Share

3. Schippol

Pagi yang sangat cerah, secerah senyuman manis dari si kembar Aluna dan Alena Pricillia. Kedua gadis itu tampak tengah sibuk mengemas semua barang-barangnya. Mereka berdua menata rapi pakaian-pakaian mereka dan menatanya ke dalam koper.

Terlihat begitu jelas raut bahagia terpancar dari muka Aluna dan Alena. Selesai mengemas barang-barang, mereka segera bersiap untuk berangkat menuju bandara.

"Aku tidak sabar ingin segera terbang!" ujar Aluna berseri-seri.

"Aku pun sama, tak sabar ingin segera sampai di Indonesia," sambung Alena.

"Apa kau sudah memberitahu pada Tante Nita, kalau kita terbang hari ini?" tanya Aluna.

Alena menggelengkan kepalanya, "aku belum memberitahu Tante Nita. Aku pikir, kita beri kejutan saja pada Tante!"

"Ah, benar juga!" sahut Aluna.

"Baiklah, aku sudah selesai. Tinggal kita siap-siap berangkat," Alena menutup kopernya.

'Eh, apa Bagas dan Revan akan mengantar kita?" Aluna mengangkat kopernya dari ranjang dan menariknya menuju belakang pintu.

"Kemarin mereka sendiri yang menawarkan diri untuk mengantar!" balas Alena.

Beberapa saat setelah itu, bell rumah berbunyi nyaring berkali-kali. Buru-buru Aluna membukakan pintu dan nampaklah wajah ganteng dua sosok pemuda, Revan dan Bagas.

"Aku kira kalian tak jadi mengantar kami berdua ke bandara," ujar Alena dari dalam.

"Gak mungkinlah kita biarin pacar kita pulang tanpa di kawal sampai bandara," sahut Bagas.

"Ya udah, kalau gitu tolong dong angkati koper kita!" seru Aluna.

Revan melangkah mendekati Aluna, "dimana kopermu?" tanyanya.

"Ada di kamar, kalian bisa bantuin kita kan membawa koper-koper kita keluar!" 

Revan dan Bagas melangkah masuk ke dalam kamar.

"Luuunn!!" teriak Revan, "kopermu yang mana?" imbuhnya bertanya.

"Yang warna tosca!" teriak Aluna membalas.

"Berarti koper yang berwarna biru dongker ini punya Lena!" teriak Bagas.

"Iyaaa, itu punyaku! Tolong ya bawain ke depan!" balas Alena.

"Oke!"

Keempat pemuda dan pemudi itu segera meninggalkan rumah yang selama ini di tempati oleh si kembar. Aluna dan Alena memang menyewa sebuah rumah yang tak begitu besar setelah sebelumnya mereka tinggal di asrama kampus mereka, tapi ketika masuk semester 5, mereka berdua memutuskan untuk menyewa sebuah rumah kecil yang tak jauh dari kampus mereka.

Setelah si kembar berpamitan dan menyerahkan kunci rumah pada si pemilik rumah, si kembar beserta Revan dan Bagas segera meluncur ke Airport.

Sesampainya mereka berempat di Airport, tak lupa mereka berempat saling berpamitan. Revan dan Bagas harus segera kembali ke kampus, sedangkan si kembar harus menunggu sekitar 1 jam lagi.

"Kita berdua tak bisa berlama-lama di bandara," ujar Bagas.

"Benar sekali, hari ini aku ada jadwal kelas!" sambung Revan.

"Tidak apa-apa, kalian pergilah!" Aluna tersenyum.

"Toh, sebentar lagi kita akan terbang," imbuh Alena.

"Oke sampai ketemu nanti di Indonesia!" Bagas dan Revan melangkah mundur sambil melambaikan tangannya.

"Kita akan kabari kalian nanti setelah mendarat sampai di Indonesia!" teriak Aluna.

"Jaga hati, ya!" sambung Alena berteriak dan melambaikan tangannya pada Bagas.

Kedua gadis itu lalu menarik koper mereka untuk segera check-in. Untung sekali bawaan mereka berdua tak banyak. Mereka berdua sudah mengirimkan beberapa barang-barang mereka melalui paket dan sekarang mereka berdua hanya membawa koper. Mereka berdua pun menunggu tak jauh dari gate.

***

Penerbangan kurang lebih 17 jam, keduanya sudah duduk manis di dalam pesawat. Pesawat pun sudah take-off mengangkasa terbang ke udara menembus birunya langit yang menghampar luas seluas samudera.

Si kembar nampak duduk bersebelahan. Aluna yang duduk dekat jendela pun menatap hamparan awan. Terbesit dalam pikirannya sebuah pertanyaan, lalu dia menoleh ke arah saudara kembarnya. Alena nampak sedang asyik membaca buku. Aluna mengulurkan tangannya menepuk lengan Alena, gadis itu menoleh.

"Apa?" respon Alena.

"Aku sedang memikirkan sesuatu. Apa nanti kita akan tinggal di rumah Tante Nita?" Aluna merasa tak enak.

"Mungkin!" sahut Alena singkat, lalu kembali lagi membaca bukunya. 

Aluna kembali menyandarkan kepalanya pada sofa, matanya menatap gumpalan-gumpalan putih di luar jendela pesawat. Dia kembali menarik napas panjang.

"Aku berharap, aku bisa segera mendapatkan pekerjaan. Jadi, kita bisa menyewa rumah dengan ukuran kecil dan tak perlu lagi tinggal di rumah Tante Nita!" Aluna kembali menoleh ke arah Alena.

"Aku pun juga berpikir seperti itu. Semoga setelah kita sampai nanti, kita tak perlu berlama-lama tinggal di rumah Tante Nita!" ujar Alena. Aluna pun mengangguk.

"Untuk sementara waktu kita akan tinggal di rumah Tante Nita sampai kita mendapatkan pekerjaan," sahut Aluna memposisikan tubuhnya dengan benar di sofa. "Aku ingin tidur sebentar!" Aluna memejamkan mata.

"Tidurlah. Perjalanan kita masih jauh!" balas Alena mengangkat bukunya dan kembali membaca.

***

Setibanya di Indonesia, keduanya langsung duduk untuk beristirahat. Perjalanan yang cukup panjang, pasti membuat tubuh mereka lelah.

"Pantatku pegal!" gerutuk Alena. Aluna tertawa pelan. 

"Sama dong. Nikmati saja, Len!" sahut Aluna.

"Ini yakin, kita tidak memberi kabar Tante Nita?" tanya Alena menatap layar ponselnya.

"Tak perlu! Kita akan memberi Tante Nita kejutan," balas Aluna.

"Terus kita?" 

"Tunggu dulu lah disini. Kita sudah kebanyakan duduk, apalagi aku pun sudah merasa lapar!" Aluna memegangi perutnya. 

"Kita cari makan dulu, yuk!" ajak Alena. "Perutku juga sudah keroncongan."

Si kembar melangkah beriringan sambil menarik koper mereka masing-masing keluar dari areal bandara. Mereka segera mencari restoran terdekat.

"Itu ada rumah makan padang!" seru Alena menunjuk sebuah rumah makan di seberang jalan.

"Ayo kita kesana!" sahut Aluna menarik tangan Alena.

Masuklah mereka ke rumah makan padang. Keduanya memilih bangku yang berada dekat wastafel. Mereka menaruh koper berjajar, segeralah mereka mengambil piring yang sudah disediakan. Seperti biasa Aluna mengambil rendang Ayam, sedangkan Alena lebih memilih rendang daging sapi. 

"Lama sudah aku tak menyantap masakan padang," Alena begitu sangat menikmatinya.

"Benar sekali, walaupun di Belanda ada yang menjual nasi padang pun rasanya sangat beda!" ucap Aluna.

"Tetap Indonesia no.1!" sahut Alena. "Eh Lun, apa kau sudah memberi kabar pada Revan?" tanyanya.

Aluna menggelengkan kepala, "belum. Kau sendiri?" tanya Aluna.

"Aku pun belum memberi kabar pada Bagas. Nanti saja setelah kita makan!"

Setelah selesai menyantapnya, mereka sedikit mengobrol untuk menunggu semua makanan yang baru mereka makan turun ke bawah. 

Aluna mengambil ponsel dari dalam tasnya, lalu memainkan jemari tangannya. Dia sibuk memencet keyboard, lalu mengklik sent. Begitu pun dengan Alena, dia begitu sibuk dengan benda pipih yang dia pegang, sesekali dia menyedot es teh yang ada didepannya.

"Done!" Alena meletakkan benda pipihnya di atas nakas, lalu kembali menyedot es teh.

"Kenyang! Berasa ingin sekali meletakkan tubuh ini di atas ranjang yang empuk!" Aluna memegang pinggangnya. "Ayo ah! Kita pulang. Aku sudah ingin sekali mandi." imbuhnya.

"Sebentar aku akan membayar dulu!" Alena meraih tasnya dan segera membayar di kasir. Sedangkan kedua tangan Aluna menarik koper keluar dari rumah makan padang.

Beberapa saat setelah Alena menyusul, sebuah taksi berhenti tepat di depan Aluna. Aluna memasukkan dua koper ke dalam bagasi taksi di bantu dengan sopir taksi, kemudian dia segera masuk ke dalam taksi menyusul Alena yang sudah duduk di dalam. Taksi melaju menuju rumah Tante Nita.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status