Sudah berjalan hampir sebulan si kembar menjadi penghuni rumah tersebut, dan mereka sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Selama sebulan itu juga mereka berdua belum mendapatkan panggilan kerja, padahal si kembar sudah melamar di beberapa perusahaan, namun belum ada panggilan kerja sama sekali.
Sama halnya dengan Revan dan Bagas yang masih menunggu panggilan kerja, namun mereka berdua menyibukkan diri mereka sendiri. Revan membantu toko buket bunga milik Pamannya, sedangkan Bagas sibuk di kedai orang tuanya.
Setelah selesai kerja, mereka berdua menyempatkan diri untuk singgah di rumah si kembar. Bahkan kadang mereka datang membawa makanan beserta cemilan untuk kekasih mereka masing-masing.
"Wah, Mas Revan dan Mas Bagas itu tidak pernah absen ya nengokin si Eneng," ujar pak Dakir ketika mobil yang dikendarai dua pemuda itu melintasi pos satpam.
"Pak Dakir mau kacang rebus dan gorengan?" ta
"Kau yakin mereka tidak akan curiga?" tanya seseorang dari seberang."Saya yakin, Pak. Mereka tidak akan curiga atau bahkan mencari tahu!" jawab seorang pria."Baiklah. Semua aku percayakan padamu. Namun, jika sampai tercium. Kau juga akan terima akibatnya!" bunyi sebuah ancaman terdengar dari speaker ponsel. Kemudian, pria tersebut langsung menutup sambungan ponselnya.Pria paruh baya tersebut menatap layar ponselnya. Tersisa panggilan berakhir di layar ponsel, lalu dia menarik napas panjang."Aku pastikan, mereka tidak akan mengetahuinya ataupun mencari info!"Pria tersebut meletakkan ponselnya kembali di atas nakas, lalu dia menoleh ke belakang menatap seseorang yang sedang terbaring di atas ranjang. Kembali manik matanya menatap keluar jendela, mendongak ke atas memperhatikan langit malam kala itu. Langit yang gelap, tidak ada rembulan juga tidak ada bintang. Ya, langit malam yang mend
Malam semakin larut, Aluna masih terjaga di kamarnya. Namun, saat dia menoleh ke belakang. Aluna sangat kaget dan langsung menjerit.Jeritan suara Aluna langsung membuat Alena kaget dan terbangun. Gadis itu terheran-heran tak kala melihat saudara kembarnya menutupi mukanya sendiri dengan kedua tangannya. Dia melihat Aluna tampak histeris."Pergiii ... pergiiii!!!" teriaknya masih dengan posisi menutup wajahnya."Lun ... kau ini kenapa?" Alena berusaha menenangkan saudara kembarnya. Namun, usahanya selalu ditepis oleh Aluna."Pergiii ... pergiii, jangan sentuh aku!" teriaknya lagi."Aluna!! Ini aku Alena!" Akhirnya Alena membalas dengan teriakan. "Bukalah matamu!" Alena menangkup wajah Aluna, hingga gadis itu memberanikan diri membuka matanya.Gadis itu perlahan membuka matanya dan menatap Alena, kedua tangannya terulur memegang wajah Alena."Ini benar-benar kau 'kan, Len?!" Aluna terlihat was-was."Iyalah, memangnya aku i
Setelah berminggu-minggu menempati rumah tersebut. Mulailah terjadi hal-hal yang sangat aneh. Kecurigaan Revan selama ini tentang keanehan rumah yang ditinggali si kembar mulai menemukan titik terang. Walaupun belum sedetail-nya, tapi itu sudah membuat mereka berjaga-jaga. Aluna yang kemarin diganggu oleh penunggu rumah tersebut. Dia sedikit ada gambaran dengan apa yang dia lihat. Namun, memang tak semudah membalikan telapak tangan.Pagi itu, Aluna dan Alena pergi ke rumah tante Nita. Di rumah tersebut hanya ada Mang Dadang, Bi Inah, dan Pak Amir, satpam penjaga rumah."Loh si enon, kenapa tidak memberi kabar?" tanya Bi Inah kaget melihat si kembar tiba-tiba nongol.Mang Dadang juga terkejut melihat keduanya terlihat sangat kelelahan dengan lingkar mata hitam."Neng Aluna dan Neng Alena, kenapa tidak memberitahu Mamang?""Tadi tak sengaja lewat sekitar sini, Mang!" jawab Aluna lesu.
Revan masih memikirkan tentang kejadian di jalan beberapa hari yang lalu, dia masih teringat kata demi kata yang diucapkan pria tua tersebut. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlintas di otaknya. Revan mulai curiga akan suatu hal, tetapi dia menepisnya karena dia belum mengetahui detailnya.Aku masih penasaran dengan pria tua itu! Apa maksud dari kata-katanya? Yang dia maksud dengan mereka itu adalah mereka siapa? Aku memang sangat penasaran, tapi aku belum menemukan buktinya! 'batinnya.Revan benar-benar tidak tenang malam itu.Pemuda itu tidur dengan tidak tenang, terlihat dari seringnya dia merubah posisi tidurnya membuat ranjangnya terus bergerak. Akhirnya Revan memilih bangun dari rebahan nya, mengusap kasar wajahnya, mengurut pelipisnya, dan menghela napas panjang.Revan menoleh ke kanan, memandang sesuatu yang tergeletak di atas meja. Merapatkan tubuhnya pada headboard dan tangan
Ketiga pria tersebut terlibat obrolan yang sangat seru di ruang depan. Mereka bertiga tak memperdulikan waktu yang mulai merambah dan akan menjelang pagi. Ketiganya benar-benar merasa perlu untuk membicarakan hal itu, karena merasa ada yang ganjil dan aneh. Semuanya terlihat saling bertukar pikiran. Terlebih ketika membicarakan hal-hal yang memang mereka bertiga pendam. Akhirnya mereka merasakan lega setelah berbagi cerita satu dengan yang lainnya. Apalagi mang Dadang yang memang memendam hasrat untuk bercerita dengan orang lain. Mang Dadang juga menceritakan tentang anak kecil yang dia lihat dijalan sebelah sana, jalan yang akan menuju rumah pak Hadi. Apalagi tiba-tiba anak kecil itu mendadak menghilang tanpa jejak. Mang Dadang yang mengingatnya langsung bergidik ngeri."Mamang sudah beberapa kali melihat orang misterius itu," kata Mang Dadang. Revan dan Bagas menatap si Mamang. Si Mamang terdiam sesaat."Mamang waktu itu tidak ada pikira
Mulut Bagas menganga menatap cermin, matanya membulat sempurna. Ketika dia bisa menggerakkan tubuhnya, Bagas langsung bergeser ke samping. Dia berdiri dengan mengatur napasnya.Bagas memberanikan diri kembali pada tempat semula. Namun, semua sudah hilang ketika dia kembali menatap cermin. Bagas menghela napas pelan, lalu dia melangkah menuju dapur.Beberapa menit kemudian, dia kembali membawa nampan dengan berisi empat gelas teh hangat. Kembali dia melewati cermin kaca yang menempel di dinding, dia merasakan seperti ada seseorang yang mengawasinya.Siapa dia? Dia tampak ingin mengatakan sesuatu. Tapi apa? 'Batin Bagas merenung disela-sela mereka bertiga sedang bercakap-cakap sambil menunggu Revan kembali.Revan memarkirkan mobil di warung langganannya yang tak jauh dari kawasan perumahan elit."Eh, mas Revan," sapa Yanti. Wanita pemilik warteg.Keadaan warteg sore
Samar-samar, Aluna mendengarkan sebuah suara yang memanggil-manggil namanya. Gadis itu seperti orang bingung mencari arah datangnya suara tersebut. Aluna menghentikan langkahnya, dia mematung terdiam. "Lun!" panggil Revan. "Kau dengar itu tidak?" balas Aluna. "Maksudmu mendengar apa?" Revan memasang telinga. "Ada suara memanggil-manggil namaku," sahutnya. "Aku tidak mendengar suara apa-apa!" jelas Revan. "Jangan ngaco, Lun!" Revan menarik tangan Aluna. Bersamaan dengan itu, pak Dakir dan pak Rusli muncul dari samping rumah si kembar. "Loh, pak Dakir dan pak Rusli dari mana?" tanya Bagas heran melihat kedua pria itu tiba-tiba muncul. "Eh, mas Bagas. Anu—ini, tadi kami mendengar sebuah teriakan yang berasal dari belakang rumah ini. Makanya, kami berdua langsung lari," jelas pak Dakir. "Suara minta tolong, Pak?" tany
Gelapnya malam semakin menjalar, menambah sunyi-nya malam itu. Alunan suara burung hantu mulai terdengar, memberi kesan tersendiri pada malam itu. Langit malam yang bercampur dengan mendung, tanpa cahaya rembulan ataupun bintang yang bertebaran di langit. Kilatan-kilatan cahaya mewarnai langit malam itu, rintik air hujan mulai jatuh satu persatu membasahi semua yang dia temui. Suasana di luar tampak mencekam, tak kala hujan deras yang disertai dengan kilatan-kilatan listrik yang menyambar-nyambar, seperti hendak menyetrum seseorang. Sedangkan di dalam sebuah kamar tampak seorang gadis terlihat sangat gelisah dalam tidurnya. Dia seperti sedang bermimpi buruk. Aluna melihat Alena sedang dibopong oleh seorang pria, lalu di duduknya pada sebuah kursi. Pria itu kemudian mengganti baju Alena dengan gaun berwarna merah. Setelah itu dia mengikat tubuh Alena pada kursi kayu tersebut. Aluna yang saat itu tak berdaya dan tak bisa menjerit ataupun b