dia yang jadi tukang antar-jemput.

"Lo suka nari balet?"

Joita mengalihkan atensi, begitu juga dengan Baskara. Tidak menjawab, mereka malah saling pandang. Tidak ada yang memutuskan, keduanya saling menghangatkan tatapan seperti pasangan dalam film romansa. 

Hingga akhirnya sebuah jagung yang tak lagi berwarna kuning menghalangi, kemudian digeser agar menampilkan wajah Joi lagi. "Pesenin lagi," pinta Joita sambil tersenyum lebar.

Membuat Baskara menggeram dalam hati. Ia pikir tatapan Joi tadi serius, mungkin saja ia akan menyampaikan sesuatu yang pilu. Nyatanya .... Sudahlah, Baskara memilih berdiri, megambil jagung berikutnya. Tapi sebelum itu ia berucap, "Jangan senyum, gigi lo hitam kuning kek minion."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status