Ketika dunia diperbudak oleh perbedaan sosial, mencekik kehidupan untuk menuruti strata dan derajat yang memenjarakan rakyat tak berdaya.Semua kisah yang luput dari mata terkubur egoisme dan sifat manusia. Ketidak adilan merajalela, menutupi segala fakta yang ada. Seseorang berusaha merobek lingkaran setan yang membelenggu mereka. Merubah tatanan melalui kerucut tertinggi dengan segala trik dan cara yang ada. Termasuk dengan bantuan sisi gelap dunia.
View More-𝚙𝚛𝚎𝚜𝚎𝚗𝚝𝚒𝚗𝚐 𝚏𝚘𝚛 𝚢𝚘𝚞-
𝙶𝚘𝚘𝚍 𝚁𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐
-
"Hah.. Hah.."
Hembusan nafas kelelahan itu menyatu dengan dinginnya udara, membentuk kepulan asap tipis di antara wajah pucat seorang bocah yang sudah begitu rapuh.
"Dasar anak iblis!"
"Tidak berguna, menyusahkan saja!"
"Kenapa masih hidup, hah?"
"Merepotkan!"
Bayangan senyum jahat orang-orang tergambar bersama ucapan bengis yang berdesing keras di telinganya. Sakit..
"Lebih baik kau mati saja!!"
Kaki kecil itu menapaki batu satu persatu, berusaha menggapai lebih tinggi meski terjatuh berulang kali. Angin kencang lautan menyibak selimut tipis yang membalut tubuh kurusnya, namun tak bisa menurunkan keinginannya sama sekali.
"Mati saja kau!"
"Mati!"
Bisikan-bisikan itu terus bergema di telinganya. Alunan suara kematian terus mendayu, merayunya untuk segera melompat ke bebatuan pantai yang begitu curam dan tajam di bawah sana. Haruskah ia tetap hidup? Haruskah ia tetap bernafas di dunia yang tidak menginginkannya sama sekali? Ia tak punya pilihan lain, selain satu.
"Mati.."
Tiada ragu yang tersisa saat telapak kaki kusam itu mulai melangkah ke depan. Segaris senyum yang tak pernah terlukis di bibir mungil itu perlahan tergambar, seiring wajah menengadah ke arah luasnya langit dengan ribuan awan menghitam.
Kini, tak akan ada yang menyakitinya lagi, di rumah itu, maupun di dunia ini..
Tukkk...
Sebuah batu tiba-tiba mendarat di kening sang bocah. Kelopak mata anak lelaki itu langsung terbuka.
"Hoy."
Suara berat mengintrupsi niat yang sejengkal lagi terlaksana. Bocah kumal itu menoleh seketika.
"Jangan mati dulu, anak manusia." Ucap sosok itu kembali.
Tidak pernah ia temukan sesuatu seperti yang tengah anak lelaki itu dapati saat ini. Sama sekali belum pernah ia lihat makhluk dengan bentuk seperti sosok di depan matanya ini. Bocah itu terlalu terkejut hingga hanya bisa terperangah dan terdiam bagai batu yang ia pijak.
Makhluk itu perlahan keluar dari bayangan bebatuan. Menampakkan sosoknya yang tinggi besar dengan kain lusuh yang menutupi tubuhnya, membuat anak lelaki itu beringsut mundur.
"Kau ingin kebahagiaan 'kan?"
Kalimat yang makhluk itu ucapkan seketika bergema di pikiran sang bocah.
"B-bagaimana.." Bingung, alisnya berkerut diantara rasa takut yang masih terasa.
"Aku tau semuanya, bocah." Iris merah itu menyala dibalik gelapnya mendung langit. "Termasuk perlakuan manusia-manusia itu padamu."
"Aku.."
Umpatan dan penderitaan sedikit demi sedikit melonjak ke dalam ingatan, kesedihan, amarah, dendam dan rasa sakit perlahan membuncah keluar.
"Bisa-bisanya kau mengasuh anak seperti itu!"
"Tak tau di untung!"
"Tidak pantas bahagia!"
"AKU MAU!" Tanpa rasa takut lagi, anak itu berdiri di depan sosok mengerikan di hadapannya. Sakit yang ia rasakan ketika menghadapi dunia ini menyalakan nyali di dalam jiwanya.
"Berikan aku kebahagiaan!!"
Makhluk itu tersenyum puas. Garis bibirnya perlahan naik menunjukkan taring besar dibalik tudung yang ia pakai. Membuat bocah kurus itu bergidik ngeri.
"Meskipun harus mengorbankan nyawamu sendiri?"
Bocah itu tercenung sesaat. Terkejut dengan pilihan sulit yang ditawarkan, sedangkan makhluk itu diam-diam tertawa meremehkan. Manusia selemah itu tak akan mungkin berani mengambil keputusan yang begitu berat.
"Akan ku lakukan apapun.. meski dengan bertaruh nyawaku sendiri."
Tepat setelah bibir pucat itu berkata, sebuah cahaya bersinar menghantam kegelapan. Disertai angin yang mengibas kuat, tawa makhluk itu berdenyar nyaring membelah keheningan.
"HAHAHAHAHAH!"
Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K
"Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete
Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu
Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata
Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny
"Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments