Kumpulan warga berbondong-bondong keluar dari castil setelah berpamitan pada sang tuan. Alexan merubah air wajahnya ketika semua orang telah pergi, kemudian berjalan menghampiri Davine.
"Ah, aku tidak tau berapa lama lagi harus melakukan pekerjaan ini." Pria itu mendesah lelah, keningnya mengerut dibalik paras Zein yang masih menempel pada wajahnya. Davine tersenyum menanggapi.
"Kita harus memberikan tuan Zein kesempatan untuk beristirahat, Alexan," ia berujar. "Ia perlu waktu untuk memulihkan kekuatannya," Davine menekan bagian tengah kacamata yang ia kenakan, membenarkan posisinya.
Alexan mengangguk sekilas, "ya, benar. Untungnya tidak ada masalah serius untuk saat ini."
Kondisi Zein memang sedikit melemah setelah kembali dari hutan. Dua kali menghadapi demon dan mengeluarkan kekuatan besar untuk mengalahkan mereka da
"Toloooong!!"Jerit dan suara rintih kepanikan berpadu begitu keras di telinga. Puluhan orang berbondong-bondong membantu memadamkan api dan berusaha meraih kembali nyawa sekarat yang bergelimpangan di jalan raya. "Aaaaargh, tidak!!"Namun semuanya nampak mustahil. "Cepat padamkan kereta itu!"Api berpendar hingga membuat malam menjadi terang benderang."Selamatkan semua yang tersisa!"Namun ia dapat melihat satu-satunya cahaya hidup diantara kekelaman."Ginna, jangan biarkan dia hidup.."Membawanya kepada sebuah kisah yang selamanya akan terlukis dalam sejarah
Gemerincing lonceng kecil disela pita yang menjadi hiasan pohon-pohon tertiup angin. Menambah kegembiraan suasana di sekitar Feraldino de Castel yang penuh dengan kumpulan undangan yang datang. Kereta kuda Zein yang berhenti di halaman istana dijamu dengan sambutan hangat dari para penghuni castil besar itu. Bangsawan-bangsawan lain juga nampak mendapatkan keramahan yang sama. Sebuah suasana yang meriah untuk membayar lelah setelah perjalanan mereka.Dipandu menuju peristirahatan yang telah dipersiapkan, sang tuan rumah merangkul bahu Zein dan membawanya ke dalam sebuah ruangan. Menemaninya bersama dengan obrolan."Mohon maaf bila aku membawa seseorang bersamaku, tuan Roland. Aku bertanggung jawab dalam menjaganya hingga harus membawanya kemanapun aku pergi." Ucap Zein, meminta izin akan hadirnya Vinz di antara mereka.Roland menggeleng pelan, "sebuah kegemb
"Semua ini hanya tipu muslihat, tuan."Sosok lelaki itu berbicara. Menyampaikan sebuah fakta kepada manusia-manusia yang tengah berdiri bersama dirinya disana, "Roland tidaklah sebaik yang anda kira.."Setelah Derl memberikan sebuah kesaksian atas temuan mengejutkan yang membuat Vinz ketakutan hingga ia harus mengambil alih tubuhnya, Zein menuntut lebih banyak penjelasan kepada sosok hantu dihadapannya. Membuatnya menggenggam begitu banyak kenyataan yang luput oleh pandangan mata."Perayaan besar yang mengundang begitu banyak orang ini adalah salah satu cara Roland menjebak rakyat agar mau bekerja di bawah kakinya.""Ia akan memancing kami - para rakyat miskin, untuk bergabung di dalam bisnisnya dengan iming-iming bayaran dan kemakmuran. Menghadiahi keluarga kami dengan segepok emas, lalu memeras tenaga kami untuk beker
Zein melangkah menuju kerumunan. Ikut berbaur bersama para bangsawan dan melihat Roland berbincang diantara yang lainnya. Nampaknya Alexan memainkan perannya dengan sangat baik."Tuan Roland terlihat lebih bugar dari sebelumnya, ya.."Sebuah suara terdengar di dekat Zein, dan kemudian di susul dengan kehadiran seorang pemuda yang berdiri di sampingnya. Zein tersenyum ke arah pemuda tersebut, memperhatikan bahwa lelaki itu sepertinya bukan dari golongan bangsawan.Tangannya terlihat menggenggam gelas kecil berisi anggur merah, rambutnya yang diikat kecil serta setelan denim sederhana yang ia kenakan menunjukkan ia mungkin hanya perwakilan dari negara bagian Terrant."Perkenalkan, tuan. Namaku Edrich Frankrov. Senang bisa bertemu anda disini, tuan Zein Elmardillo." Ucapnya, sembari mengulurkan tangan.
Perkumpulan itu dibubarkan dengan kisah mengerikan yang mereka bawa. Festival yang seharusnya diiringi kebahagiaan itu menjadi malam bagi pemakaman puluhan mayat tak berdosa. Kemudian pengurusan lainnya dilakukan oleh kerabat dari Roland. Rakyat sendiri meminta bantuan para bangsawan yang hadir agar membebaskan keluarga mereka yang tertahan. Perlahan keadaanpun mulai bisa distabilkan, Zein memilih untuk undur diri."Tuan Zein!" Panggilan seseorang membuat Zein berhenti berjalan. Didapatinya pemuda yang kemarin berbincang dengannya di balairung castil Feraldine."Ada apa, tuan Edrich?""Ah, maaf tuan. Aku hanya bingung ingin membicarakan ini dengan siapa, tidak ada yang bisa ku ajak untuk berdiskusi.." Jelas pria berkuncir itu, Zein menanggapinya dengan penasaran."Tentang kejadian ini," Edrich memulai, "apakah anda mera
"Ahhhh, bosan sekali!"Sebuah kerikil terlempar begitu saja dari pemuda yang menendangnya kasar. Jenuh, pria itu hanya bisa mendesah lelah sembari mengitari jalanan. Mencari sesuatu yang bisa ia kerjakan. Ia kemudian menghampiri batu dan menaikinya, berdiri menghadap sungai yang lebar."Hoooooi! Siapapun tolong pekerjakan aku!!" Lalu berteriak pada angin yang hanya menjawabnya dengan hembusan sepi."Apa yang kau lakukan disana, Edrich?"Sebuah suara membuat pemuda itu seketika berjingkat. Dan ketika ia melirik, berdiri seorang wanita yang sama sekali tak asing di matanya tengah tersenyum begitu manis. Sangat manis hingga membuatnya bergidik."A-ah, nona Airin." Ia menggosok tengkuknya yang tidak gatal. Menyapa wanita itu dengan kikuk."Mau kemana, hm?" in
"Hoooaaaaahm!"Uap kecil terlihat mengepul-ngepul dari mulut Edrich yang terbuka lebar, ia menggeliat lalu berjalan keluar dari pintu sembari menggaruk perut. Matanya yang sedikit buram masih kesulitan menangkap pemandangan di depan rumah. Dan setelah mengusak dua iris coklat itu, barulah penglihatannya mulai terfokus perlahan-lahan. Mendapati Gerald yang tengah berkutat bersama para domba."Apa yang sedang kau lakukan?" Gerald tak bergeming saat ia mendekat, tak menjawab apapun dan membiarkannya terkejut dengan tebakannya sendiri."J-jangan bilang," Edrich terpekik, "kau juga menyewa kambing-kambing ini?!"Gerald lagi-lagi tak bersuara, ia terlihat tengah sibuk mengencangkan tali di leher domba betina di depannya. Sesaat kemudian ia bangkit dan mengambil sebuah ember, melemparkannya pada Edrich hingga pria itu berjingk
Perlahan, roda kereta Gerald memasuki daerah padat. Riuh suara manusia terdengar semakin ramai seiring dengan kereta mereka yang mulai menginjak jalanan kota. Barisan bangunan tinggi berarsitektur sederhana kentara akan warna coklat muda yang berasal dari tembok tanah. Khas dengan eurofia klasik yang semakin terasa hangat karena hamburan sinar mentari.Edrich menyapa para warga di sepanjang jalan, menemani Gerald menjajaki toko untuk membeli keperluan sekaligus memperkenalkan ia ke lingkungan masyarakat. Sesaat kemudian mereka berhenti pada sebuah kedai sederhana.Sembari menunggu Gerald selesai dengan penjualan roti dan susu, Edrich duduk di bangku kedai. Tatkala keributan kecil yang berasal dari rumah di sebrang jalan menyita perhatian."Kejadian itu lagi?" Ujar salah satu warga yang lewat di depan kedai kepada temannya.