Share

Chapter 7 Tired

Tetesan bening yang luruh ke bumi semakin deras. Siluet kilat yang disusul guntur menambah kesyahduan hujan malam ini.

Gerald tersenyum puas penuh kemenangan. Meskipun belum ada tanda-tanda Della akan kembali padanya, namun Gerald yakin mampu membuat Della bernostalgia lagi akan kenangan kebersamaan mereka dulu. 

Dengan demikian, sedikit demi sedikit Della akan merana dan memintanya untuk mengulang kembali masa-masa indah mereka.

"Kemarin mungkin kamu bisa menolak ku, tapi akan ku pastikan jika esok lusa kau akan menjadi milikku." Ucap Gerald penuh keyakinan.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Pukul 06.30 pagi. Mentari bersinar cerah beralas awan biru yang membentang di penjuru langit.

Weekend merupakan hari yang sangat dinanti. Bukan hanya siswa siswi, pekerja kantor juga menantikan hari itu. 

Della menyiapkan sarapan pagi bersama  Mbok Ani yang setia membantunya.

"Pagi Bunda." Sapa Hendra sembari memeluk Della dari belakang. Dikecupnya pucuk kepala istirnya lembut, melupakan kekesalannya semalam yang membuat Della pergi hingga larut malam baru pulang.

"Malu pah." Bisik Della dengan mata sedikit melotot.

Mbok Ani memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia menjadi canggung melihat kemesraan kedua majikannya.

Hendra justru mempererat pelukannya, tak peduli dengan kulit wajah mbok Ani yang telah berubah rona menjadi kemerahan.

Della terpaksa mencubit lengan kekar Hendra yang melingkar di pinggangnya.

"Awww sakit Bun." Protes Hendra yang sontak melepas pelukannya.

"Makanya jangan genit." Balas Della tersenyum mengejek.

"Ayah, kangen sama Bunda." 

Della menempelkan jari telunjuknya ke bibir Hendra sebelum ucapan manja lainnya keluar.

"Tolong angkat nasi gorengnya ya mbok. Saya mau bangunin Audy dulu." Tutur Della beralibi.

Hendra berdecak kesal, romantisme yang dibangunnya sama sekali tak dihargai.

Mbok Ani terkikik pelan, sudah bisa ditebak jika Tuannya pasti sedang menggerutu dalam hati telah diabaikan Nyonya mudanya.

Della mengetuk pintu kamar Audy perlahan. 

"Audy bangun." 

Senyap. Seseorang yang diteriaki namanya kini masih meringkuk dibalik selimut tebalnya.

"Audy!!" Ulang Della dengan sabar menunggu di luar kamar.

"Hmm... baiklah, sepertinya harus dengan cara klasik," lirih Della.

Pintu kayu jati itu perlahan terbuka. Della menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anak tirinya.

"Audy bangun! Gerald menunggu mu di bawah." Teriak Della dengan lantang.

Mata audy mengerjap-ngerjap cepat. Nyawanya  telah terkumpul sempurna.

"Kenapa tak membangunkan ku dari tadi." Jawab Audy mengucek-ngucek matanya agar mau terbuka lebar.

"Suaraku bahkan sampai serak hanya untuk membangunkan mu." 

Audy menegakan tubuhnya. Menyisir rambutnya asal dengan tangan.

"Katakan padanya, aku sedang bersiap-siap dulu," pinta Audy.

"Ok. Jangan lama-lama, dia bilang sudah rindu."

Audy nyengir kuda. Dalam benaknya di bertanya, betulkah Gerald mengatakan demikian?.

Della menutup mulutnya dengan telapak tangan untuk menahan tawanya agar tidak pecah. Semenit kemudian Ia undur diri ke ruang makan.

"Mana Audy Bun?" tanya Hendra saat tak melihat anak semata wayang tak ikut bersama Della.

"Sedang membersihkan diri. Tunggu sebentar."

Hendra mengangguk tipis.

"Mari duduk dulu." 

Della menarik kursi tepat di samping Hendra. Keduanya bercakap-cakap ringan sembari menunggu Audy datang.

"Andaikan setiap saat begini, aku pasti bahagia sekali."

Della mengerutkan dahinya tak paham.

"Maksudnya Ayah apa?"

Helaan nafas berat keluar dari mulut Hendra. Ia tampak ragu hendak menjelaskan. Takut kejadian semalam terulang lagi.

"Apa ada yang kurang? atau aku terlalu kasar?" tanya Della hati-hati.

"Tidak. Aku hanya memikirkan seandainya saja kamu bisa mengurus keluarga tanpa harus terbebani dengan urusan kantor atau lembur. Pasti kita akan punya banyak waktu luang." Jelas hendra panjang lebar.

Emosi Della tiba-tiba memuncak, Ia menarik kursi ke belakang dengan kasar.

"Aku pikir kau bisa memahami ku, tapi nyatanya pertengkaran semalam tak mengubah apa pun."

Della melangkah gusar keluar rumah. Air matanya tak terbendung mengalir turun. Ia memutuskan untuk pergi ke kafe favoritnya sambil memikirkan prahara rumah tangga yang kini dihadapinya. 

"Aku bisa saja keluar dari pekerjaan ku dan mengurus rumah. Tapi, apakah aku hanya akan melakukan hal yang sia-sia? untuk apa aku melayani mu sedangkan kamu saja masih memikirkan wanita lain." gumam Della pelan dengan meletakkan kepalanya di atas meja. 

"Della!!" Teriak Gerald dengan setengah berlari mendekati Della. Semula Ia ingin memesan cake dan minuman untuk Audy setelah memberikan pesan singkat di WA, dia mampir di kafe yang dulu menjadi tempat favorit mereka berdua saat berpacaran.

Merasa namanya dipanggil, Della mengangkat kepalanya melihat seseorang yang memanggil namanya. 

"Gerald? Sedang apa kau disini?" 

"Aku ingin membelikan cake dan minuman untuk Audy," jawab Gerald.

Della hanya mengangguk mendengar jawaban Gerald, membuat laki-laki itu nampak kecewa. 

"Kamu sendiri kenapa disini? dan kenapa sepertinya kamu tidak bahagia?" tanya Gerald beruntun, membuat Della mengingat masalah yang kini tengah dihadapinya.

Tanpa disadari Della kini air matanya sudah mengalir deras membasahi pipi mulusnya, air mata itu seakan mengadu pada Gerald jika kini dia sedang terluka. 

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Audy berjalan menuruni anak tangga dengan raut wajah yang gembira, setelah mendengar dari Della jika Gerald menunggunya. Sampainya di lantai bawah di menyapu setiap sudut rumah namun tidak ada sosok yang dia cari, hanya adia Hendra yang sedang berada di meja makan.

 

"Pagi Yah," 

" Hhem..."

"Ayah, apa Ayah melihat Gerald?" 

"Dia tidak ada disini." 

"Apa? Terus bunda kemana?" tanya Audy.

"Pergi," jawab Hendra seadanya karena masih merasa emosi dengan tingkah Della.

"Kamu sarapan saja, ayah mau kembali ke kamar dulu," sambung Hendra berlalu meninggalkan Audy. 

Audy menggelangkan kepala melihat tingkah Ayahnya dan dia merasa kecewa ternyata dia kena tipu Della, "Percuma aku mandi dan sudah cakep begini," gumamnya.

Beberapa menit kemudian ia teringat dengan benda pipihnya. Ia lantas mengecek notifikasi pesan masuk, dilihatnya ada pesan WA dari Gerald. 

- Gerald love -

Bersiaplah, aku akan mengajakmu jalan-jalan.

Setelah membaca pesan itu wajah yang tadi seperti awan mendung kini berubah menjadi ceria, dia kembali kamarnya untuk merapikan lagi make up, sebelum Gerald datang.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Di kafe Gerald masih setia menemani Della, setelah dirasa Della tenang dia membuka percakapan.

"Cerita padaku kenapa kamu menangis?" Ucap Gerald lembut.

Della tersenyum kecut menghapus air matanya. Bolehkan bagi seorang istri membeberkan aib keluarganya kepada lelaki lain? Berdosakah dia?.

"Aku tau kau sedang rapuh, kemarilah, aku punya bahu untuk kau bersandar." tawar Gerald

Ketegaran Della benar-benar di uji. Di saat Ia terjatuh justru Gerald datang mengulurkan tangannya. Jujur saja, sebagai wanita yang berhati lunak, Ia begitu terpesona dengan kelembutan Gerald.

"Menangis lah, jika itu bisa membuatmu tenang." Gerald merengkuh bahu Della ke dada bidangnya. Ada rasa iba di hatinya melihat gadis yang Ia cintai menangis terluka. Meskipun Ia menginginkan Della berpisah dengan Hendra, tetapi bukan perpisahan yang berujung pertengkaran seperti ini.

"Apa yang kau rasakan jika seseorang yang kau cintai? diam-diam masih mendambakan orang lain?" Della mulai merespon pertanyaan Gerald.

"Tentu saja aku kecewa."

"Lantas apa yang akan kau lakukan?"

"Akan aku buktikan bahwa, aku lah yang terbaik untuknya." 

"Meskipun itu tidak ternilai di matanya?

"Iya..." Jawab Gerald singkat, "aku harap kamu tahu perjuanganku kali ini Della." batin Gerald.

"Tapi, itu akan menyakiti hati mu sendiri."

"Jauh lebih sakit lagi jika berjuang untuk orang yang tak mengharapkan mu." jelas Gerald

Della menarik nafas panjang. Tuhan apa masih ada jalan untuk keutuhan rumah tangga kami? jika iya, tolong berikan aku petunjuk dari masalah yang Engkau berikan pada kami.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status