Share

8. Otoritas Adriel

Maya menyenggol lengan Sandra sebelum mempercepat langkahnya. Arman yang biasanya garang tidak dapat berkata apa-apa, bahkan untuk membela karyawan kesayangannya, Maya. Tak bisa dipungkiri, Sandra sedikit merasa di atas angin, meski ada kecemasan di hatinya. Bagaimana nasib pekerjaannya setelah ini.

Sandra bergegas mengerjakan tugas dari Adriel. Sesuai dengan perintah tambahan dari Arman tadi setelah mereka keluar, Sandra harus segera menyerahkannya ke ruangan Adriel. Dengan sedikit keraguan, gadis itu mengetuk pintu ruangan Adriel kembali dengan surat yang sudah di tangannya.

"Masuk!" Suara baritonnya terdengar dari dalam.

Sandra langsung membuka pintu dan masuk ke dalam ruangannya. Suasana di dalam lebih tegang dibandingkan tadi saat ada Arman. Menghadapi Adriel seorang diri yang menjadi bosnya, membuat jantung Sandra berdegub kencang.

"Saya mau menyerahkan surat itu," ujar Sandra sambil berjalan mendekati meja Adriel.

Adriel mengambil kertas yang diletakkan Sandra di atas meja tanpa melihat pada gadis yang akan menjadi istrinya itu. Kepalanya mengangguk-angguk, membaca apa yang sudah diketik okeh Sandra.

"OK," jawab Adriel singkat, membuat Sandra bingung harus berbuat apa lagi. Biasanya, Pak Arman akan memberi tugas berikutnya atau mempersilakan keluar.

"Saya boleh keluar, Pak?" tanya Sandra ragu. Dia sedikit ganjalkarena tiba-tiba harus memanggil Adriel dengan sebutan pak.

"Ikut aku! Kita akan fitting pakaian pengantin." Tiba-tiba Adriel bangkit dari duduknya.

"Tapi ...." Sandra membuat Adriel menghentikan langkahnya dan akhirnya menoleh. 

"Kita akan pergi bersama?" Sandra menanyakannya dengan ragu.

"Memang kenapa?" Adriel menghampiri Sandra, membuat gadis itu mundur selangkah.

"Aku gak enak dengan orang kantor." Sandra memasang wajah memelas.

"Bukankah ini tujuanmu?" Tatapan Adriel menyerbu Sandra yang semakin salah tingkah di hadapan laki-laki yang tak dapat dipungkiri ketampanannya itu.

"Tapi, terlalu mendadak. Setelah menikah, baru ...." Sandra berharap, senyumnya dapat membuat Adriel setuju.

"Aku gak mau! Ikut aku sekarang! Kalau tidak, besok aku akan menciummu di meja kerjamu." Adriel langsung melangkah keluar, meninggalkan Sandra yang masih terpana pada ancaman calon suaminya itu.

 Sandra memukul keningnya sebelum melangkah, menyusul Adriel. Adriel sudah  berjalan lebih jauh, membuat Sandra dapat bernapas lega. Dia segera menuju ke mejanya, bermaksud untuk mengambil tas.

"Sudah selesai, Sandra?" tanya Merlyn, kepala admin.

"Sudah, Mbak," jawab Sandra dengan senyum yang dipaksakan.

"Kamu dipanggil pak Arman keruangannya," beritahu Merlyn.

"Sekarang, Mbak?" Sandra tahu, pertanyaan itu terlalu bodoh untuk karyawan yang  sudah bertahun-tahun bekerja seperti dia.

"Biasanya perintah itu diberikan untuk besok?" Jelas tampak kejengkelan Merlyn atas pertanyaan Sandra.

"Maaf, Mbak. Saya akan segera menemuinya."

Sandra benar-benar bingung mengambil sikap. Dia tidak mungkin membantah pak Arman, sementara ancaman Adriel tak bisa disepelekan. Dia tahu laki-laki itu tidak hanya sekedar mengancam, tapi akan melakukan jika yang diinginkannya tidak tercapai.

Sandra mengetuk pintu ruangan pak Arman. Dia berharap, bos lamanya itu tidak akan memakan waktu banyak hingga dia bisa langsung menyusul Adriel. Suaranya terdengar dari dalam, mempersilakan Sandra masuk.

"Bapak memanggil saya?" tanyanya dengan sopan.

"Surat itu sudah kamu selesaikan?" Sandra sangat hafal dengan tatapan bosnya itu. Hal yang sudah sangat dikenal oleh semua karyawan saat melakukan kesalahan ataupun tidak disenanginya. Mungkin hanya Maya yang jarang menerima tatapan seperti itu.

"Sudah, Pak?" Sandra mengangguk.

"Ingat, aku tetap atasanmu!' Dia menatap Sandra lebih tajam.

Arman merasa tersinggung karena kejadian di ruangan Adriel tadi. Adriel menjelaskan otoritasnya sebagai pemilik perusahaan yang baru, sementara dia menjadi tidak berarti. Adriel masih bermurah hati untuk mempekerjakannya sebagai pimpinan perusahaan. Namun, otoritasnya tentu tidak sepenuh sebelumnya, ada Adriel yang menjadi puncak setiap keputusan.

"Iya, Pak." Sandra kembali mengangguk. Dia mencuri pandang pada jam di tangannya. Sepuluh menit telah berlalu, Adriel pasti sudah sampai di parkiran.

"Sekarang juga, kamu siapkan surat kontrak untuk klien berikutnya, serahkan pada saya dulu sebelum ke tangan pak Adriel. Saya perlu mensortir mana yang bisa bekerja sama dengan kita, mana yang tidak. Perusahaan ini sudah belasan tahun di tangan saya."

"Baik, Pak." Hanya itu yang mampu dijawab oleh Sandra.

"Kamu lebih mematuhi perintah siapa, Sandra Joana?"

Mereka berdua terkejut, pintu tiba-tiba terbuka dan Adriel muncul dari luar. Arman sontak bangkit berdiri dari singgasananya. Sandra membalikkan badan dengan cepat untuk melihat si pemilik suara. 

"Sa-sa-saya minta maaf, Pak." Sandra berada dalam dilema. Dia menyadari otoritas Adriel, namun dia juga tidak berani membantah Arman.

"Saya suruh kamu ikut  saya, tapi kamu ke sini." Adriel menatap Sandra dengan kesal. 

"Saya dipanggil ...." Sandra takut melanjutkan kalimatnya, dia hanya menoleh pada Arman dan diikuti oleh Adriel.

"Saya belum sempat mencari posisi yang pas buat Pak Arman. Tidak mungkin perusahaan ini mempunyai dua kepala, karyawan akan bingung mengikuti yang mana." Kalimat Adriel terdengar tegas dan menguntimidasi Arman, membuat laki-laki paruh baya itu menghela napas panjang.

"Oh ya, sekalian saya juga akan mengumumkan posisi baru untuk Sandra." Arman semakin terkejut apalagi Sandra.

"Saya umumkan sekarang di depan kalian. Sandra saya angkat jadi sekretaris. Pindahkan ruangannya ke sebelah ruangan saya." Adriel tidak membutuhkan persetujuan Arman, dia sengaja melakukannya untuk menunjukkan otoritasnya pada laki-laki itu.

Hanya butuh waktu yang sebentar saja bagi Arman untuk mengetahui watak Adriel. Dia tidak lagi membantah bos mudanya itu, meski dalam hati dia tidak setuju. Selama ini, Mayalah yang menjadi prioritasnya untuk rekomendasi karir. Sepupu Sandra itu paling bisa meluluhkan hati. Dia rela menjadi gunjingan karyawan yang lain demi itu dan demi lebih menang dari Sandra.

"Baik, Pak." Hanya itu yang dapat keluar dari mulut Arman.

"Sekarang kamu ikut saya keluar!" perintah Adriel pada Sandra.

Tidak ada yang bisa membantah, Arman pun tidak. Mereka melupakan tugas yang diberikan Arman sebelumnya. Sandra segera mengikuti langkah Adriel yang cepat, meninggalkan Arman yang masih belum percaya pada apa yang sedang terjadi.

Mereka berjalan melewati ruangan besar tempat Sandra dan teman-temannya bekerja selam ini. Semua mata tertuju pada mereka. Tadi saat Sandra menuju ruangan Arman, Adriel kembali untuk mencarinya. Tampak kemarahan di wajah Adriel mendengar bahwa Sandra memilih ke ruangan Arman dibandingkan mematuhinya.

"Aku tidak mau hal ini terulang lagi, kamu akan terima akibatnya nanti." Adriel terdengar serius dengan ucapannya saat mereka telah berada di dalam mobil.

"Tapi, kamu gak bisa juga mengatur kehidupanku." Sandra berusaha mempertahankan otoritas atas dirinya sendiri.

"Aku gak akan mengatur hidupmu, hubungan kita tetap simbiosis mutualisme. Tapi, ingat kamu adalah karyawanku. Kalau mau kerja di perusahaanku, kamu harus patuh padaku."

Tidak ada jawaban lagi dari Sandra. Dia sudah mengerti apa alasan Adriel mau membeli perusahaan tempatnya bekerja. Sandra mulai bimbang untuk meneruskan permainan ini.

"Dan jangan berpikir untuk mundur dari rencana ini. Kita sudah jauh." Sandra kaget karena Adriel sudah mendekat ke arahnya.

Dia menarik diri ke belakang, tapi satu tangan Adriel membuatnya mendekat kembali. Mata mereka beradu. Hangat napas Adriel terasa di kulit wajahnya.

Tiba-tiba kejadian di mobil malam itu terulang kembali. Wajah mereka tak berjarak, bahkan napas yang keluar dari tubuh mereka hanya mendapat celah kecil untuk lepas ke udara bebas. Adriel menunjukkan otoritasnya pada bibir Sandra. Dan tanpa disadari, Sandra pun mengakuinya dengn mengikuti alur Adriel yang berlangsung sekitar dua menit. Singkat, tapi cukup menjelaskan.

Adriel langsung memacu mobil. Sandra mengusap bibirnya sendiri, dia berusaha menghilangkan pikiran aneh di benaknya. Dia meyakinkan diri bahwa ini hanya cara Adriel untuk menunjukkan kuasa Adriel atas rencana mereka, bukan karena yang lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status