Share

2. Awal mula.

Sepanjang jalan menuju meja ku. Aku terus teremenung, menghelai nafas panjang yang sudah menjadi kebiasaanku sejak beberapa bulan ini. Semua karena rasa khawatir yang selalu ada di dalam diriku, yang entah sejak kapan sudah menjadi sebuah pertanyaan untuk diriku sendiri, tentang... kenapa aku bisa sangat mencintai lelaki yang tidak pernah mencintaiku itu. Oh betapa aku sangat bodoh saat ini.

Aku tidak pernah menyalahkan dia yang selalu menatapku dengan tatapan kebenciannya. Tapi, bisakah sedikit saja dia menerimaku, walaupun memang akulah yang salah  karena semua ini. Masalah ini terjadi ketika aku yang dengan mudahnya menerima penawaran dari Rinto Surya, Ayah dari Max Prayoni beberapa bulan yang lalu.  Yah... aku adalah tunangan dari Max Prayoni lelaki yang ku temui tadi, lelaki yang tidak  berkuasa di kantorku, lelaki yang ternyata  tidak bisa aku jangkau.

Pertunangan kami sudah berjalan satu bulan lamanya, tanpa adanya pembicaraan dan tanpa adanya rasa cinta dari Max. Saat itu aku yang sedang mencari sebuah pekerjaan tidak sengaja melihat lelaki paruh baya tergeletak jatuh tak sadarkan diri di samping jalan menuju kantor yang sedang ku tuju, pria itu terus meringis sambil meremas dadanya. Aku yang melihatnya langsung menghampiri dan menolong membawa lelaki paruh baya itu ke rumah sakit dengan susah payah.

Sesampainya di rumah sakit, akhirnya lelaki paruh baya itu sudah mendapatkan pertolongan pertama dari dokter. Dokter menjelaskan jika lelaki yang ku bawa mengalami serangan jantung ringan, namun kondisinya sudah kembali normal.  Dan tak lama datang seseorang berjas menghampiriku dengan tergesa,

"Salam saya Irfan sekretaris dari Pak Rinto Surya... Menurut info apa benar anda yang yelah menyelamatkan pak Rinto dan membawanya kesini"

Aku termenung, mencerna ucapan Pria bernama Irfan itu. Siapa yang dia maksud dengan Rinto Surya bukankah nama itu yang kerap kali muncul di televisi. 

“Maaf, nona apa anda mendengar saya?”

aku mengerjapkan kedua mata ku. “Ya saya bisa mendengar anda, dan benar saya yang membawa bapak itu ke rumah sakit ini”

“Syukurlah, kalau begitu ini, sebagai rasa terima kasih  nona bisa menerima cek ini untuk mengganti waktu nona”

"Saya tidak bisa menerima nya. Tapi, anda cukup menjelaskan sekali lagi pada saya, siapa bapak yang saya tolong itu?"

"Dia adalah Rinto Surya, CEO dan pemilik perusahaan QWRY di tanah air "

"Apa!"

Jadi sedari tadi aku bersama dengan m Pak Rinto Surya! orang penting karena perusahaannya  yang ada dimana mana itu. Saat itu aku tidak percaya aku bisa bertemu denganya dan menyelamatkannya. Aku lega mendengar jika Pak Rinto selamat, pikirannya ku pun  jadi jauh berkelana, kenapa orang penting seperti dia bisa tergeletak tak sadarkan diri sendirian tadi?

"Boleh bantu saya duduk” pinta suara khas bangun tidur itu dengan pelan. Pak Rinto sudah membuka kedua matanya. Dan aku yang sedikit terheyak langsung melakukan apa yang dia minta.

Aku bantu dia untuk terduduk, mambawanya  bersadar di kepala bangkar. Lalu aku sodorkan segelas air putih untuknya.  

“Terima kasih sudah membantu saya” katanya setelah menyesap air putih itu. “Saya kira saya sudah mati setelah bertengkar dengan anak saya tadi, maaf sudah merepotkanmu”

Aku menggeleng, “Tidak masalah Pak, saya juga kebetulan lewat dan saya tidak sengaja melihat bapak tergeletak jatuh di sana, sekarang saya senang melihat bapak sudah sadar,”

“Siapa namamu nak?”

“Nama saya Laras Aruna, bapak bisa memanggil saya Laras”

“Saya akan mengganti semua ini nanti”

Aku langsung mencegah lagi.“Tidak perlu, saya ikhlas untuk menolong bapak” kataku menolak.

Pada saat itu Rinto hanya terdiam tersenyum  melihat ku. Entahlah karena apa. Aku yang sedang dikejar oleh waktu mencoba untuk mengundurkan diri. 

“Kebetulan hari ini saya ada interview, kalau begitu saya undur pamit Pak”

“Bekerjalah dengan saya Laras” ucapan itu sukses menghentikan tubuhku

 seketika. Aku tetap kembali Rinto dengan bertanya- tanya.

“Maksud Pak, Rinto?”

Dia tersenyum lebar, matanya menginstruksikan ku untuk duduk kembali. Dengan bimbang aku tatap pintu keluar dan kursi secara bergantian. Tak mau ambil pusing pada akhirnya aku memilih untuk  kembali terduduk di kursi tadi dengan rasa penasaran dari apa maksud  ucapan Rinto tadi. 

“Saya tau kamu sedang berusaha mencari kerja. Maaf jika saya merusak interview kamu hari ini. Saya hanya ingin menawarkan sesuatu yang lebih besar dari interview kamu itu Laras”

Aku semakin bingung, mendadak aku tidak tau harus mengeluarkan kata apa. 

“Bekerjasamalah dengan saya dan saya akan memberikanmu tempat dan jabatan yang cocok untuk mu, jika kamu setuju dengan kesepakatan yang saya berikan”

“Maaf,  maksud Pak, Rinto kesepatakan soal apa?”

“Jadilah calon tunangan anak saya Laras, ” katanya begitu lancar. "Maxwell Ptayoni"

Jelas sekali aku sangat terkejut dengan apa yang dikatakan pria paruh baya itu waktu itu. Saking terkejutnya aku ingat kalau aku tertawa keras mengira kalau ucapannya salah sebuah lelucon. Namun, melihat wajah serius dari Rinto seketika tawaku lenyap begitu saja.

“Maksud Pak, Rinto. Bapak ingin saya menjadi tunangan anak bapak, yang bernama Maxwell Prayoni itu?!”

Dan Rinto pun langsung mengangguk tegas. Aku menganga tak percaya. Apa aku tidak salah dengar. Mana mungkin seorang wanita sepertiku bisa menjadi seorang tunangan dari CEO mudah yang banyak dikagumi para wanita itu.

“Saya akan memberikanmu gaji dua kali lipat, dan saya juga akan memposisikan kamu menjadi sekretaris CEO jika kamu mau menerima tawaran saya  ini Laras”

Menjadi sekertasi memanglah impian ku dari dulu, terlebih lagi sekertaris CEO dari seorang Maxwell Prayoni impian dari semua wanita. 

Aku remas tali tas ku, tiba - tiba saja aku jadi ragu.“Kenapa Pak, Rinto menawarkan hal ini pada saya? saya kan hanya wanita biasa yang tidak sengaja bertemu dengan bapak, dan terlebihlahi saya bukan wanita berkelas yang sama dengan anak bapak”

Rinto tertawa pelan “ Karena saya percaya, hanya wanita sepertimu lah yang bisa membuat anak saya berubah Laras"

Aku terhenyak, semudah itukah lelaki paruh baya ini mempercayaiku? memang aku salah satu dari sekian wanita yang menyukai Max, tapi apakah benar semua ini nyata.

“Bagaimana? apa kamu mau Laras?”

Aku tidak yakin. Tapi aku membutuhkan uang untuk biaya hidupku, terlebih lagi untuk melunasi hutang-hutang ayahku.

“Apa benar  bapak akan memberikan gaji  dua kali lipat pada saya nanti ?”

Dia mengangguk, “5 kali lipat jika kamu berhasil membuat anak saya berubah, dan 10 kali lipat jika kamu berhasil membuat anak saya jatuh cinta dalam waktu tiga bulan”

Mendengar tawaran yang sangat menggiurkan waktu itu bagaimana aku bisa menolak, kondisi ekonomi ku sedang terpuruk dan aku membutuhkan semua uang itu. Mana mungkin aku menyia nyiakan kesempatan emas ini. Aku pulang dengan menyetujui penawaran dari pak Rinto, bahkan aku sudah menandatangani kesepakatan itu. Tetapi, aku melupakan sesuatu saat bersama pada Pak Rinto tadi, yaitu bagaimana dengan Max? apa lelaki itu akan menyetujui pertunangan ini? 

Namun, daripada memikirkan itu, aku semakin tak percaya, jika lelaki yang akan menjadi calon tunanganku nanti adalah  Max Prayoni! cinta pertamaku saat masa dulu kuliah. 

Tidak peduli apa keputusan Max, nanti pada ku. Aku akan menganggap semua ini adalah jalan yang terbaik untuk diriku. Walaupun aku tidak tahu bagaimana nasibku setelah itu.

Dan yang paling terpenting sekarang ini, aku harus membuat lelaki itu jatuh cinta dalam waktu tiga bulan pada ku.

____________________________________________________________________________

Selang sehari kesepakatan itu dilakukan. Disinilah aku berada, di sebuah rumah mewah Rinto. Tidak ada pagelaran pesta mewah bahkan tidak ada tamu ataupun teman dekat yang ikut berpartisipasi dalam acara pertunangan ini.

Rinto bilang, Max setuju dengan pertunangan ini jika Acara pertunangannya hanya dihadiri keluarga inti dan digetarkan secara tertutup, aku tidak masalah dengan itu. 

Pada saat aku datang hanya Rinto yang menyambutku dengan sangat hangat, sedangkan istri Rinto sudah menatapku dengan wajah yang enggan menatap. Dapat kupastikan jika Ibu Rina tidak setuju dengan pertunangan ini. Aku yang melihatnya hanya membalas tersenyum ramah.

 “Mari duduk”  Rinto mengistrukanku dan Bi Sri untuk duduk. Kamu langsung duduk di depan mereka dengan mencoba tenang. 

Suasana seketika menjadi canggung. Aku tidak tahu harus memulai pembicaraan apa. Jujur aku waktu itu aku sangat gugup di sana.

“Laras bagaimana kabar mu nak?” Seperti tahu kondisiku. Akhirnya Pak Rinto mengeluarkan suaranya lagi.

Aku tersenyum mencoba menujukan wajahku menatap kedua orang di depanku itu. “Saya baik- baik saja Pak,” jawabku sesopan mungkin, yang kemudian ku lirik Bi Sri di sampingku.  “Maaf, kalau malam ini saya hanya bisa membawa bibi saya untuk menghadiri acara ini" lanjutku sedikit menjelaskan sekaligus mengingatkan jika aku adalah anak yatim piatu yang sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuaku untuk selamanya. 

“Tidak masalah Laras. Setidaknya kamu mempunyai wali yang datang bersamamu” ucap Rinto mengerti, bergantian menatap bi Sri. “Oh ya. Perkenalkan saya Rinto. Ayah Max, dan ini istri saya Rina.” ucapnya lagi memperkenalkan diri ke bi Sri

“Saya Sri Pak, Bu, bibi Laras dari ayahnya” balas bi Sri dengan ekspresi mencari cari. “Kira-kira  dimana calon tunangan Laras, Ya Pak? Saya perhatikan saya tidak melihat anak bapak itu” tanya bi Sri, Membuat Rinto kelabakan. 

Lalu secara kebetulan datang lelaki tampan dengan wajah datar terlihat dari arah belakang kuris Rinto. Hal yang pertama kali aku lihat adalah tatapannya yang begitu tajam menatapku yang membuat terpana melihatnya. 

Benarkan dia seorang Maxwell Prayoni? lelaki yang di idam idamkan semua wanita? lelaki yang menjadi cinta pertama ku.

“Maaf saya terlambat” ucap suara dingin itu. Dia pun langsung terduduk di sebelah Ibu Rina, tanpa melihat ke arah ku. 

Terdengar helaian nafas kesal Rinto ketika Max sudah terduduk. Suasana pun berubah menjadi sedikit tegang. Mencoba untuk fokus Rinto kembali bersuara.

“Dikarenakan Max sudah berada disini bersama kita. Mari kita langsungkan acara pertunangan ini” ucap  Rinto, menatap Max “Ayo Max dimulai” pintanya.

Lelaki itu pun langsung berdiri dari kursinya. Dengan raut wajah yang sudah terlihat mengeras dan sorot mata yang menajam, dia balas tatapan mataku ini. Melihat itu entah kenapa aku jantungku sudah berpacu sangat kencang untuk pertama kalinya lagi. 

“Laras Aruns, saya Maxwell Paryono datang malam ini untuk melamar kamu dalam ikatan pertunangan. Apakah kamu mau menerima nya?” 

Seperti tersihir mantar jantungku rasanya ingin meledak. Aku angkat wajahku dengan mata yang sudah sedikit berkaca-kaca menatap Max tak percaya. Lelaki itu masih sama seperti dulu. Apa benar yang sedang melamarku sekarang ini adalah Max Prayoni lelaki yang selalu aku cintai!

Dan Aku pun menjawab.

“Aku..menerimanya”

Max lalu keluar dari dalam mejanya menghampiriku. Sejenak, dia memandangi penampilanku dari atas sampai bawah. Aku  menunduk mu. Max akhirnya mengambil tanganku. Dia pasangkan cincin putih pada jari manisku dengan sedikit memajukan wajah dan tak la lama dia berbisik.

“Hi! jangan pernah bermimpi untuk menjadi tunangan saya Laras. Saya tidak mungkin mencintai wanita rendahan seperti mu.” Bisikan itu berhasil

Aku tatap dia dengan bertanya tanya, tak lama dia merangkul pinggangku erat, dan dia kembali berbisik.

 “Setelah semua ini selesai, kamu akan menyesal karena sudah menerima pertunangan sialan ini Laras" sambungnya dengan menyeringai penuh misteri menatapku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
RED SCARLET
ya beneran..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status