"Melupakanmu mungkin adalah satu hal yang paling kuinginkan. Alih-alih menerima hantaman yang membuatku amnesia, kenangan bersamamu kembali menyentak ruang ketenanganku."
Seorang wanita dengan gaun tidur berwarna hijau yang membalut tubuh kurusnya, nampak berdiri didepan balkon. Kedua mata wanita itu terarah pada sinar rembulan yang malam ini bersinar begitu terang. Helaian rambutnya bergerak sesaat, mengikuti arah angin yang menerpa sisi wajahnya yang dibiarkan begitu saja berada dalam dinginnya angin malam ini.
Adela.
Wanita itu biasa akan terpanggil ketika mana itu disebut. Entah sudah berapa lama ia tak lagi mengingat dari mana asal nama itu. Ia terlalu menikmati hidupnya saat ini. Bahagia, berada dalam rumah yang mewah, dikelilingi oleh harta dan orang yang begitu mencintainya, dan juga Adela memiliki tempat berpulang saat ini. Wanita itu tak lagi
“Perpisahan menetes di pipimu seperti darahBibirmu bergetar, bertanya mengapa semua ini sangat menyedihkanJangan, jangan datang padaku dengan wajah seperti ituPergilah tinggalkan aku”Di sebuah ruangan yang gelap, hanya berukuran kecil, seorang wanita paruh baya terduduk didalamnya. Tatapannya kosong menatap kedepan, mengesampingkan kewarasan yang dimilikinya. Rambutnya yang tak tertata jelas dan baju daster kusam membalut tubuh kurusnya yang nyaris menyerupai tulang.. Terdapat keriput-keriput di pipinya. Jika orang lain melihatnya, ia akan dianggap orang tak waras. Bibir pucatnya sedari tadi hanya menggumamkan kata-kata yang tak jelas. Namun sebuah nama tak sengaja tercelos dari bibirnya.Tak lama sosok wanita dengan pakaian mahalnya masuk ke
“Perasaan ini sangat menyesakkan dan yang kutahu, keinginan terbesarku adalah dengan menghancurkanmu”Seorang anak laki-laki berlari diatas rerumputan yang terletak dibelakang pekarangan rumahnya. Langkah kakinya yang riang berlari mengikuti arah kupu-kupu yang berterbangan seolah meminta untuk dikejar. Dibelakangnya, seorang balita mungil mengikuti langkah sang kakak. Suara tawa mereka yang riang terdengar seluruh pekarangan hingga membuat kedua pengasuh yang menjaga mereka ikut tertawa melihatnya. “Kakak...” balita perempuan yang manis dengan baju baby doll mungil berwarna peach itu mengerucutkan bibir tipisnya lantaran kakinya tak sampai mengejar langkah sang kakak. Ia pun menjatuhkan kedua bokong mungilnya diatas rerumputan dan memilih untuk duduk disana.Anak laki-laki yan
"Ada seribu macam pertanyaan yang bisa tersampaikan dengan baik, namun tak semua memiliki jawaban yang pantas.”“Duduklah disana.”Martha, wanita berambut pirang kemerahan itu menunjuk sofa panjang berwarna merah yang terbuat dari bludru mahal miliknya. Salah satu barang mewah yang berada didalam apartemen milik wanita cantik itu. Wanita itu menunjuk kearah benda itu untuk memberitahu sosok yang kini tengah mengekorinya.Seorang wanita paruh baya yang berjalan dibelakang Martha dengan tatapan menyelidik. Mata besar yang memiliki intan berwarna hijau pekat itu memperhatikan dengan seksama detail mewah dari ruangan yang ia tahu akan menampungnya sampai dirinya bertemu de
"Dari mata turun ke hati, begitu kata yang selalu mereka ucapkan.”“Brengsek kau, Odelia!” Umpat Jean sebelum mengayunkan tangannya ke arah Odelia. Suara umpatan kasar lelaki itu terdengar jelas bagi siapa saja yang mendengarnya dan pasti menganggap bahwa laki-laki itu akan melancarkan serangan kekasarannya lagi kepada Odelia.Wanita itu tak sanggup lagi membuka kedua matanya yang sudah tertutup entah sejak kapan. Napasnya sendiri tak terasa saat ia mencoba untuk bernapas, ia takut. Pada detik berikutnya mungkin ia akan terluka. Laki-laki itu pasti akan melukainya. Begitu yang pasti terjadi. Odelia memilih mengubur kesedihannya dalam kegelapan. Ia tak mau melihat Jean yang kasar. Ia tak mau
"Aku tak pernah pantas untuk diakui.”“Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku gila, mereka bilang aku sudah gila karena terus mengharapkanmu. Aku wanita gila, aku sungguh tergila-gila padamu sampai aku tak merasakan sakit saat kau memukulku. Aku tak peduli seberapa bencinya kau padaku. Aku tak peduli seberapa kasarkan tanganmu menyakiti tubuhku. Selama aku tahu bahwa kau hanya setia kepadaku, aku dapat menerimanya. Aku sungguh mencintaimu sampai aku berpikir mungkin saja aku sudah gila.”Odelia menatapnya. Menuntut dan meminta dengan paksa. Wanita itu masih berdiri ditempatnya, enggan menjauh dan membiarkan tangannya terjalin begitu saja dengan tangannya. Namun masih dengan tatapan yang sa
"Tak ada yang lebih kau benci selain diriku, dan tak ada yang lebih kucintai selain dirimu.”Bibir tipis milik lelaki itu pun tersenyum samar. “Dia sedang pergi. Aku hanya berdua saja dengan... pembantuku.”Suara itu tercekat. Jean enggan menatap langsung ke arah mata kedua tamunya. Pria itu lebih senang mengalihkan perhatiannya ke arah lain, asalkan bukan ke arah Rian atau pun istrinya. Perasaan asing saat mengatakan bahwa wanita itu adalah pembantunya benar-bennar menyisakan ruang yang menyesakkan dihatinya. Jean tak pernah merasakan perasaan asing ini. Hanya, ia tak tahu mengapa hatinya ikut nyeri ketika kata itu terlontar begitu saja dari bibirnya.
Aku bisa membuatmu, jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta.”“Dia sedang pergi. Aku hanya berdua saja dengan... pembantuku.”Wanita itu hanya memperhatikan bagaimana lelaki itu menyebutkan sesuatu tentang dirinya. Dari balik pilar yang menyembunyikan tubuh mungilnya, wanita itu mulai terisak. Ia membekap mulutnya agar suara itu tak terdengar sampai ke ruang tamu sana.Disini, dibalik pilar yang membatas antara ruang tamu dengan jalan menuju dapur, wanita itu mulai terisak. Sebelah tangannya yang semula tertahan diudara memukul ke arah dadanya. Nyeri, ia berharap pukulannya bisa mengalihkan sakit yang
"Kau yang duduk disana, dan aku ingin menyatakan bahwa aku begitu mencintaimu.”Adela kembali ke ruang tamu dan menemukan suaminya tengah membaca salah satu majalah olahraga disana. Wajah tenang Rian yang masih menikmati aktivitasnya membolak-balikkan gambar Valentino Rossi terhenti saat melihat kehadiran Adela ditempatnya. Saat ia menengadahkan kepalanya, ia menemukan wajah memerah milik istrinya itu. Hal yang sama ditemukannya kala menyadari bahwa wanita itu baru saja habis meluapkan amarah. Dengan pandangan heran, Rian mengulurkan tangannya pada Adela dan membimbingnya untuk duduk disampingnya.“Kemarilah sayang. Kulihat keadaanmu sedang tidak baik saat ini.” Ucapnya.