Tidak ada malam pengantin, tidak ada sapaan mesra di pagi pertama. Sandra terbangun karena suara alarm dari ponselnya. Setelah kejadian semalam, Adriel kembali ke kamar untuk membuat kesepakatan baru dengan Sandra. Mereka sepakat untuk menyembunyikan status pernikahan di kantor tempat Sandra bekerja. Malam itu juga, mereka menghubungi Maya untuk tidak membocorkan pernikahan itu dengan alasan agar Sandra dapat bekerja dengan nyaman.
Tidak ada yang dapat dilakukan oleh Maya, selain berusaha menyenangkan hati bos. Dan hal yang paling mengesalkan buatnya adalah Sandra yang menjadi pendamping sang bos besar. Mau tidak mau, Sandra harus menurut.Sandra setuju dengan keputusan itu agar reputasinya sebagai seorang gadis tetap terjaga. Dia begitu yakin, pernikahan mereka akan segera berakhir dalam waktu yang tidak lama, setelah tujuan keduanya tercapai.Sandra bergegas mandi dan berpakaian agar tidak terlambat ke kantor. Dia tidak akan berangkat bersama Adriel. SepertiMereka sampai di sebuah rumah berpagar putih dengan warna cat dinding bagian luar yang senada. Mobil Adriel berhenti tepat di depannya, tapi mereka tidak langsung keluar. Adriel memperhatikan ke dalam pekarangan yang mudah dilihat untuk beberapa saat. Sementara Sandra ikut menoleh dengan ekspresi kebingungannya."Ini rumah siapa?" tanya Sandra memecah keheningan."Kita akan bertemu Bu Ani di sini." Mata Adriel masih terarah ke rumah itu."Maksudmu, Bu Ani tinggal di sini?" tanya Sandra dengan ekspresi kurang yakin."Ya.""Kamu tahu dari mana, bahkan kamu tidak mengenalinya.""Kamu tidak perlu tahu bagaimana caraku mengetahuinya. Ayo keluar!" Adriel langsung membuka pintu mobil dan keluar, diikuti oleh Sandra."Kamu yakin ini rumahnya?" Sandra sudah berdiri di sampingnya. Mereka sibuk memeriksa rumah yang seperti tidak ada penghuni itu."Kamu pikir, anak buahku berani memberikan informasi salah padaku?" Adriel menatap Sandra dengan kesa
Sejak membeli perusahaan tempat Sandra bekerja, Adriel menjadi lebih sibuk. Sebenarnya, Dewanda sudah melarangnya, namun bukan Adriel namanya jika langsung saja menurut. Dia selalu menyiapkan alasan yang kuat di hadapan kakeknya. Dan uniknya, hubungan kakek dan cucu itu, kerap seperti dua orang sahabat yang saling mempertahankan pendapat masing-masing, namun pada akhirnya akan saling mendukung."Aku melakukannya demi Sandra, Kek. Dia seorang wanita pekerja keras." Dengan terpaksa dia memuji Sandra di depan kakeknya."Baiklah, jika menurutmu itu baik. Asal perusahaan yang telah lama kita bangun tidak keteteran." Dewanda memperingati cucunya.***Adriel tidak masuk ke kantor tempat Sandra bekerja. Memang biasanya dia hanya singgah sebentar dan memantau Sandra sambil mengangkat martabatnya di depan Arman dan Maya. Adriel masih mempercayakan jalannya perusahaan pada Arman, tapi tetap dalam kontrolnya.Adriel datang ke kantor yang masih dipimpin oleh Dewanda
"Halo, Sandra, kamu apa kabar?"Terdengar suara Dewi, kakak tertua mamanya. Sandra mengerutkan dahi, tiba-tiba menerima panggilan dari wanita. Ini adalah kali pertama."Baik, Tan," jawab Sandra sedikit gugup karena tidak yakin bahwa yang sedang meneleponnya adalah Dewi."Kamu sehat?" Suara Dewi terdengar lembut, tidak seperti biasanya yang selalu ketus setiap kali berbicara dengan Sandra."Sehat, Tan. Tante gimana?" tanya Sandra berbasa-basi."Sehat sih, Sayang, tapi ada sedikit masalah." Suaranya memberat seperti sedang merengek."Masalah apa, Tan?" Jiwa kepedulian Sandra memang tak bisa dibendung saat ada orang yang sedang bersedih."Susah Tante ceritakan di telepon. Tante main ke rumah, ya?" Suara itu kembali bersemangat."Apa, Tan? Ng-""Boleh, ya?" desak Dewi cepat tanpa menunggu Sandra menyelesaikan kalimatnya."Aku tanya suamiku dulu, ya Tan." Sandra menggigit bibirnya, bingung harus menolak bagaimana. Dia
Semenjak kedatangan keluarga Sandra ke rumahnya, Adriel semakin tertantang untuk mengulik tentang kedua karyawan kakeknya itu. Sebelum dia memutuskan untuk membangun perusahaan sendiri, tentunya dimodali oleh sang kakek, Adriel sempat mengenal mereka. Namun, Adriel tidak terlalu mengetahui watak dan kinerja mereka. Barulah kali ini, dia benar-benar mengetahuinya.Tujuan awalnya yang hanya untuk membantu Sandra sebagaimana dalam perjanjian mereka, kini berubah menjadi demi perusahaannya. Semakin jauh dia menggali tentang mereka, Adriel menemukan banyak kejanggalan. Harusnya, misinya untuk Sandra sudah selesai, tapi tidak dengan misi barunya. Ini baru permulaan.Usaha Duta dan Raka ternyata jauh dari yang mereka harapkan. Bukannya terbebas dari penyelidikan, mereka justru semakin dipantau. Saban hari, yang mereka hadapi adalah laporan pertanggung jawaban. Tidak tanggung-tanggung, Adriel memintanya sejak awal mereka menjabat."Kamu gak bisa membujuk Sandra agar suaminya mengam
Larangan yang lolos dari bibir Sandra tak berarti apa-apa bagi Adriel. Dia justru semakin tertantang untuk menyelesaikannya. Bahkan Sandra tak mampu memberontak saat dirinya dibawa ke sofa. Dengan mudah Sandra terbaring di atas sofa empuk itu.Tak mau kehilangan kesempatan, Adriel kembali mengunci Sandra, bahkan untuk bangun pun sudah tak bisa. Degub jantungnya semakin kuat, melemahkan dirinya. Matanya lurus menatap laki-laki yang berada di atasnya itu. Sungguh, hatinya ingin memberontak, tapi tidak dengan tubuhnya.Adriel kembali melakukan serangan pada wanita yang sudah dinikahinya itu. Impuls yang diterima Sandra semakin kuat akibat usaha Adriel yang semakin gencar. Tak ada yang bisa menahan, mereka lupa pada perjanjian untuk tidak saling merasa memiliki. Tapi, Adriel benar-benar ingin memiliki gadisnya itu."Adriel, jangan!" Akal sehat Sandra masih tersisa.Adriel menatap gadis di bawahnya itu dengan mata sayu. Entah mengapa, wajah polos dan memelas Sandra megingatka
Denis tersenyum puas ketika membuka pintu apartemennya dan melihat siapa yang datang. Tepat seperti yang diinginkannya, hanya butuh waktu satu jam bagi Alena untuk sampai. Sejak pernikahan Adriel, Alena sangat kalut. Berhari-hari mengurung diri di kamar. Namun, panggilan Denis tak mampu ditolaknya."Ada apa?" tanyanya dengan nada ketus melewati Denis dan menjatuhkan diri di sofa."Kangen," tukas Denis, menghampiri wanita yang lebih dulu dipacarinya itu daripada Adriel.Alena menatap tajam pada laki-laki di sampingnya itu. Dia tidak menyangka, hubungannya dengan Adriel akhirnya diketahui oleh Denis. Padahal susah payah dia menyembunyikannya.Sebenarnya Denis sudah curiga semenjak setahun belakangan, sikap Alena berubah dari biasanya. Tidak manja apalagi romantis. Bahkan, hampir tidak pernah lagi meminta Denis untuk membelanjakannya. Beberapa kali juga Alena ingin memutuskan hubungan mereka tanpa alasan yang jelas. Barulah di malam pernikahan sepupunya itu, dia men
Denis memang jarang berbicara empat mata dengan kakeknya. Sejak dia diantar oleh ayahnya, Ray untuk tinggal bersama Dewanda, hanya beberapa kali mereka bercakap berdua. Selebihnya, dia hanya menjalani aktivitas ditemani oleh para pengasuh dan pelayan.Dengan Melati pun tidak. Awalnya, dia mau bermanja-manja dengan istri kakeknya itu. Namun, setelah mengetahui kebenarannya, dia sendiri yang menjauhkan diri.Ray adalah anak tiri Melati. Kenyataan itu baru diketahuinya ketika seorang wanita muda dan seksi datang menemuinya bersama seorang anak laki-laki berusia lima tahun. Wanita itu mengaku sebagai kekasih gelapnya Dewanda.Betapa terpukulnya Melati saat itu. Laki-laki yang begitu dicintai dan dipercayainya, tega mengkhianati. Sulit baginya untuk menerima kenyataan. Begitu juga dengan Dewanda, tidak mudah baginya untuk mendapatkan maaf dan kepercayaan dari sang istri lagi. Saat itu adalah masa-masa terberat dalam rumah tangga dan cinta mereka.Keadaan mulai membaik setelah
Adriel datang ke kantor tempat Sandra bekerja. Kesibukan di perusahaan kakeknya, membuat dia sedikit melupakan perusahaan yang baru dibeli karena Sandra itu. Pagi itu, keadaan kantor sedikit lebih tegang dari hari-hari saat dia tidak masuk.Arman dan Sandra segera menghadap ke ruangannya untuk memberikan laporan masing-masing. Sekalipun Arman bukan lagi pimpinan, dia masih dipercaya untuk mengatur jalannya perusahaan. Apalagi, Alfaro harus memegang tiga perusahaan sekaligus saat. Perusahaan yang telah dirintisnya sendiri juga tidak boleh diabaikannya begitu saja, meski Dewanda akan menyerahkan perusahaan ke tangannya."Pencapaian masih jauh dari target, padahal ini sudah hampir akhir bulan," ujar Adriel sambil memeriksa laporan dari Arman."Benar, Pak. Saya janji akan meningkatkan kinerja team marketing setelah ini." Arman tidak dapat menyembunyikan kegentarannya di hadapan bos yang jauh lebih muda darinnya."Saya rasa perusahaan ini butuh seseorang yang khusus mengurus