Share

Trouble Maker

123 tahun kemudian....

"Apakah kau selalu memakai celana ketat seperti itu?"

Gemma melirik dari balik rambut panjang merah kecokelatan yang menutupi wajahnya. Ia tengah menikmati bir dingin setelah penampilan yang melelahkan beberapa menit yang lalu. Tidak bisakah orang-orang meninggalkannya sendirian saja untuk sesaat?

Gemma memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu. Tapi yang ia lakukan justru membuat mereka semakin terpancing.

"Aku mendengar desas-desus bahwa kau adalah wanita yang sulit didekati. Tapi apa maksudmu dengan pakaianmu yang seperti ini, yang membuat semua lelaki berpikir bahwa kau 'terbuka' pada kami?"

Gemma dapat merasakan seringai dari laki-laki yang mengajaknya bicara. Ia pun mendongak, memutuskan untuk melihat si pongah itu dengan lebih jelas.

Gemma mencebik. Tipikal lelaki kaya yang mendapatkan hartanya dari warisan orang tua. Kemeja mahal dengan setelan jas buatan desainer. Rambut hitam yang disisir rapi ke belakang, tampak berkilat seperti aspal basah. Wajah yang bersih pertanda dia rajin perawatan. Gemma harus menanyakan dimana lelaki ini melakukan perwatan wajah, karena sebagai penyanyi Gemma juga butuh kulit mulus seperti itu. Gemma menggeleng cepat menyingkirkan pikirannya tadi. Perawatan seperti itu, tentu saja biayanya mahal. Gemma tidak punya uang sebanyak itu.

Dua pengawal berbadan besar yang berdiri di belakangnya tentu saja bukan sekadar hiasan. Sudah lama Gemma tidak menjajal pertarungan dengan orang-orang berotot seperti mereka. Pasti menarik.

Gemma sedang terkekeh sendiri membayangkan apa yang akan ia lakukan saat pramutama bar menghampirinya dan menggenggam tangannya.

"Gemma."

Gemma menoleh, membelalak sebal pada pramutama itu.

"Apa?" tanyanya galak.

"Jangan...."

Pramutama itu menggeleng pelan, suaranya lemah. Ia mencoba menghentikan Gemma, tetapi pramutama itu tahu bahwa usahanya sia-sia, bahkan sebelum melihat hasilnya.

Gemma menepis tangan pramutama. Ia lalu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya.

"Baiklah …,” kata Gemma tenang. Si Pramutama bar tersenyum dengan wajah terkejut. Kaget karena usahanya yang tak seberapa telah membuahkan hasil.

"Aku akan menjawab pertanyaanmu." Gemma beralih pada pria kaya bersama para pengawalnya.

Gemma menyibakkan rambut ke belakang, dan mencoba bersikap ramah semampu yang ia bisa. Jika Maya melihatnya sekarang, ia pasti sangat bangga. Gemma bisa bersikap anggun layaknya wanita.

"Aku memang suka mengenakan pakaian seperti ini—"

Ia menunjuk keseluruhan dirinya, yang kini tengah mengenakan baju tanpa lengan bermotif ular yang ketat, celana panjang kulit warna hitam yang juga ketat, dan sepatu hak tinggi warna hitam yang membuat tubuh pendeknya kelihatan jenjang.

"Supaya aku mudah menghajar orang-orang seperti kalian saat berkelahi."

Gemma mengatakannya dengan lantang dan bangga. Ia melirik si pramutama dan berharap mendapat acungan jempol. Tapi pramutama itu malah menepuk jidatnya sendiri.

Musik yang diputar di kelab malam sedang tidak begitu keras, sehingga orang-orang yang duduk di sepanjang bar, dan yang berada di sekitar mereka menoleh.

Ugh ... Kenapa Gemma selalu jadi pusat perhatian setiap kali ia membuka mulutnya?

Jawaban yang Gemma lontarkan tadi adalah jawaban jujur. Maya memintanya untuk berpenampilan menarik saat Gemma tampil di atas panggung. Ia tak bisa mengenakan celana jins dan kaos seperti di kesehariannya. Pakaian seperti ini adalah yang memberinya kemudahan bergerak sekaligus terlihat gaya.

"Kau menantangku?"

Nada suara si Pria Perlente itu meninggi. Gemma mengangkat satu alisnya.

"Tidak. Aku tidak menantangmu. Kau sendiri tadi yang tanya apakah aku suka berpakaian seperti ini."

Pria itu melotot, yang membuat Gemma semakin keheranan. Ia sedang tidak memancing kemarahan, jika ia berniat memancing keributan maka jawabannya tidak akan seperti tadi.

"Bawa dia ke ruanganku. Aku harus mengajari mulutnya sopan santun,” kata pria itu pada para pengawalnya. Seorang pengawal yang botak dan berpakaian serba hitam menghampiri Gemma dan menggenggam pergelangan tangannya.

Gemma memandang tangan pengawal itu, kemudian mendongak, menatap mata si pengawal yang tertutup kacamata hitam.

"Lepaskan aku,” perintah Gemma. Suaranya tenang, tapi mengerikan.

Musik kini telah berhenti. Tak ada lagi orang yang bergoyang di lantai dansa. Pertunjukkan telah berpindah ke depan bar, dengan Gemma sebagai tokoh utamanya.

Pengawal itu menyeringai, begitu juga dengan tuannya.

"Kenapa? Kau takut?"

Si pria beserta pengawalnya tertawa. Sangat memuakkan. Tak ada yang boleh menertawakan Gemma seenaknya. Gemma meludahi sepatu pria itu, yang berkilat licin seperti rambutnya.

Pria itu meradang, ia menampar Gemma dan kini berteriak.

"Beraninya kau melakukan itu!! Wanita jalang!! Tidak akan ada seorang pun yang akan menolongmu di sini!! Memohonlah dan berlutut jika kau ingin kulepaskan!"

Berlutut? Apa orang ini sudah gila sampai menyuruh Gemma berlutut? Apa mereka tidak tahu siapa Gemma, dan bagaimana reputasi yang menyebar di kalangan para pencinta kehidupan malam tentang dirinya?

"Kau ...." Gemma memiringkan kepalanya perlahan, matanya memancarkan kepolosan untuk sesaat. "Kau orang baru, ya?"

Sebelum si pria sempat mengubah ekspresi wajahnya, dengan cepat Gemma memutar tangan pengawal yang mencengkeramnya, dan membebaskan diri. Detik berikutnya, ia melompat dengan menggunakan kursi sebagai pijakan, dan menyarangkan lututnya ke wajah si pengawal. Pengawal itu mengerang kesakitan, memegang hidungnya yang sudah dipastikan patah.

Tak cukup sampai di situ, Gemma berputar di atas pengawal yang terluka itu, mendarat dengan anggun di belakangnya dan dengan cepat menendang kaki si pengawal hingga membuatnya berlutut. Gemma melayangkan tendangan samping dan membuat kepala pengawal itu menghantam meja bar. Pengawal itu tersungkur, dan semuanya tidak sampai satu menit.

"Kau tidak pernah bertanya pada pengawalmu apa mereka bisa melihat di sini? Tempat ini gelap, kenapa harus pakai kacamata hitam?"

Gemma berdiri di samping pria kaya, yang terkejut melihatnya sampai-sampai ia terjatuh dan menabrak pengawalnya yang lain.

Gemma tersenyum angkuh saat mereka bergegas pergi tanpa ada perlawanan lagi. Gemma membungkukkan badan ke sana kemari, menyambut tepuk tangan para pengunjung yang kagum dengan kemampuannya. Setidaknya kali ini Gemma tak merusak apapun.

"Gemma...."

Itu suara manajernya, kebetulan sekali.

Gemma menoleh dan hendak bercerita dengan penuh semangat, tapi ia mengurungkan niatnya saat melihat wajah Maya.

Sepertinya Gemma membuat masalah lagi.

*

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sianida
bodyguard laki² yang gangguin Gemma, Kak...
goodnovel comment avatar
Kikiw
siapa yang hajar gemma?
goodnovel comment avatar
Veedrya
Kukira Hazkie itu cowoook hahaha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status